Bagaimana bila ditebang? Mari dikaji, untuk peremajaankah? Penggantian dengan tanaman lain, adakah setara kemampuannya dalam menyerap karbon dioksida dan penyerapan-penguapan air? Pastinya banyak pakar yang menyediakan data ekologisnya.
Angsana menjadi perlambang musim senantiasa bergulir menyuguhkan  rezekinya. Bagi setiap titah yang menjaga bumi. Angsana si Sonokembang menceritakan kemuliaan junjunganNya
Hujan 'Emas' bahasa budaya
Hujan emas di Nusantara, negri kita. Confetti angsana pada bulan November. Eloknya melengkapi musim gugur di belahan Utara. Setidaknya bagi kami warga Salatiga. Bagaimanakah hujan emas di negeri kita di wilayah sahabat Kompasiana?
Tradisi di rumpun bangsa Melayu yang menebarkan beras kuning kepada pengantin, ataupun anak yang hendak merantau. Siraman confetti keemasan di belahan budaya Barat sebagai simbol perlambang harapan kemakmuran.
Begitupun acara wisuda zaman baheula di Padhepokan Kota hujan dengan tebaran beras kuning diiringi degung Sunda yang syahdu. Perlambang goa garba ilmiah melepaskan putra putri terkasihnya untuk mengabdi Ibu Pertiwi menjadi lantaran kemakmuran bersama.
Taburan bunga keemasan menjadi bahasa budaya. Adakah guguran kembang angsana juga lekat dengan budaya kita. Bagian dari kearifan lokal pancuran emas sumawur ing jagad. Termasuk juga budaya melestarikan lingkungan hijau.
Seloroh kami bila hujan duit, hujan emas bisa mengundang hujan batu ataupun keprihatinan. Biarlah guguran angsana ini serasa udan kembang alias hujan bunga. Menyesap fungsi ekologi, membingkainya dengan pengetahuan dan kearifan lokal.
Sekedar catatan kecil pengagum angsana sonokembang. Salam hijau.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H