Kehidupan manusia berkaitan sangat erat dengan seluk beluk tanah. Indonesia memiliki kearifan lokal memuliakan tanah dengan budaya 'nyabuk gunung'. Budaya menekan erosi dan menyelamatkan masa depan. Selaras dengan tema Hari Tanah Sedunia 2019.
Nyabuk Gunung Memuliakan Tanah
Gunung memiliki makna mendalam bagi budaya kehidupan manusia. Tidak hanya makna fisik, namun memiliki makna alegoris. Makna kiasan, majas yang menjelaskan tujuan tanpa arti harafiah wadagnya semata.
Perjumpaan batin manusia dengan Sang Penciptanya juga dilambangkan dengan gunung. Bila seseorang menyeru, 'Dialah gunung batu, tempat perlindungan teguh' Pengakuan bahwa sebagai titah penuh keterbatasan.
Gunung menjadi simbol penting dalam budaya. Semisal gunungan dalam wayang. Merangkum harmoni flora-fauna dalam simbol gunungan. Begitupun tumpeng yang akrab dengan ritual mengambil rupa miniatur gunung.
Pendek kata, relasi manusia dengan gunung adalah relasi pemuliaan atau pengagungan. Memperlakukan dengan tidak sembarangan. Menjaga kehormatan.
Nyabuk gunung, mengapa gunung perlu diberi sabuk atau ikat pinggang? Bukankah gunung adalah sosok yang tangguh?
Pemakaian sabuk bertujuan mengencangkan. Simbol kesiagaan menjaga kehormatan. Apa jadinya kalau penutup badan longgar tanpa ikat pinggang. Melorotnya pakaian menjadikan rasa kewirangan, malu yang sangat, karena tidak mampu menjaga kehormatan.
Begitupun majas nyabuk gunung, adalah penghormatan atas tubuh gunung alias tanah. Nyabuk gunung adalah budaya gerakan moral menjaga keutuhan lingkungan tanah ciptaan agar tidak melorot. Melorot baik secara harafiah melalui erosi maupun melorot secara fungsi oleh degradasi.
Melorotnya tanah dari lereng gunung menghadirkan rasa kewirangan. Upaya nyabuk gunung adalah upaya menjaga martabat manusia sebagai pemegang mandat menjaga dan mengelola bumi. Nyabuk gunung adalah memuliakan tanah.
Gerakan moral memuliakan tanah ini tidak mandeg dalam wacana permainan kata. Diwujudnyatakan dalam racikan teknologi. Sebagai masyarakat agraris, menyusun pola bertanam yang menghargai martabat gunung, memuliakan tanah.
Budaya nyabuk gunung juga lekat dengan masyarakat Jawa Barat yang menyebutnya ngais gunung. Begitupun di Bali, disebut dengan sengkedan.