Gendhuk Limbuk yang sedang sibuk menikmati gadget sambil melamun di gandhok terkaget saat bahunya dicolek lembut oleh mBok Cangik. Segera dilepasnya head set yang menyumpal kupingnya.
"Dhuh Mom, koq bikin kaget aja sih"
"Lah kenapa koq senyam-senyum sambil pencat-pencet, juga membalik adat dengan sebutan Mom segala"
"Ayolah Mom, gaul dikit napa sih..." "Mom, lihat nih postingan sahabat Limbuk, reras nan iklas di penghujung Maret"
"Halah, lah hanya guguran daun mahoni dan ketapang saja koq"
"Ngarang ah.... Mom. Kemarin Limbuk mengintip Kamus Besar Bahasa Indonesia di meja Bunda Dewi Saraswati sang Dewi Pengetahuan. KBBI mencatat, reras adalah gugur, luruh, rontok dan mencontohkan.... pada musim kemarau banyak daun-daun dan ranting-ranting yang .... Menurut para Begawan, reras itu cara adaptasi tumbuhan menyambut kemarau biar ndak boros air"
 "nDuk, simbok jadi teringat pesan Sang Begawan Kehidupan, satu kata sederhana saja yaitu l e g a w a"
"Loh trus apa hubungannya Mom, reras alias gugur/luruh/rontok dengan legawa"
"Tumbuhan sedang menjadi guru bagi titah lain untuk legawa menerima perubahan. Reras tanpa protes keras. Bahkan menyuguhkan keindahan. Kepekaan jiwa menuntun setiap kita untuk dapat menangkap pesan yang tersirat. Kehilangan tanpa harus merasa begitu kehilangan"
"Ehm.... Pantesan Tere Liye membuhulnya dalam pesan Daun Yang Jatuh Tak Pernah Membenci Angin" "Pohon tidak berkeras memegang kepemilikan atas daun dan ranting, pun ranting tak pernah membenci angin yang menjatuhkannya dari pohon. Mereka masing-masing legawa melepas kepemilikan sementara"
"Hayook, saatnya menyapu daun-daun berserakan. Daun yang jatuh tak pernah percuma sia-sia. Kita masukkan ke lubang penampungan sampah agar menjadi kompos"