Petani melintas di Candi Dwarawati (dok pri)
Dieng dikaruniai alam yang subur, mari tengok ladang-ladang tak henti mempersembahkan hasil bumi salah satunya berupa sayuran bagi kita. Petani dengan riang mengayunkan cangkul menebar benih dan akhirnya memanen umbi maupun biji. Keseimbangan bergulir. Pembeli selalu ingin mendapatkan barang berlimpah dengan harga nan murah. Hasil bumi berupa kentang, carica, terong Belanda maupun kacang Dieng merupakan sebagian kekhasan Dieng.
Terong Belanda dan Kacang Dieng di sekitar Candi Dwarawati (dok pri)
Telaah data menunjukkan produktivitas kentang di daerah ini kurang dari 16 ton per hektar, sementara di sentra produksi daerah lain mampu mencapai hingga 20 ton. Untuk menggenjot produksi terjadi peningkatan luas areal penanaman yang cukup signifikan.
Ladang kentang dan Carica di sekeliling Candi Dwarawati (dok pri)
Petani semakin giat mengolah bumi, mengayun cangkul lebih dalam dan berpeluang melukai bumi yang pada gilirannya mengancam keselamatan lingkungan termasuk manusia. Mari tengok betapa perbukitan yang melingkupi kawasan Dieng semakin gundul. Lereng yang curam berpadu dengan curah hujan tinggi siap menggulirkan tanah dari lereng atas ke lereng bawah melalui erosi bahkan longsor.
Pemukiman yang semakin mendekati Candi Dwarawati (dok pri)
Begitupun perluasan pemukiman. Bila dulu Candi Dwarawati menyendiri di tengah hamparan ladang petani, kini pemukiman beberapa berupa
home stay untuk memenuhi kebutuhan penginapan pengunjung semakin mendekati candi. Semoga pengunjung sekian tahun mendatang tidak mendapati lokasi Candi Dwarawati di tengah pemukiman ya. Biarkan Candi Dwarawati melaksanakan fitrahnya menemani para petani di ladang, layaknya Kresna raja Dwarawati mendampingi Pandawa. Pemaknaan kearifan lokal menjaga hijaunya bumi.
Keberadaan Candi Dwarawati seolah mengingatkan petani dan kita semua pemegang mandat pemelihara bumi bahwa di sisi berkah melimpah ada tanggung jawab memelihara alam. Lestari alam hijau kita.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H
Lihat Inovasi Selengkapnya