Mohon tunggu...
Suprihati
Suprihati Mohon Tunggu... Administrasi - Pembelajar alam penyuka cagar

Penyuka kajian lingkungan dan budaya. Penikmat coretan ringan dari dan tentang kebun keseharian. Blog personal: https://rynari.wordpress.com/

Selanjutnya

Tutup

Hobby Pilihan

"Tatag, Teteg (Bakal) Tutug" BerKompasiana

23 Februari 2020   23:06 Diperbarui: 9 April 2021   17:55 30906
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Tatag Teteg Bakal Tutug (Foto: dok pri)

Daya juang yang diwakili oleh kata tangguh. Sungguh saya belajar menyerap karakter tangguh dari berKompasiana. Membaca bagaimana perjuangan para sahabat saat membuat akun baru. Begitupun saat kesulitan login. Bahkan saat akun mendapat tepukan blokir.

Membungkus ketakutan menulis dan menyajikannya di K hanya dengan semangat tangguh, daya juang. Tangguh yang diawali oleh bibit tatag dan teteg. Tangguh adalah buah proses yang panjang.

Tanggon, pastilah karakter ini dibangun dalam iklim berKompasiana. Menyajikan tulisan yang dapat dipercaya. Memberikan topangan data yang dapat diandalkan. Begitupun menuliskan sumber gambar.

Pengelola Kompasiana juga berupaya selalu tanggon. Berupaya menjadi rumah bersama yang menyajikan artikel yang dapat dipercaya dan diandalkan. Teguran saat penulis lupa mencantumkan sumber gambar, bagian dari memelihara tanggon.

Begitupun dengan tanggap. Tanpa bekal karakter tanggap, kompasianer warga Kompasiana akan tergagap. Menikmati sajian artikel aktual bagian dari buah tanggap. Racikan bahasa yang mudah dimengerti dan komunikatif, juga hasil dari sekolah tanggap di Kompasiana.

Rasa tutug, ungkapan puas karena kesampaian apa yang diinginkan. Setiap pemain yang terlibat dalam berKompasiana, umumnya mencanangkan rasa tutug. Tutug yang bukan lagi dimensi titik atau fase sempit.

Tutug yang menjadi capaian sementara dan bagian dari tutug yang sesungguhnya. Seandainya penulis Kompasiana sudah mencapai rasa tutug yang purna, harak tidak merakit karya berikutnya. Setiap karya adalah titik demi titik mencapai rasa tutug.

Artikel ini juga sebagai refleksi diri. Peracik artikel ini masih jauh dari pembelajar karakter majemuk tatag, teteg, tangguh, tanggon, tanggap menuju tutug. Menulis secara berkala untuk menumbuhkan keberanian. Mengulik kiat sahabat merawat dan nguri-uri tatag, teteg, tangguh, tanggon, tanggap menuju tutug.

Salam Kompasiana

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hobby Selengkapnya
Lihat Hobby Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun