Mohon tunggu...
Suprihati
Suprihati Mohon Tunggu... Administrasi - Pembelajar alam penyuka cagar

Penyuka kajian lingkungan dan budaya. Penikmat coretan ringan dari dan tentang kebun keseharian. Blog personal: https://rynari.wordpress.com/

Selanjutnya

Tutup

Hobby Pilihan

Rana Maya dan Rumah Kompasiana

17 November 2018   11:13 Diperbarui: 17 November 2018   15:13 535
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Kompasiana, rumah bersama K'ner berusia 10 tahun. Terbayang bak rumah besar tanpa pembatas masif. Hanya aneka 'rana' partisi penyekat ruangan sebagai gawang pembatas etis dalam olah tulis. Begitukah?

Rana penjaga privasi

Teringat komposisi rumah beberapa dekade lalu. Rumah utama berbentuk bangunan ruang menyatu. Sebagai pembeda fungsi ruang ataupun menjaga privasi digunakan rana.

Rana dalam bahasa Jawa, senada dengan partisi dan sketsel . Bermakna sebagai partisi penyekat ruangan. Pada umumnya terbuat dari kayu dari polosan hingga berukir rumit. Variannya dari anyaman bambu, rotan hingga kain berpigura.

Bersifat portable, mudah dipindahkan, mengubah ruangan menjadi lebih sempit atau bahkan meluas. Bentuknya lebih tipis dari tembok, tidak masif apalagi kedap suara. Bahkan sering membiaskan aktivitas dalam ruangan yang disekatnya.

Rana ini diakui sangat efektif menjadi pembatas. Meski tanpa pintu berkunci, ada keseganan untuk memasuki areal berpembatas rana ini. Semacam kode etik, saru dan ora ilok merambah ruang privasi.

Kini rana lebih bersifat sebagai pembatas estetika. Semisal pembatas di depan kamar mandi. Juga diberbagai fasilitas umum. Aneka corak dengan sentuhan kekinian menjadikan rana sebagai properti cantik.

Rana maya dan rumah Kompasiana

Kompasiana ibarat rumah besar bersama bagi K'ner. Ratusan ribu K'ner berteduh, ada yang singgah sejenak hingga yang menetap. Terjalin interaksi antar penghuni dari friksi hingga cinta lokasi.

Kompasiana menjadi komunitas dunia maya tanpa pembatas masif. Setiap pembaca dapat mengakses tulisan apapun suguhan siapapun. Ibaratnya masuk ke kamar siapapun mengintip hingga menelisik aneka koleksinya.

Peselancar dunia maya dapat mengakses informasi apapun untuk keperluan apapun. Kini keberadaan rana sebagai penyekat hingga penyaring tidak lagi berada di ruangan nyata. Hadirlah rana maya yang bersemayam di ruang hati para pengguna.

Keberadaan pembatas atau 'rana maya' yang ada dalam hati setiap pengguna dunia maya lah yang menjadi gawang etis privasi. Keberadaan rana maya bukanlah bermakna pembatasan eksplorasi namun justru meningkatkan kontrol diri. Inilah pesona dalam silaturahmi maya.

Setiap warga kompasiana memiliki karakter rana maya yang khas. Kepiawaiannya memainkan rana maya menjadikan pribadi berintegritas tinggi. Menjauhi plagiasi, check recheck informasi, menenggang perbedaan pendapat adalah buah seni rana maya.

Belajar di rumah Kompasiana

Awal mengenal dan membaca kompasiana cukup lama. Senang menikmati aneka postingan dari para penulisnya. Berawal dari pembaca 'diam'. Tergelitik menyapa para sahabat yang menulis melalui kolom komentar bersyarat harus terdaftar. Penanda di K menunjukkan bergabung 26 Februari 2015.

Lebih dari setahun kemudian baru setor tulisan perdana bertajuk Sedulur Sikep Sukolilo Pati, 23 Okt 2016. Dengan naifnya hanya menulis tanpa aksi lanjutan apapun. Tulisan berikutnya, Festival Sega Wiwit Simbol Syukur Damai,  19 Nov 2016, dibesut editor dilabeli HL, tanpa saya tahu makna empiriknya.

Bak postingan berkala, hanya kala-kala menulis rentang bulanan hingga mingguan. Produktivitas menggeliat saat Kompasiana menggelar program Ramadhan. Sadar tak mampu mengikutinya lajunya. Ikut memaksa diri menulis, Mei 2018 lumayan half article one day, weladalah. Lalu kembali meredup.

Sejak bergabung di K, baru 74 postingan. Produktifitas menulis yang kempis-kempis. Editor melabeli 68 postingan dengan pilihan dan 42 sebagai artikel utama. Usai posting artikel ke 61, editor menyawer selendang biru. Memaknai pelabelan dan saweran warna adalah bonus, utamanya menulis menunda pikun.

Suka cita besar bergabung di Kompasiana adalah berkesempatan 'menggiring' para teruna kebun untuk bersama belajar menulis. Kompasiana menjadi 'mitra paksa' mengawal mereka. Mozaik kata teruna kebun menjadi bagian prasasti belajar menulis bersama itu menyenangkan yang difasilitasi Kompasiana.

Suka cita lain adalah terhubung dalam keluarga rumah bersama Kompasiana. Interaksi dengan sesama K'ner terasa akrab. Kompasiana menjadi rumah belajar bersama. Serasa padepokan berumah besar tanpa sekat. Rana maya tersemat di hati masing-masing warganya.

Nah, bagi warga keluarga besar rumah bersama Kompasiana, Dirgahayu ke 10 Kompasiana. Selamat berekspresi di dunia maya dengan melibatkan pesona rana maya.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hobby Selengkapnya
Lihat Hobby Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun