Menghadiri perhelatan pernikahan di tempat kerabat, menikmati rangkaian acara adat sungguh menarik. Salah satunya adalah acara bladahan yang bermakna membuka sekat-sekat ruangan yang dilanjutkan dengan menata tarub, pemasangan bleketepe berupa anyaman bambu hingga pasang tuwuhan. Budaya rangkaian upacara pengantin sungguhlah lengkap dan kaya simbol makna. Pemakaian tuwuhan alias tumbuhan aneka jenis merupakan rangkaian doa agar sang pengantin tuwuh, tumbuh dan berkembang sesuai hakekatnya memenuhi bumi. Ada satu jenis daun yang memikat perhatian saya yaitu daun kluwih.
Daun kluwih dan kata luwih (berlebih) memiliki kesamaan bunyi di akhir kata atau guru lagu yang sama. Penggunaan daun kluwih dalam rangkaian tuwuhan memiliki makna, lantunan doa orang tua mengiringi bahtera kehidupan ananda kedua mempelai agar sepanjang kehidupannya diberkati rezeki yang berlebih atau luwih. Berkat berupa kekayaan secara fisik, kesehatan bahkan kekayaan jiwa yaitu ilmu yang mumpuni. Kecukupan yang tidak hanya untuk dinikmati sendiri namun juga mengalir kepada lingkungan sekitarnya. Sungguh doa dalam sehelai daun kluwih.
Pohon kluwih di pekarangan
Mengamati pekarangan di pedesaan dengan aneka jenis tanaman sungguh meneduhkan. Salah satu tanaman yang dapat dijumpai adalah pohon kluwih (Artocarpus camansi). Pada umumnya posisi pohon kluwih adalah di samping ataupun belakang pekarangan, jarang sekali yang berada di halaman. Konon kurang pas menanam pohon kluwih di depan rumah, sebagai penjabaran bahwa kelebihan tidak untuk ditonjolkan atau dipamerkan.
Pemaknaan kini dan ekologis, kalau pohon kluwih dengan diameter batang yang cukup besar dan ketinggian belasan meter ditanam di depan rumah, bukankah akan menghalangi sinar matahari, meningkatkan kelembaban halaman? Lagipula dengan penanaman pohon kluwih di halaman belakang yang biasanya lebih luas juga lebih dekat dengan lokasi dapur di bagian belakang rumah. Air hujan yang ditahan oleh tajuk pohon kluwih secara perlahan akan dikembalikan ke bumi mengisi tabungan air tanah, memperlama siklus air hijau (green water).
Kluwih dan kedaulatan pangan
'Masak apa budhe'
'Masak lodeh kluwih nih, mau"
'hwaduh koq lodeh kluwih. nDeso loh, la mbok ya soup asparagus'
Ah masak, benarkah lodeh kluwih beraura ndeso ketimbang soup asparagus? Bukankah dalam kedaulatan pangan setiap warga berhak menata jenis pangannya sendiri. Ada keragaman tercakup, potensi lokal yang didayagunakan secara maksimal yang pada gilirannya memperkokoh ketahanan pangan. Pohon kluwih menjadi bagian dari tabungan keluarga, hasilnya sesekali dapat dijual untuk memenuhi kebutuhan keluarga. Kluwih menopang kedaulatan pangan.
Kluwih dan tanaman obat
Manfaat air rebusan daun kluwih untuk fungsi obat herbal banyak dilansir media masa. Ekstrak daun kluwih dimanfaatkan sebagai antidiabetes dengan efek hipoglikemik. Flavonoid dalam daun kluwih diduga mampu meminimalkan defisiensi insulin melalui regenerasi sel-sel  pankreas yang rusak. Kabar baik bagi penderita diabetes meliatus (DM).
Zaman dulu, saya suka mencari kembang kluwih lalu dijemur. Sore hari dinyalakan dan asapnya mampu mengusir nyamuk. Kesamaan fungsi menjaga kesehatan namun beda kiprah kerja.
Kluwih dan etnobotani
Salah satu cabang botani (ilmu tentang tumbuhan) adalah etnobotani, yang memuat sisi etnologi yaitu kajian tentang budaya. Bagaimana tumbuhan dipersepsikan oleh masyarakat lokal, sisi kemanfaatan dalam ritual maupun obat-obatan. Semisal, postingan ini adalah sisi dangkal dari kedalaman etnobotani kluwih.Â
Kembali pada elemen daun kluwih dalam rangkaian upacara adat pengantin, semakin kagum dengan kearifan lokal nenek moyang yang merajut doa dalam sehelai daun kluwih. Pengejawantahan etnobotani dalam keseharian.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H