Eliminasi merupakan tahap seleksi, dimana peserta dinyatakan lanjut atau terpaksa berhenti dari suatu program. Tahapan ini menjadi momok bagi peserta. Adakah suatu program tanpa eliminasi? Program yang tidak mematahkan tunas-tunas meski lambat berkembang?
Kompasiana jawabannya. Kompasiana layaknya akademi menulis tanpa eliminasi. Bagaimana pendapat para sahabat Kompasiana?
Akademi menulis tanpa eliminasi
Sebagai orang awam dalam dunia kepenulisan, saya memandang Kompasiana layaknya akademi menulis. Bermula dari mengagumi karya tulisan yang beragam, mendecak tanya, dapatkah ikut bergabung belajar menumbuhkan hobi dan kebiasaan menulis?
Tersedia fitur mendaftar dengan tuntunannya. Asyiik serasa murid baru yang sah terdaftar. Merancang sendiri program orientasi murid baru dengan cara melongok-longok tulisan para anggota. Malu-malu berkomunikasi dengan penulisnya melalui kolom komentar.
Tidak akan pernah menulis kalau tidak mencoba. Menggunakan fitur mulai menulis, menyalin draf dari sediaan tulisan. Menekan tombol tayang atau publikasikan butuh perjuangan meredam keraguan.
Ternyata tidak semenakutkan yang dibayangkan. Tidak ada masa perploncoan. Meski pendatang baru tetap mendapat pelayanan ramah dari admin Kompasiana. Begitupun sambutan warga akademi kelas menulis Kompasiana.
Setiap artikel menjadi model pembelajaran. Ada kemasan tips, panduan dan semacamnya. Begitupun ragam penyajian layaknya mengikuti bengkel kepenulisan. Menyerap teori lanjut praktikkan.
Akademi menulis yang setiap pesertanya menempatkan diri sebagai pembelajar tiada henti. Kecepatan pembelajaran disetel sendiri. Ada yang melaju dengan begitu cepat. Ada yang memilih jalur sangat lambat.
Begitu sering terkagum mengamati pertumbuhan pohon menulis para sahabat. Bertumbuh dengan pesat, merimbun dengan karya serta aneka buah kemanfaatan yang dapat dipetik oleh pembacanya.
Uniknya, Kompasiana bak akademi menulis ini tidak menerapkan pola eliminasi. Setiap pribadi yang mau berlatih dan berkembang diizinkan tinggal tanpa batas waktu. Seandainya pola eliminasi diterapkan, pastinya saya sudah terpangkas.
Begitupun keterikatan tidak dikenakan. Mau menulis hanya di lapak Kompasiana atau menjejakkan kaki di beberapa rumah penulisan hingga pindah lapak, bebas saja.
Menyimak dinamika Kompasiana, bermula dengan slogan Sharing & Connecting. Mengusung semangat berbagi dan saling terhubung. Hingga kini bertransformasi dengan mengusung slogan Beyond Blogging yang menggambarkan semangat baru.
Tampuk pimpinan dari Kang Pepih Nugraha, Bung Isjet Iskandar Z hingga Mas Nurullah. Masing-masing dengan gaya kepemimpinan khasnya.
Terima kasih Kompasiana
Kini 11 tahun Kompasiana berkiprah, mewadahi dan memayungi para anggota K dengan semangat Beyond Blogging. Terima kasih Kompasiana.
Menikmati sukacita bergabung dengan Kompasiana, meski saya pribadi bertumbuh sangat lamban. Mewujudkannya dengan cara mengajak teman lain ikut belajar di akademi menulis ini. Ajakan semi menggiring tentunya dimulai dari lingkungan terdekat.
Para teruna kebun yang disasar. Jadilah gerakan dari kelas ke Kompasiana. Bermula dari 2 tahun lalu 'mengajak' sekitar 200an teruna kebun dari aneka tingkat belajar menulis. Berlanjut dengan tahun lalu dan tahun ini dengan peserta yang selalu baru.
Tak kurang 500an peserta unyu-unyu ikut nyemplung belajar di Kompasiana akademi menulis ini. Segera terlihat aneka respon pertumbuhan.
Tak dipungkiri lebih banyak yang lamban tumbuh, menampung beberapa artikel penugasan semata. Bersyukur, Kompasiana tidak mengenal eliminasi. Sehingga masih memberi kesempatan untuk bertumbuh dan berbuah.
Terima kasih Kompasiana yang memfasilitasi kami para pembelajar. Selamat ulang tahun ke 11. Semakin melaju dalam karya. Bravo Kompasiana
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H