Mohon tunggu...
Suprihati
Suprihati Mohon Tunggu... Administrasi - Pembelajar alam penyuka cagar

Penyuka kajian lingkungan dan budaya. Penikmat coretan ringan dari dan tentang kebun keseharian. Blog personal: https://rynari.wordpress.com/

Selanjutnya

Tutup

Foodie Artikel Utama

Kuliner Khas Gunung Kidul, Potret Kedaulatan Pangan Lokal

14 Agustus 2018   21:45 Diperbarui: 15 Agustus 2018   08:35 1409
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Kacang benguk (Dokumentasi pribadi)

Setiap daerah memiliki kekhasan kuliner, begitupun Kabupaten Gunung Kidul. Sebut saja sega abang dengan jangan lombok, kombinasi nasi merah dengan sayur tempe rasa super pedas berkuah santan yang ngangeni. 

Gatot berpasangan dengan tiwul yang memiliki sejarah panjang. Atau yang lebih sensasional walang goreng yang identik dengan kuliner ekstrim.

Menikmati sepiring nasi merah dengan sayur jangan lombok, brongkos campuran tahu-kacang merah-kulit melinjo, trancam dan gudeg daun pepaya. Mendapat asupan protein dari lauk ikan wader, entung jati bahkan walang goreng. 

Setiap suapan adalah luapan dari syukur atas berkat hari ini, berpadu dengan kearifan lokal khas Gunung Kidul yang berkolaborasi meracik kedaulatan pangan lokal. Mari simak alur pikirnya.

Pangan sumber karbohidrat di Gunung Kidul

Bentang alam Kabupaten Gunung Kidul bersifat khas. Formasi jajaran bukit seribu yang berasal dari proses pengangkatan dasar laut. Sifat bahan induk tanah batuan gamping yang tak mampu menyimpan air hujan di permukaan namun meloloskannya ke daerah bawah tanah menjadi air bumi. Akibatnya permukaan bumi terasa gersang terutama di musim kemarau.

Hamparan sawah terbatas. Hanya ceruk sempit diantara tonjolan bukit yang mampu menampung air untuk padi sawah. Selebihnya adalah padi ladang dan hamparan utamanya adalah jagung dan ubi kayu. Data kuantitatif yang diambil dari Gunung Kidul dalam angka 2017, disajikan pada tabel berikut.

Pangan sumber karbohidrat Gunung Kidul (diolah dari Kab Gunung Kidul dalam angka 2017)
Pangan sumber karbohidrat Gunung Kidul (diolah dari Kab Gunung Kidul dalam angka 2017)
Masyarakat Gunung Kidul pandai bersyukur. Saat bertelut memohon, berilah makanan hari ini yang secukupnya, lantunan pinta tanpa syarat dengan mengolah hasil bumi yang ada. 

Tak heran sepiring nasi pulen dari hasil sawah, ataupun nasi ladang gogo merah sama lezatnya dengan nasi jagung. Sega tiwul berbahan dasar tepung dan gatot asal gaplek singkong kering memiliki sejarah panjang pemenuh karbohidrat masyarakat.

Singkong adalah andalan hasil bumi sumber pangan lokal. Penanganan pasca panen singkong untuk penyimpanan persediaan musim paceklik (sulit pangan) yang paling tua dengan cara kupas jemur kering yang disebut gaplek. Teknologi olahan lanjut dari gaplek yang paling awal dibuatlah tiwul maupun gatot. Jadilah tiwul maupun gatot yang melekat dengan Gunung Kidul.

Gatot-tiwul-walang goreng khas Gunung Kidul (Dokumentasi pribadi)
Gatot-tiwul-walang goreng khas Gunung Kidul (Dokumentasi pribadi)
Saat kini era pariwisata sebagai penggerak ekonomi setempat makin marak, masyarakat Gunung Kidul tak melupakan akarnya. Menghargai kearifan lokal melalui pangan lokal dan mengemasnya menjadi bagian dari daya pikat wisata. Berjajar kuliner yang menjajakan sumber karbohidrat lokal.

Pangan sumber protein hewani di Gunung Kidul

Menarik untuk dikaji pangan sumber protein hewani di Gunung Kidul. Untuk subsektor peternakan, pada tahun 2016 tercatat populasi ternak besar dan sedang yaitu sapi potong, kambing dan domba masing-masing sejumlah 148.586 ekor, 175.767 ekor dan 11.983 ekor. 

Sementara pada kategori unggas, jumlah ayam kampung, ayam petelur dan ayam pedaging masing-masing sejumlah 1.113.152 ekor, 241.443 ekor dan 1.498.857 ekor.

Produksi perikanan budidaya di Kabupaten Gunungkidul total mencapai 9.611, 34 ton. Sebagian besar dihasilkan dari budidaya ikan di kolam. Penampungan air hujan yang juga dimanfaatkan untuk budidaya ikan menyediakan  pangan lokal menjaga kecerdasan anak bangsa wilayah Gunung Kidul.

Tak cukup dari ternak dan ikan. Wilayah gunung gamping yang menjadi habitat hutan jati juga menyediakan sumber lauk protein hewani. Setiap musim hujan, daun jati yang rimbun menyediakan makanan bagi ulat jati. 

Layaknya metamorfose sempurna, ulat akan menjadi kepompong dan entung jati yang lazim disebut ungker menjadi salah satu sumber protein bagi warga seputar hutan jati termasuk warga Gunung Kidul.

Walang goreng bersama entung jati. Keduanya menjadi kuliner semi ekstrim eksotik yang menjadi penciri Gunung Kidul. Bagi beberapa orang perlu diwaspadai karena ada yang bersifat alergi terhadap pangan ini. 

Alam Gunung Kidul membuat masyarakatnya kreatif. Bersyukur atas berkat pangan melalui sumberdaya lokal, walang dan entung jati.

Pangan sumber sayur di Gunung Kidul

Masih dari sumber Gunung Kidul dalam angka 2017, sayuran yang dibudidayakan meliputi bawang merah, cabai dan petsai, bayam, kangkung, terong, mentimun. Selain tentunya sayuran lokal semisal kecipir yang mampu tumbuh di lahan kering.

Hal menarik, Gunung Kidul juga produsen emping mlinjo. Data menunjukkan jumlah mlinjo tercatat sebanyak 117 587 pohon dengan produksi 35 029 kuintal buah. Hasil pengupasan buah menjadi biji menghasilkan limbah kulit buah mlinjo yang menjadi bahan sayur semisal dalam kuliner brongkos Gunung Kidul. Kreativitas mengoptimalkan sumber daya pangan yang ada.

Kacang benguk (Dokumentasi pribadi)
Kacang benguk (Dokumentasi pribadi)
Tanaman kacang koro benguk juga tumbuh subur di lahan. Pada saatnya dulu, masyarakat setempat terampil mengolahnya menjadi sumber pangan yaitu tempe. Kini lagi marak dikembangkan pencampuran kacang koro benguk dan sumber kacang-kacangan lokal dengan kedelai untuk pembuatan tempe untuk mengurangi beban target kedelai nasional.

Kuliner lokal potret kedaulatan pangan lokal

Penyediaan pangan nasional sudah semestinya mewadahi kedaulatan pangan lokal. Pangan lokal yang mengakomodasi kebiasaan setempat yang bertumpu pada keragaan sumberdaya setempat. 

Kebiasaan lokal yang dibangun dari pengetahuan lokal dan membentuk kearifan lokal yang luhur. Penyediaan pangan yang berkelanjutan karena bersandar pada pilar pertimbangan ekonomi, sosial budaya setempat pun kelestarian alam.

Sega abang alias nasi merah plus jangan lombok, tempe masak pedas baik tempe kedelai maupun tempe biji petai cina pada beberapa daerah. Tiwul dan gatot dari gaplek singkong. Bahkan walang goreng, semuanya paduan pangan lokal sendi awal dari kedaulatan pangan lokal.

Nusantara yang kaya dengan kekayaan alam dan budaya setempat pastinya juga kaya dengan pangan lokal. Pangan lokal yang mendukung pencapaian kecukupan pangan nasional. Semoga.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Foodie Selengkapnya
Lihat Foodie Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun