Mohon tunggu...
Suprihati
Suprihati Mohon Tunggu... Administrasi - Pembelajar alam penyuka cagar

Penyuka kajian lingkungan dan budaya. Penikmat coretan ringan dari dan tentang kebun keseharian. Blog personal: https://rynari.wordpress.com/

Selanjutnya

Tutup

Inovasi Pilihan

Simfoni Tonggeret di Bulan Maret dan "Smart Farming"

14 Maret 2018   12:09 Diperbarui: 14 Maret 2018   12:11 917
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Salah satu kemewahan di bulan Maret adalah suguhan simfoni tonggeret gratis hampir sepanjang hari. Sejak beberapa hari lalu atmosfer sekitar rumah dan kebun dipenuhi demo akustik yang indah, harmoni nada dari paduan suara tonggeret atau garengpung (Jawa). Ditelinga saya bunyinya terdengar uir .... uir....uir....atau ier ..ier...ngier...ngier....Dinamika suara dari pagi hingga malam sangat bervariasi, keras menggeletar penuh semangat di pagi hari, sementara di sore hingga malam hari terdengar melembut mendayu. Pesan alam apakah yang hendak diwartakannya?

Pranata Mangsa Membaca Tanda Alam dan Smart Farming

Menurut pranata mangsa (bahasa Jawa prantmngs, berarti "ketentuan musim") versi Kasunanan yang berlaku untuk wilayah di antara Gunung Merapi dan Gunung Lawu, saat ini berada di musim kasanga (ke 9) atau Jita, mangsa rendheng -- pangarep-arep, dengan rentang waktu 1-25 Maret atau juga disebut mangsa mareng menuju peralihan ke musim kemarau. Sebagai candra penciri adalah wedharing wacn muly ("munculnya suara-suara mulia" yaitu beberapa hewan mulai bersuara untuk memikat lawan jenis). Tanda-tanda alam sebagai tuntunan bagi petani adalah padi berbunga; jangkrik mulai muncul; tonggeret dan gangsir mulai bersuara, banjir sisa masih mungkin muncul, bunga glagah berguguran.

Pranatamangsa merupakan kekayaan kearifan lokal, membaca dan memaknai tanda-tanda alam dan menjadikannya sebagai ketentuan/tuntunan/pedoman aktivitas yang bergantung pada kondisi alam seperti kegiatan bertani secara alami. Ketentuan tersebut bersifat lokal/regional dan temporal karena sangat dipengaruhi oleh kosmografi dan klimatologi setempat. Hampir setiap daerah memiliki semacam pranatamangsa ini, Bali yang kental dengan budaya dan pertanian memiliki Kerta Masa.

Secara internasional, etnik Jerman mengenal Bauernkalendar atau "penanggalan untuk petani". Negara Jepang dan petani di Australia juga menganut tanda-tanda alam untuk aktivitasnya. Perubahan iklim global yang dipacu oleh pemanasan global juga 'mengacaukan' pertanda alam sehingga untuk ketepatannya pranatamangsa-pun perlu di'set' ulang dengan perubahan-perubahannya.

Pendekatan smart farming salah satunya penerapan precision agriculture berprinsip memadukan seluruh komponen iklim, data tanah untuk efisiensi input dan optimalisasi produksi melalui rakitan sistem nformasi. Bukankah petani kita juga sudah tanggap membaca tanda-tanda alam untuk mitra beragroindustri? Keriuhan tonggeret di bulan Maret menjadi salah satu komponen smart farming.

Garengpung Tak Ingkar Janji

Ngier...ngier....ngier....Wah pesta audisi tonggeret jantan memikat si betina melalui keunggulan suaranya demi meneruskan siklus kehidupan hingga akhir jaman. Seruan ngier...ngier di bulan Maret meriuhkan kebun seputar kami. Ooh saatnya untaian butir hujan segera meninggalkan bumi. Penanda datangnya mangsa mareng peralihan musim penghujan ke kemarau telah hadir. Garengpung bagian satwa duta pewarta kemarau membabar suara ngier...ngier

Menurut Wikipedia garengpung atau uir-uir (Jawa), cengeret (Sunda) adalah nama lain dari tonggeret. Tonggeret meliputi segala jenis serangga anggota subordo Cicadomorpha, ordo Hemiptera. Kelompok serangga ini hidup di daerah beriklim sedang hingga tropis, memproduksi suara nyaring dari pepohonan dan berlangsung lama. Banyak nama untuk Tonggeret. Di negara Jepang disebut Semi, di Perancis disebut Cigale, di Spanyol disebut Cigarre

Tak pernah bosan, warsa demi warsa, tahun demi tahun mengulang siklus dari mangsa kasanga ke mangsa kasepuluh. Ibarat wedaring wacana mulya hingga gedhong minep jroning kalbu, tanda-tanda alam yang tak lekang dimakan zaman. Meski ada pergeseran musim ikutan perubahan iklim (climate change) pengetahuan dan kearifan lokal tetap menyertai peradaban manusia.

Sungguh elok sempurna penyelenggaraanNya, garengpung serangga tanah menjadi aba-aba masyarakat agraris menyiapkan masa menipisnya hujan ke masa garangnya surya. Pernah juga ada masa garengpung merasakan galau, ngier...ngier tanda digelar, namun derasnya hujan tiada berkurang, kembali ngier...ngier dikumandangkan laksana orkestra, sang hujan tetap mengguyur seperti pola hujan di tahun 2010. Kapokkah garengpung menggelar tanda, mengisyaratkan usainya musim penghujan? Ternyata tidak, yah garengpung tak ingkar janji membabar warta kemarau.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun