Mohon tunggu...
Suprihati
Suprihati Mohon Tunggu... Administrasi - Pembelajar alam penyuka cagar

Penyuka kajian lingkungan dan budaya. Penikmat coretan ringan dari dan tentang kebun keseharian. Blog personal: https://rynari.wordpress.com/

Selanjutnya

Tutup

Nature Artikel Utama

Mengenal Gandum Tropika dan Kirab Panen

13 September 2018   19:20 Diperbarui: 17 September 2018   06:57 2148
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
empat unsur alam tanah-air-api-angin (dok pri)

Sayuran menjadi emas hijau tumpuan harapan masyarakat Kecamatan Getasan, Kabupaten Semarang.

Gunungan sayur (dok pri)
Gunungan sayur (dok pri)
Dalam pewayangan, gunungan menduduki peran sentral sebagai penanda pembuka dan berakhirnya pagelaran, tancep kayon. Gunungan berhiaskan simbol flora dan fauna, kiasan kesatuan ekosistem penunjang kehidupan. Rusaknya ekosistem menjadi penanda rusaknya kehidupan.

Bagi masyarakat gunung, kata gunung selalu memiliki daya pesona yang khas. Secara fisik kegagahan gunung menimbulkan rasa aman, 'berlari ke gunung' sering diungkapkan sebagai penanda gunung sebagai benteng perlindungan. Pemazmur yang menyeru "Allahku, gunung batuku" bermakna alegoris (kias) yang berarti, Allah tempat perlindunganku. Gunung dipergunakan dalam kiasan tempat berlindung.

Puncak gunung yang senantiasa menengadah mengajarkan pada titah untuk senantiasa menengadah dalam doa dan syukur. Badan gunung tak lelah memberikan dirinya sebagai sarana kehidupan kesejahteraan umat bersama. Kaki gunung dengan kuat mencengkeram bumi agar kuat menyangga kehidupan meneladankan kekuatan pengetahuan dan kerendahhatian.

Gunungan sayur juga mengingatkan kepada peneliti gandum untuk semakin kreatif merakit teknologi yang mengintegrasikan gandum dengan sayur. Meramunya menjadi elemen kesejahteraan masyarakat. Gunungan sayur merangkum pengakuan bahwa "Takut akan TUHAN adalah permulaan pengetahuan, ...."

Berduyun-duyun peserta kirab mengiring gunungan sayuran. Setiap warga sivitas akademika mengambil bagian dalam pengucapan syukur ini. 

Aneka wujud persembahan dibawanya sebagai perlambang bahwa setiap talenta dan kemampuan akan diracik menjadi persembahan bagi Ibu Pertiwi yang penuh kasih. Rangkaian buah yang disangga meneladankan bahwa hidup harus berbuah, buah sebagai identitas diri dan buah yang dapat dinikmati oleh sesama.

Kirab Wiwit Panen Gandum, mengisyaratkan kepada kita bahwa bertani adalah membangun relasi, relasi manusia dengan Sang Pencipta, antar sesama titah ngaurip serta relasi dengan alam. Indahnya berbagi, tertata dalam harmoni keselarasan. Ayo sungkem mring Ibu Pertiwi... selaras dengan gending Ketawang Ibu Pertiwi.

Gandum dan pangan lokal

Panen gandum di Getasan (dok pri)
Panen gandum di Getasan (dok pri)
Setiap kami berbicara tentang gandum, muncul harapan dan pertanyaan, mampukah gandum bersaing dengan padi dan sayur? Mengapa ya harus bersaing... Angan kami, bila budaya konsumsi pangan berbasis tepung ini diramu dengan sumberdaya lokal Nusantara.

Aneka sumber pangan kaya tepung dioptimalkan. Gandum menjadi bagian dari mata rantai penyambungnya. Jadi bukan masalah ganti mengganti. Semisal optimalisasi pangan berbasis MOCAF, modified cassava flour, si tepung ubi kayu. Ataupun tepung talas dan ubi-ubian yang lain.

Beberapa daerah mengandalkan pangan berbasis tepung jagung. Bila Amerika Selatan bangga dengan pangan tepung jagung semisal tortilla, mengapa kita harus menyeragamkan pangan? Begitupan pada daerah dimana bumi pertiwi menyediakan bahan pangan yang lain, mari optimalkan menjadi sarana kesejahteraan.

Mari bersyukur atas ibu pertiwi yang paring boga atau memberi kecukupan pangan selaras dengan alam budaya. [Narasi kirab..... sebagai apresiasi atas olah tenaga pikir para teruna kebun. Selamat berkarya...]

Catatan: sebagian narasi ini, pernah menjadi bagian dari tulisan di Majalah Manager Scope.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Nature Selengkapnya
Lihat Nature Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun