Mangsa Kalima
Setiap musim mempersembahkan keelokannya masing-masing, begitu wejangan para sepuh. Seperti saat ini di jelang akhir Oktober, berdasarkan prisma pranata mangsa berada di rentang masa kalima antara 13 Oktober hingga 9 Nopember, episode terakhir dari mangsa semplah atau periode putus asa/harapan.
Bagaimana karakter masa kalima di rentang Oktober hingga 9 Nopember? Mangsa ini disebut dengan manggakala, dengan mangsa utama labuh-semplah. Labuh merujuk pada awal musim penghujan, periode putus harapan hampir berakhir dengan datangnya musim hujan. Sebagai candra masa ini adalah Pancuran Mas Sumawur ing Jagad (pancuran emas menyirami dunia).
Sebagai penciri adalah mulai ada hujan besar. Hujan menumbuhkan tunas muda pohon asam Jawa, hujan membangunkan tanaman empon-empon semisal lempuyang dan temu kunci menyembulkan tunasnya. Hujan juga mengusik laron keluar dari sarangnya. Betapa cermat leluhur kita mengamati dan niteni pertanda. Masa ini menjadi penanda saatnya petani mulai memperbaiki selokan di pinggiran sawah, saatnya benih mulai disebar.
Hujan dilambangkan sebagai emas, berkah yang sangat berharga. Menghidupkan tanah gersang, mencukupkan kesediaan pangan. Sekaligus pengingat bahwa di sisi berkah ada tanggung jawab karena hujan juga bisa menjadi pengungkit bencana seperti pada masa kapitu antara akhir Desember hingga awal Pebruari yang dicandra Wisa kentir ing maruta (racun hanyut bersama angin) banyak terjadi penyakit yang ditandai dengan hujan deras dan potensi sungai banjir.
Leluhur kita mempergunakan penanda alam untuk melaksanakan kegiatannya, bermitra dengan alam untuk mengelolanya demi kesejahteraan bersama. Apakah tatanan ini kini sudah usang? Bagaimana perubahan iklim global mempengaruhi tatanan ini? Kalau leluhur kita mempergunakan pendekatan pengamatan, ilmu titen dan mengimplementasikannya dalam kegiatan berolah bumi, bukankah pendekatan ini masih tetap relevan dengan kekinian? Tentunya yang berbeda adalah ketersediaan data maupun metodenya yang mestinya kekinian sesuai dengan gaya zaman now. Pun ada kalanya manusia tidak hanya menyelaraskan diri dengan alam namun memodifikasi lingkungan mikro sesuai dengan kepentingan, tentunya dengan tetap menempatkan diri manusia sebagai bagian dari alam.
Pancuran Mas Sumawur ing Jagad (pancuran emas menyirami dunia)
Bagi saya pribadi masa kalima dengan candra Pancuran Mas Sumawur ing Jagad (pancuran emas menyirami dunia) selalu menghadirkan nuansa khas. Saat penduduk bumi belahan Utara khatulistiwa riuh menyambut musim gugur, mari sempatkan mengamati lingkungan sekitar kita.
Periode ini adalah saatnya pohon Angsana atau Sonokembang (Pterocarpus indicus) yang banyak ditepian jalan raya menyembulkan mahkota kuningnya. Dari kerimbunan hijau atau bahkan ranting meranggasnya muncul kuncup bunga. Seiring waktu terjadi perubahan dari hijau kekuningan lalu kuning kehijauan hingga kuning merona keemasan.
Salatiga, 25 Oktober 2017