Foto ini merujuk pada suasana river side alias pinggir sungai. Bukan sungai di manca negara yang lazim tertata rapi. Ini pemandangan di tepian Sungai Banjir Kanal Barat, Semarang. Bukti nyata dengan kemauan dan kerja keras, sungai menjadi menawan.
Hadir satu jam lebih awal dari jadwal acara di area Kariadi Semarang. Mampir kemana ya? Mari sejenak mencakung di tepian Sungai Banjir Kanal Barat. Tepatnya di bantaran sungai yang apik dengan Taman Bendungan Plered.
Ekowisata di Taman Bendungan Plered Semarang Barat
Mari menikmati Taman Bendungan Plered dengan pendekatan ekowisata. Berbasis penerapan konsep 6E yaitu: Ekologi, Edukasi, Ekonomi, Etnologi, Etika dan Estetika. Berbekal mau sedikit berjalan kaki, menikmati aura sungai, melimpahnya sinar matahari. Tanpa tiket masuk, pengunjung dapat sepuasnya menikmati panorama alam.
Ekologi. Setiap pengunjung dapat merasakan hubungan timbal balik antara makluk hidup dengan lingkungannya. Antara manusia (pengunjung) dengan manusia lain (pengunjung juga pemancing). Flora fauna dengan lansekap bantaran sungai.
Edukasi. Mari belajar dari alam langsung. Banjir kanal sebagai penata air di Kota Semarang. Menggelontorkan air ke hilir saat air berlimpah. Menahan air sebagai tandon air raksasa saat kemarau. Memberikan penguapan untuk menjaga kelembaban sekitarnya.
Pemerintah Kota Semarang merancangnya menjadi salah satu destinasi wisata tingkat global. Menyatu dengan aneka keistimewaan Kota Semarang. Betapa pengunjung luar kota akan memerlukan topangan akomodasi, kuliner yang bermuara pada ekonomi.
Etnologi. Berasal dari kata dasar etnis atau suku bangsa. Etnologi yang merupakan cabang ilmu antropologi. Etnologi mengkhususkan pada mempelajari suku bangsa dan aspek kebudayaannya.
Bagaimana Taman Bendungan Plered berkenaan dengan etnologi? Suku bangsa apa yang terlibat? Bendungan Plered atau Simongan merupakan bendungan yang dibangun oleh prakarsa bangsa Belanda.
Etika. Berkenaan dengan nilai atau kualitas yang berkaitan dengan standar moral. Bendungan suatu badan air penata banjir tak lepas dari nilai etika. Pengelolaan daerah atas, in situ maupun hilir berkenaan dengan moral kepentingan bersama.
Pengelolaan daerah hulu yang kurang bertanggung jawab akan mengirimkan air dengan muatan endapan hasil erosi. Pengeloloaan hilir yang menghalangi aliran air menjadi penyumbat gelontoran air saat banjir.
Tidak dipungkiri, Sungai Banjir Kanal Barat kaya dengan ikan. Banyak pemancing yang beraksi. Baik untuk rekreasi maupun mata pencaharian. Penanda dengan doa, pemancing semoga dapat ikan banyak dan sehat selalu. Penebar racun ikan, kasihan deh lu!!
Etika menjaga kualitas perairan yang dapat dipelajari dan diterapkan oleh seluruh penikmat Taman Bendungan Plered. Juga mengikat etika di kawasan daerah tangkapan air, bagian daerah aliran sungai.
Estetika. Keindahan disuguhkan oleh kawasan ini. Tanpa keindahan, mana mau pengunjung hadir. Sebaliknya setiap pengunjung ikut menjaga estetika lingkungan loh ya.
Pemerintah Kota Semarang bertekad menjadikan kawasan banjir kanal Barat sebagai tujuan wisata dunia. Mengadopsi kanal di negara Belanda yang ditata hingga menarik wisatawan.
Tentunya tidak hanya masalah infrastruktur. Salah satu instansi yang terlibat adalah Balai Besar Wilayah Sungai (BBWS) Pemali-Juana. Terutama adalah kesiapan sosial budaya masyarakat setempat. Diperlukan penyiapan rekayasa sosial hingga saling mendukung.
Festival Banjir Kanal Barat digelar dengan acara festival perahu hias dan lampion. Tentunya dimeriahkan dengan parade kuliner juga acara budaya lainnya.
Sejenak melongok bantaran Sungai Banjir Kanal Barat Semarang di pagi hari. Belum melihat tampilannya di petang pun malam hari. Tentunya dengan impresi berbeda. Tertarik menikmati ekowisata di Taman Bendungan Plered, Semarang?
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H