Pesona Banyuwangi pewakil Putra Fajar Pulau Jawa (sunrise of Java) tiada tara. Eksotisme G. Ijen dengan fenomena blue fire. Sebut saja Taman Nasional Baluran, little African in Java. Kemolekan jajaran pantai Selatan. Hingga uniknya kebudayaan lokal khas Osing. Salah satunya: Kopai Osing, nukilan budaya Banyuwangi nan wangi.
Genjah Arum Kearifan Lokal Banyuwangi
Saat berkunjung ke Banyuwangi April tahun lalu, saya minta tolong mbak Maya empunya penginapan untuk menatakan kunjungan ke Sanggar Genjah Arum. "Hwaduh, empunya sanggar tidak membuka papan untuk kunjungan umum" sahutnya.
Esok harinya melalui mbak Magda mendapat khabar dapat diterima di Genjah Arum tengah hari.
Jenis yang kian sulit didapat sehingga harus dilestarikan sebagai kekayaan plasma nutfah padi lokal. Nama yang disematkan ke Sanggar, penanda sang empunya memiliki kecintaan dengan budaya lokal.
Setiawan Subekti, Tester Kopi Tingkat Dunia
"Selamat datang, sangat lama tidak jumpa, rasanya lebih dari seperempat abad lalu" sapa beliau grapyak ramah. Datang ke Banyuwangi tanpa ngopi serasa belum sah, yook coba kopai Osing khas lereng Ijen.Â
Diajaknya kami ngobrol di rumah kopi. Ditepisnya sapaan 'Pak', panggil nama saja. Walah sama tuanya kurang terbiasa njangkar, memanggil nama tanpa sebutan, jadilah sapaan Mas Iwan.
Pecinta seni yang semula kurang suka terlibat dalam agroindustri kopi, menjalankan tugas komando sebagai penerus estafet keluarga kopi. Melalui pendekatan seni semakin terasa ranah pertanian yang 'agriculture', budaya bertanam. Kopi menjadi bagian dari duta seni budaya.
Kopi Osing, Duta Seni Budaya
Kualitas dan taste kopi merupakan resultante dari kinerja pengelolaan di kebun, kemerataan kematangan buah panen. Penanganan buah menjadi biji kopi. Sangrai, menghaluskan serta cara menyeduh menyempurnakan rasa.
Bilas cangkir ataupun wadah seduh dengan air panas sebelum ditaruh bubuk kopi. Agar panas seduhan tidak terserap oleh permukaan dalam wadah dan mengurangi optimalisasi ekstraksi.
Mari nikmati cara minum kopi paling sederhana. Seruput pelan kopi alami tanpa tambahan gula, akan terasa sedikit rasa manis. Selanjutnya terserah mau ditambah gula seberapa, disodorkannya nampan gula dengan pilihan gula pasir ataupun gula semut aren.
Adopsi teknologi pabrikan menjadi industri rumah tangga. Mas Iwan menularkan ilmu memilih buah kopi dengan kematangan seragam. Menyangrai biji kopi dengan ukuran seragam sehingga didapat tingkat kematangan yang seragam. Mari sangrai dengan wajan tanah liat di atas tungku tradisional berbahan bakar kayu. Stop, saat keemasan jelang mencoklat agar tidak terikut aroma gosong.
Kini proses pengolahan kopi model ini menjadi bagian dari agrowisata setempat.
"Biarlah Genjah Arum menjadi tempat menerima para sahabat dan wisatawan silakan langsung menikmati Desa Wisata adat Kemiren," Demikian terang beliau saat saya tanyakan, "Koq tidak membuka sanggar Genjah Arum untuk umum, menjadikan rumah adat menjadi semacam home stay dan areal pajang menjadi gerai kopi?"
Kemasan budaya Osing leluhur masyarakat Banyuwangi lekat dengan proses produksi kopi skala rumah tangga ini. Kedekatan budaya, kehangatan rasa persahabatan antar penyesap kopi diikat dengan slogan once brew we bro, rantai pengikat budaya lampau dan kekinian. Tak sekedar cairan berkafein melewati tenggorokan. Ngopi menjadi bagian dari gaya hidup.
Nukilan Budaya Osing Banyuwangi
"Mana tega, membiarkan rumah adat Osing yang berumur antar generasi hanya menjadi latar foto para pemburu selfie" tutur beliau. Silakan dinikmati, tak melarang mengambil gambar namun tolong sematkan rasa hormat akan rumah adat warisan budaya ini.
Dengan nada hormat beliau menuturkan bagaimana mengumpulkan aneka rumah adat, menatanya dengan konfigurasi tertentu. Menunjukkan itu rumah tertua, yang di sana rumah sedikit lebih muda dengan urutan yang mengagumkan.
Sanggar Genjah Arum bukan hanya sekedar rumah kopi, namun menjadi nukilan budaya Osing Banyuwangi. Gambar yang tersemat di dinding menunjukkan sesiapa yang singgah  termasuk saat Ibu Sri Mulyani berkunjung ke G. Ijen.
Kesenian gandrung, tarian khas Banyuwangi secara berkala digelar. "Awalnya mendatangkan penari mahasiswa ISI" mengembalikan keaslian niat tari gandrung. Tarian ungkapan syukur usai panen, bukan semacam tari 'tayub'. Kalau datang mengabari dulu bisa dipaskan dengan kepyakan gandrung.
Saat mau pamit untuk melanjutkan perjalanan ke TN Baluran menelisik invasi akasia, beliau menahan kami sejenak. Saatnya menyantap kuliner bagian budaya Osing. Nasi tempong dengan rasa khas, sayang penjual pecel pithik sedang libur, terangnya. Harus nyoba loh ya sebelum meninggalkan Banyuwangi.
Disampirkannya selendang batik di bahu kami dengan motif khas Gajah Ngoling dengan sapaan salam sehat selalu. Luar biasa 'Nukilan Budaya Osing Banyuwangi' menisik sepotong siang. Mulai dari racikan kopai, rumah adat, cerita gandrung, kuliner khas hingga selendang Gajah Ngoling.
Terima kasih Mas Iwan sang duta kopi, selamat berkarya selalu menguarkan harum kopi dan kopai Osing.
[Nukilan cerita kecil mengingat kisah beliau mudah ditemui di media massa Internasional, nasional juga majalah di maskapai penerbangan]
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H