Pada umumnya kita bercocok tanam di permukaan tanah secara mendatar. Mengingat keterbatasan lahan, terutama di pekarangan sekitar rumah, mari mencoba bertanam secara vertikal. Jadilah semacam kebun tegak, bertanam tegak dengan istilah vertical garden, green wall, living wall dan semacamnya.
Belakangan ini sangat marak keberadaan taman vertikal. Aneka gaya dengan ragam kompleksitas instalasi. Rasanya setiap kota memilikinya. Dari yang sederhana hingga sangat wah.
Amatan lebih lanjut adalah, mengapa keberlanjutan sistem tersebut sangat singkat. Instalasi yang lumayan mahal menjadi mangkrak. Apakah pola tanam tegak ini menyentuh pola atau gaya hidup?
Vertical Garden, Antara Gaya dan Pola Hidup
Gaya hidup merujuk pada kebutuhan sekunder manusia yang bisa berubah bergantung zaman atau keinginan seseorang untuk mengubah gaya hidupnya. Gaya hidup dipengaruhi oleh lingkungan pun dukungan sekitar.
Sedangkan pola hidup berkaitan dengan cara berperilaku sehari-hari. Suatu nilai yang terinternalisasi dalam diri seseorang. Menjadi suatu kebiasaan.
Nah kembali kepada topik vertical garden di atas. Selama pendekatan seni bertanam ini menjadi gaya hidup, akan mudah ditinggalkan. Suatu anjuran untuk keindahan lokasi, dibangun dengan suatu tujuan tertentu.
Tidak dipungkiri vertical garden memiliki tujuan luas dan bagus. Efisiensi penggunaan lahan, ikut menjaga kualitas udara. Menyaring polusi, menahan panas.
Secara teknis membutuhkan rancangan yang tepat. Pemahaman akan interaksi media tumbuh, tanaman dan lingkungan. Memerlukan tingkat pemeliharaan tertentu.
Selama nilai tentang vertical garden tersebut belum terinternalisasi, jadilah semacam gaya hidup. Trend sesaat, dilakukan agar tidak terlalu ketinggalan atau beda dengan yang lain.
Tanaman kering tidak terpelihara. Kurang indah dipandang. Hingga menyurutkan semangat pemeliharanya. Hingga tak mustahil bila instalasi vertical garden menjadi mangkrak.