Mohon tunggu...
Suprihati
Suprihati Mohon Tunggu... Administrasi - Pembelajar alam penyuka cagar

Penyuka kajian lingkungan dan budaya. Penikmat coretan ringan dari dan tentang kebun keseharian. Blog personal: https://rynari.wordpress.com/

Selanjutnya

Tutup

Kurma Pilihan

"Prepekan" dan "Mipik" dalam Kenangan Ramadan

3 Juni 2018   21:02 Diperbarui: 3 Juni 2018   21:22 1099
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Kosa kata yang tak lekang dari kenangan ramadan adalah prepekan dan mipik. Prepekan menunjukkan mepetnya tenggat waktu, membludagnya pembelanja jelang hari lebaran. Mipik, awalnya sebutan pada kegiatan membeli pakaian baru dari baju, sepatu hingga perhiasan, kini diperluas menjadi perabot rumah tangga hingga kendaraan. Kegiatan prepekan dan mipik sering berlangsung bersamaan.

Prepekan dan mipik kenangan masa kecil

Bagi kami, bulan Ramadan masa kecil di lereng Barat G. Lawu sungguh berkesan. Pagi buta hingga usai subuh, iringan obor yaitu lentera dari buluh bambu bersumbu berisi minyak tanah sudah mulai. Iring-iringan dari kelompok kecil hingga rombongan ramai dari desa menuju pasar Kecamatan yang lumayan jauh. Bapak Ibu sering membangunkan kami untuk menikmati iring-iringan yang melewati jalan di depan rumah.

Variasi iring-iringan yang menarik. Ada yang menuntun kambing, mbeekk...mbeekk.. Ada nada kwek kwek dan suara ayam dari rombongan ibu-ibu menggendong tenggok/bakul  berisi itik atau ayam. Tepatlah sebutan rajakaya, ternak yang menjadi cadangan, tabungan yang akan dijual saat membutuhakan uang tunai.

Beberapa lelaki memikul hasil bumi untuk dijual dan mipik baju baru bagi anak-anaknya. Keriuhan yang menularkan kegembiraan, berjalan berombongan sambil bercerita. Sering juga diikuti oleh para kanak-kanak yang akan dibelikan pakaian, kan pemakai harus mencoba biar pas. Saat itu belum terlalu umum ukuran S, M, ataupun L.

Setelah terang tanah rombongan yang lewat berbeda ragam, dengan jinjingan yang lebih ringkas dan diiringi oleh anggota keluarga yang mudik dari kota. Karena sudah terang beberapa langsung menyapa kami, "mangga Mas Mantri...." Pemuda yang lebih rapi gaya kota-pun menyalami Bapak sambil mengabarkan pekerjaannya di kota.

[Di desa kala itu, Bapak yang bekerja sebagai guru disapa Mas Mantri Guru...bukan mantra suntik loh] Entah mengapa saat itu kami tidak pernah tertarik mengamati perarakan baliknya, mipik apa saja dari prepekan pasar.

Tradisi prepekan sangat khas. Aturan hari pasaran sesaat dilanggar, karena selama sepekan adalah hari pasar dari Pon, Wage, Kliwon, Legi, Pahing sama saja ramainya. Biasanya setiap pasar memiliki hari pasaran-nya sendiri. Di Solo masih ada nama Pasar Pon, Pasar Legi dan Pasar Kliwon.

Kalau kami kecil bertanya kepada Bapak dan Ibu mengapa orang mipik di masa prepekan, bukankah pasarnya sangat penuh? Beliau menjawab bahwa pertama Kanjeng Nabi belum marengake (mengizinkan) dan kedua, kurang ilok berbelanja saat anggota keluarga yang jauh belum datang.

[Baru kemudian setelah kami agak besar dijelaskan, bahwa hakekat ibadah puasa ada pada bagian pengendalian diri. Pun uang yang dipergunakan saat belanja menunggu dari anggota keluarga yang mudik dari boro di kota besar. Ooh..begitu... Atau kini yang dimaknai dengan pemerataan? Mencari rezeki di kota dan membelanjakannya di daerah]

Prepekan dan mipik ala kami

Apakah kami kecil tidak terhisap pada gerakan mipik dan prepekan? Woo bisa geger bila tidak.... Memasuki bulan puasa Ibu mulai dengan acara tersebut. Meteran menjadi senjata beliau menenangkan kami, rasanya kami sudah nyicil ayem bila diukur lingkar pinggang, panjang rok...padahal tahu tidak selalu ditindaklanjuti dengan dibuatkan pakaian baru.

Bila ibu membuatkan baju baru selalu sedikit lebih longgar, sedikit lebih panjang alias sekian nomer diatas ukuran kami sehingga bisa dipakai lumayan lama. Pembuatannyapun tidak selalu bersamaan antar kami kakak beradik. Loh berarti lebaran tidak selalu baju baru dong,kan bisa menggunakan baju yang tahun lalu sedikit kepanjangan.

Ooh mana tega Ibu melakukan hal tersebut pada kami pangeran dan bidadari kesayangan beliau..... Ini dia kiat beliau, untuk pakaian polos tahun berikutnya ibu menambahkan aplikasi dari potongan kain bermotif dan menempelkannya dengan tusuk feston, untuk baju bermotif...tambahkan sedikit pita atau renda.

Olala tampil dengan gaya baru stok lama. Ada pula blus saat ibu muda dirombak menjadi rok terusan kami yang bergaya modis. Untuk adik yang putra, Ibu perlu lebih putar gaya karena tak semudah menyiasati busana putri.

Prepekan dan mipik ala kini

Meski beda zaman beda cara namun gaya prepekan dan mipik tetap hidup. Peningkatan keramaian mall, pekan diskon, belanja secara on line menjadi bagian prepekan dan mipik ala kini. Mipik kini tidak hanya untuk baju namun perangkat pakaian/fesyen total seperti maraknya pembeli di toko emas, maupun perabot rumah tangga hingga kendaraan.

Apapun gayanya, tujuan utama menuju hati yang fitri selalu menjadi pandunya. Bagaimana gaya prepekan dan mipik keluarga dan lingkungan sahabat Kompasiana? Salam

Kenangan keceriaan Ramadan yang juga disajikan di blog di sini.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kurma Selengkapnya
Lihat Kurma Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun