Mohon tunggu...
Suprihati
Suprihati Mohon Tunggu... Administrasi - Pembelajar alam penyuka cagar

Penyuka kajian lingkungan dan budaya. Penikmat coretan ringan dari dan tentang kebun keseharian. Blog personal: https://rynari.wordpress.com/

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

9 Kecerdasan yang Distimulasi oleh Dongeng Verbal

20 Maret 2020   18:58 Diperbarui: 20 Maret 2020   19:37 524
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Hari dongeng sedunia (sumber: grafis Antara)

Dongeng.....siapakah yang tak suka? Hayo siapa yang senang mendengarkan dongeng? Atau setiap pembaca Kompasiana adalah pendongeng handal.

Dongeng dalam Kenangan Masa Kecil

Mendengarkan dongeng merupakan bagian dari kesenangan, kemewahan dan kehangatan masa kecil kami. Waktu yang kami tunggu-tunggu dengan gembira. Pendongeng favorit kami tentunya Bapak dan Ibu, ada kalanya Simbah Kakung atau Putri juga berbagi dongeng.

Tidak ada koleksi buku dongeng di rumah kami saat itu. Namun koleksi dongeng di ingatan Bapak dan Ibu tak ada habisnya. Bahkan meskipun terjadi pengulangan, kami tetap menikmatinya karena tidak akan sama persis. Selalu ada perubahan entah intonasi ataupun tokoh utama-pendampingnya.

Kemampuan mendongeng berasal dari kemampuan bahasa tutur dari ingatan dan diolah dengan improvisasi khas Bapak Ibu. Aneka dongeng dari kisah Panji adaptasi sejarah Jenggala, fabel dengan penokohan binatang ataupun pewayangan dengan besutan untuk pikiran kanak-kanak.

Seiring waktu sebagian tugas mendongeng bergulir pada si S1pembarep (sulung). Weladalah aspek ingatan dikerahkan. Menjadi pendongeng ala Bapak ataupun Ibu tentu tak sanggup. Alampun menuntun bahwa pada dasarnya setiap titah adalah pendongeng.

Era berubah sewaktu kami mengawali peran sebagai orang tua, ketersediaan buku dongeng maupun kaset dongeng berlimpah. Namun kebiasaan lisan bercerita tetap berlaku. Yang berubah adalah respon si pendengar yang lebih kritis.

Mendengar cerita Cindelaras dari emak dan bapaknya dengan alur dan gaya bahasa yang berbeda mereka sudah bertanya loh koq beda. Apalagi saat mereka belajar dan mulai lancar membaca cerita aslinya.

Untuk 3 jagoan kecil, kami jarang mendongeng kisah pangeran dan putri, menurut mereka kurang seru. Pilihan jatuh pada model fabel, kisah dengan pelaku utama hewan. Cerita yang sangat lekat buat mereka adalah dongeng "Tiga Babi Kecil".

Untuk bercerita pada anak-anak kecil kini, pendongeng perlu update bacaan dongeng. Agar dongeng tetap kontekstual sesuai dengan zamannya. Menimba ilmu dari dongeng verbal maupun digital yang kini tersedia dengan sajian memikat.

Hari Dongeng Sedunia

Dongeng merupakan kekayaan global. Bermula dari negara Swedia yang merayakan Alla Berattares Dag atau Hari Semua Pendongeng, tanggal 20 Maret 1991-1992. Kini dirayakan oleh banyak negara dan dideklarasikan sebagai Hari Dongeng Sedunia. Hari ini adalah Hari Dongeng 2020

Penetapan Hari Dongeng Sedunia  atau Global Storytelling Day, bertujuan agar sebanyak mungkin orang bercerita dan mendengarkan cerita di banyak tempat. Mengapa demikian?

Banyak ulasan tentang manfaat dongeng. Diantaranya mampu memfasilitasi 9 kecerdasan. Mari simak narasi berikut ini.

9 Kecerdasan yang Difasilitasi oleh Dongeng Verbal

Kecerdasan majemuk dilontarkan oleh Howard Gardner, profesor dan psikolog dari Universitas Harvard. Seperangkat kecerdasan sebagai kemampuan belajar dari pengalaman dan ilmu untuk beradaptasi dan menyesuaikan diri dengan lingkungan.

Mencakup aneka kecerdasan yaitu verbal linguistik, logis matematis, spasial visual, musikal, kinestika jasmani, interpersonal, intrapersonal, naturalis, eksistensial. Mendongeng secara verbal mampu mentransfer kapasitas tersebut dari pendongeng kepada pendengar dongeng.

Satu, kecerdasan verbal linguistik. Menggambarkan kemampuan berbahasa baik secara aktif, pasif maupun keruntutan logisnya. Mendongeng sangat erat dengan pengembangan kecerdasan verbal linguistik. Ada kalanya pendongeng menggunakan alat bantu buku cerita, tinggal membaca, dengan penjiwaan.

Ada kalanya bosan membacakan buku dongeng, para jagoan kami kurang suka dibacakan buku. Mereka meminta kami mendongeng secara verbal bercerita tanpa buku. Nah ini menuntut improvisasi. Kemampuan menata kata, memainkan intonasi dan keluwesan diksi akan memperindah dongeng.

Pendengar dongeng sangat terkesan dengan kemampuan verbal linguistik. Sebagaimana kami mengagumi gaya mendongeng Bapak dan Ibu. Pada saatnya nanti mereka yang meracik dongeng buat buah hatinya.

Dua, kecerdasan logis matematis. Berhubungan dengan kemampuan menemukan dan memahami berbagai pola. Mendongeng juga seni meracik pola dari pola sederhana hingga kompleks.

Pada saat kami mendengar dongeng "Uthak-uthak Ugel" yang rakus. 'Makluk' tersebut tidak mau menerima air satu gelas, meningkat satu kendi, satu tempayan, namun minta satu sungai. Otak menata komparasi ukuran.

Tiga, kecerdasan spasial visual. Kemampuan yang mengandalkan imajinasi akan bentuk, gambar, serta tekstur. Seni mendongeng juga memiliki kekuatan konfigurasi. Sewaktu mendengarkan dongeng "Orang Buta dan Gajah", pendongeng mentransfer kecerdasan spasial visual kepada pendengarnya.

Untuk memperjelas pesan dongeng, pendongeng menggambarkan tokoh dalam aneka bentuk dan struktur. Merambat ke pendengaran dan merasuk ke sel-sel otak pendengarnya. Peletakan dasar yang kuat.

Empat, kecerdasan musikal. Tidak selalu harus dengan kemampuan memainkan alat musik. Kemampuan mendengarkan lagu, melodi maupun irama. Seni mendongeng juga sebagai drama musikalia yang sangat erat dengan kecerdasan musikal.

Saat Bapak dan Ibu mendongeng, beliau kadang berlagu. Dongeng "Enthit" gubahan dari kisah Panji, tak akan syahdu tanpa berlagu. "Enthiiiiit...." dengan irama khasnya sangat terkesan dalam ingatan. Bahkan pada beberapa model dogeng, diperlukan kemampuan menganggit atau menciptakan gending atau racikan nada untuk mendukung suasana.

Nah kemampuan ini yang sulit saya kuasai. Lah mendongeng verbal datar saja terasa sumbang. Apalagi dengan irama dan birama, tambah falesnya.

Lima, kecerdasan kinestika jasmani. Berkaitan dengan kemampuan koordinasi anggota tubuh dan keseimbangan. Loh bagaimana dongeng verbal mengait pada gerak dan keseimbangan?

Entah mengapa, saat kami kecil Bapak dan Ibu sebagai pendongeng, suka meminta kami melakukan gerakan memperagakan suatu kisah dongeng, meski hanya satu fragmen kecil. Kini baru sadar bahwa ada bagian cerita yang mentransfer kecerdasan ini.

Kini berkembang dongeng digital. Dramatisasi suatu dongeng juga digambarkan melalui oleh tubuh yang indah. Transfer kecerdasan kinestika jasmani yang lebih terasa hidup.

Enam, kecerdasan intrapersonal. Mencakup kemampuan introspektif, mengenali kemampuan diri baik kelebihan, kekurangan dan upaya motivasi diri. Mendongeng  adalah ekspresi diri.

Pengenalan akan karakter peran dan memasangkannya dengan kemampuan intrapersonal akan menghasilkan upaya olah suara maksimal. Kami kecil bisa sangat marah atau malah ikut menangis mendengar dongeng "Bawang Merah".

Tujuh, kecerdasan interpersonal. Merupakan kemampuan memahami orang lain, berinteraksi dengan orang lain. Menjadi dasar kecerdasan sosial. Kami juga tidak akan berani minta dongeng, kalau melihat atau merasakan Bapak dan Ibu sedang sibuk. Pelajaran bertenggang rasa.

Saat mendongeng merupakan saat yang dirindu. Kami kruntelan di dipan/amben, ataupun berkumpul di dekat teplok/sentir. Saat mendongeng adalah saat santai, biasanya di malam hari. 

Ataupun siang hari berhujan lebat saat kami kanak-kanak merasa bete terkurung di dalam rumah tanpa hiburan apapun, karena saat itu belum ada TV apalagi dengan aneka saluran.

Suasana mendongeng juga membangun suasana akrab, mana ada mendengarkan dongeng dengan sikap tegang pun ngapurancang apalagi jarak antara pendongeng dan pendengar belasan meter? [Kini dengan kemajuan teknologi suasana keterdekatan dengan pendongeng tetap terbangun, meski pendongengnya berkilometer jaraknya]

Delapan, kecerdasan naturalis. Erat dengan kemampuan untuk mengenali alam dan ekosistemnya. Dongeng sangat dekat dengan alam. Dongeng wayang yang kami dengarkan saat kecil memuat informasi hutan, binatang maupun tumbuhan.

Dongeng "Baru Klinting" menyoal hikayat Rawa Pening. Selain lontaran pesan moral juga mengait pemahaman alam rawa. Dongeng "Tare Iluh Dan Beru Sibou" menyoal asal muasal tanaman aren versi Sumatera Utara.

Apalagi dongeng tema fabel semisal "Kancil dan Buaya". Pendongeng dan pendengarnya diasah memiliki kepekaan akan alam naturalis. Menumbuhkan kecintaan akan alam naturalis.

Sembilan, kecerdasan eksistensi. Berkenaan dengan hakekat hidup yaitu mencari jawaban pertanyaan mendalam tentang eksistensi manusia. 'Apa arti hidup?', 'Apa peran kita di dunia?' adalah bagian dari kecerdasan eksistensi.

Seni dongeng erat berkaitan dengan relasi. Antara manusia dengan Yang Maha Kasih, antar manusia juga relasi manusia dengan alam. Relasi antar manusia digambarkan dalam sesama kawula alit, atau punggawa dengan rakyat, bandara/majikan dengan batur/abdi. Mendengarkan dongeng "Ande-ande Lumut" terasa sekali relasi sosial.

Melalui dongeng, penutur memasukkan arti dan peran hidup. Semisal dongeng "Cindelaras" sungguh dapat diolah menjadi pembelajaran berarti. Mendongeng menyentil kecerdasan eksistensi pelakonnya, pendongeng maupun pendengarnya.

Mendongeng menstimulasi kecerdasan verbal linguistik, logis matematis, spasial visual, musikal, kinestika jasmani, interpersonal, intrapersonal, naturalis, eksistensial. Pembaca Kompasiana, mari selamat mendongeng.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun