Bersenang-senang sambil belajar, sesanti yang disukai banyak orang. Mari blusukan di area Taman Wisata Alam (TWA) Gn. Tangkuban Perahu. Alamak.. kabutnya pekat sekali, areal kawah Ratu yang biasanya ayu kini tak terlihat. Dengan jarak pandang terbatas yang terlihat hanya pohon manarasa si cantigi gunung. Mari menyoal Cantigi Cantik Vegetasi Endemik Kawah Ratu TWA Tangkuban Perahu.
Cagar Alam dan TWA Gn Tangkuban Perahu
Kala berbicara tentang Gn. Tangkuban Perahu, apa yang terlintas di benak kita? Yup benar sekali, gunung dengan tampilan seperti perahu yang menangkub atau terbalik. Erat berkaitan dengan cerita rakyat legenda Sangkuriang dan Dayang Sumbi.
Mengulik sisi berbeda, yaitu cagar alam Tangkuban Perahu. Cagar alam merujuk pada suatu kawasan suaka alam yang memiliki kekhasan tumbuhan, satwa, dan ekosistemnya. Mengacu ekosistem tertentu yang perlu dilindungi dan perkembangannya berlangsung secara alami. Nah, cagar alam (CA) Gn Tangkuban Perahu salah satu dari 27 cagar alam yang ditetapkan oleh Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam (BBKSDA) di prop. Jawa Barat.
Cagar Alam (CA) dan Taman Wisata Alam (TWA) Gunung Tangkuban Perahu ditetapkan berdasarkan Surat Keputusan Menteri Pertanian No. 528/Kpts/Um/9/74 tanggal 3-9-1974. Â Luas kawasan 1.660 Ha, yang dibagi ke dalam dua bagian yaitu : CA seluas 1.290Ha dan TWA seluas 370 Ha. Berada di wilayah Kecamatan Sagalaherang Kabupaten Subang dan Kecamatan Lembang Kabupaten Bandung.
wisata alam (TWA) memiliki kaidah yang khas. Tetap menganut aturan cagar alam yang mengedepankan pelestarian ekosistem selama pengunjung menikmati keelokan alam. Termasuk pengunjung TWA Gn. Tangkuban Perahu yang berada di kawasan CA ini.
Berkunjung ke tamanSelalu terbersit rasa gemas. Betapa rindu, begitu pengunjung memasuki areal TWA Gn. Tangkuban Perahu segera diajak memasuki ruang theater. Disuguhkan film dokumenter edukasi tentang cagar alam, taman wisata alam, aspek geologi pembentukan, kaitan dengan sosial budaya sejarah termasuk legenda dan peradaban.
Kekayaan ekosistem yang bisa punah tanpa pemeliharaan bersama. Setiap pengunjung dibekali dengan rasa memiliki, rasa cinta bangga akan TWA yang dikunjungi. Alam yang harus diwariskan kepada generasi penerus. Ah sebuah angan yang semoga diwujudkan oleh para pemangku kepentingan dengan dukungan banyak pihak.
Trio kawah di kawasan Tangkuban Perahu
Sebagai hasil erupsi, terdapat tiga kawah di kawasan Gn. Tangkuban Perahu. Dari gerbang masuk taman wisata, pertama akan dijumpai kawah Domas. Berada di sebelah kanan jalur jalan utama, pengunjung dapat mengunjunginya dengan hiking. Konon pengunjung dapat mandi atau bermasker lumpur belerang.
Nah kawah terbesar yang menjadi tujuan utama wisata adalah kawah Ratu. Pengunjung dapat menikmati panorama seputar kawah. Untuk menunjang keamanan dibuat pagar seputar bibir kawah dengan banyak papan peringatan agar pengunjung tak melampaui batas. Kawah ini menghembuskan uap belerang dengan kadar bervariasi menurut waktu. Mari silakan kenakan masker penutup hidung untuk kenyamanan.
Kawah terkecil berada di sebelah atas kawah Ratu dan jalurnya ditutup demi keamanan pengunjung. Sebutan Kawah upas, menunjukkan daya upas atau bisa alias racun yang dapat mematikan. Mari setiap pengunjung mematuhi aturan yang berlaku.
Karakteristik alam di seputar kawah ini sangat khas. Berkadar belerang tinggi. Hamparan berhiaskan bongkahan batu yang tidak rata. Sehingga ekosistemnya juga khas. Ekosistem kawah, paduan faktor biotik (kehidupan) dan abiotik (alam) timbal balik yang khas. Diantaranya jenis tumbuhannya.
Cantigi Cantik Vegetasi Endemik Kawah Ratu TWA Tangkuban Perahu
Tak jauh dari papan nama Kawah Ratu (Ratu crater) pengunjung akan menjumpai papan penunjuk area vegetasi endemik manarasa. Perlu amatan sejenak untuk mengenali tampilan vegetasinya. Sungguh tak asing, perdu berukuran sedang 2m dengan daun bujur telur berpucuk merah ini.
Aha ini dia si cantik cantigi gunung (Vaccinium varingiaefolium) alias manis rejo (Jawa) yang juga dikenal dengan nama manarasa (Sunda). Mengingatkan dengan tanaman yang sama di kawah Sikidang areal Dieng (Jawa Tengah). Olala tampil menawan. Tegak tegar di tengah kegersangan, bertahan diantara kepulan asap belerang, berbedak debu, berginci pucuk daun merah merona. Teringat inilah tampilan si cantik cantigi gunung ......
Saat kunjungan, kawasan areal kawah berkabut pekat. Tampilan cantigi di bibir kawah terasa perkasa meski terlihat kesepian. Begitupan tegakannya diantara bongkahan batu dan alam berkabut terlihat mendongak bersaput mistis.
Merespon kerasnya alam sekitar yaitu sengatan matahari dan kerasnya tamparan angin, batang cantigi meliuk liat keras dan berakar kuat berjangkar ke bumi.
Tajuknya cukup menjadi pelindung peneduh, kala panas menyengat. Banyaknya pengunjung yang bersandar bahkan memanjat pohon manarasa/cantigi di tepian kawah. [Teringat saat di kawah Sikidang seorang gadis kecil berbaju pink berteduh di kerimbunan cantigi memerah]
Untuk menyimpan air, daun cantigi agak menebal dengan bentuk  melonjong. Gradasi warna dari kemerahan saat muda menjadi oranye hingga menghijau menjadi persinggahan mata di hamparan kawah yang panas gersang.
Berbeda saat kunjungan, kesulitan mengamati bunganya. Teringat menyimpan foto bunga cantigi dari kawah Sikidang. Bunganya sungguh cantik berbentuk rangkaian berwarna merah marun dengan bentuk meruncing. Buah membulat dari hijau beralih ke hitam keunguan penanda kandungan pigmen antosianin, menurut penduduk setempat buahnya juga edible aman dimakan.
Tak tahan mencicip, tangan saya memetik sebutir buah keunguan. Tanpa mencucinya, hanya mengusapkannya di lengan baju dan mencicipnya, hmm enak. Semoga tak banyak pengunjung yang melakukannya hehe. Beberapa kajian yang mencoba mendayagunakan buah cantigi diantaranya pemanfaatan kandungan antosianin yang potensial sebagai antioksidan.
Bagi para pendaki gunung, tanaman cantigi ini sungguh berarti. Sosok segarnya menghibur dan menguatkan hati. Tanamannya menjadi penopang dan tempat berpegangan para pendaki, bahkan batangnya menjadi bahan arang penduduk sekitar. Daun mudanya biasa dilalap penduduk sekitar kawah sehingga aman juga untuk survival pendaki. Begitupun buah matangnya.
Sesanti dari cantigi
Bersenang-senang sambil belajar. Keterbatasan pandang oleh kabut melabuhkan perhatian pada cantigi yang terlihat. Selalu ada pembelajaran dari alam. Alam takambang jadikan guru kata urang Minang.
Terima kasih cantigi cantik yang meneladankan kearifan kekuatan bertahan di beratnya medan alam bukan dengan menentang namun memodifikasi diri seraya tetap memberikan diri berguna bagi lingkungan sekitarnya.
Catatan: postingan penyemangat buat para teruna kebun untuk belajar menorehkan catatan kunjungan studek dalam postingan di kompasiana.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H