Puri Samura yang menakutkan. Ditinggalkan selama beberapa dekade, tempat ini menjadi tempat yang dihindari penduduk setempat dengan segala cara, karena mereka percaya bahwa tempat ini dikutuk oleh roh-roh dari masa lalunya yang dipenuhi dengan dendam.
Di sudut terpencil di pedesaan, jauh di dalam hutan lebat, berdiriCerita dimulai ketika sekelompok remaja petualang, yang ingin menguji keberanian mereka, memutuskan untuk bermalam di Puri Samura. Mereka telah mendengar kisah-kisah mengerikan tentang keangkerannya, namun menganggapnya sebagai takhayul belaka, dan yakin bahwa mereka cukup berani untuk menghadapi apa pun yang ada di depan mata.
Saat matahari terbenam pada malam yang menjadi hal yang menentukan itu, memberikan bayangan panjang di antara pepohonan, para remaja mendekati rumah besar yang menjulang tinggi itu dengan gentar. Dinding yang tertutup dedauan merambat, jendela-jendela yang pecah, dan gerbang besi yang ditempa begitu megah menyambut mereka. Tanpa ragu, mereka mendorong pintu gerbang yang berderit itu dan melangkah masuk ke dalam kegelapan yang dingin dan terasa suram.
Di dalam, udara terasa berat dengan rasa takut yang tak tergoyahkan. Papan-papan lantai berderit karena beban mereka, dan dinding-dindingnya seakan membisikkan rahasia yang meresahkan. Mengabaikan kegelisahan mereka, mereka terus maju, bertekad untuk menjelajahi setiap sudut rumah berhantu itu.
Kejadian-kejadian aneh segera dimulai. Pintu-pintu terbanting tanpa bisa dijelaskan, hembusan angin dingin menyapu koridor-koridor, dan erangan-erangan menakutkan bergema di ruangan-ruangan kosong. Ketakutan mulai melanda kelompok itu, tetapi mereka saling meyakinkan satu sama lain, berusaha mempertahankan keberanian mereka.
Saat malam semakin larut, mereka berkumpul di sebuah ruangan aula yang megah, berkumpul untuk mendapatkan kenyamanan di kedingan malam itu. Suasana menjadi tegang ketika mereka mendengar langkah kaki yang samar-samar dan suara isak tangis dari lantai atas. Kepanikan mulai melanda, dan mereka tahu bahwa mereka tidak sendirian.
Salah satu anggota kelompok yang pemberani menyarankan agar mereka berkomunikasi dengan para arwah melalui pemanggilan arwah. Mereka berkumpul di sekitar meja darurat, menyalakan lilin, dan berpegangan tangan, memanggil entitas yang menghantui Kota Samura. Awalnya, hanya ada keheningan, namun perlahan-lahan, lilin-lilin itu berkedip-kedip dan meja itu tampak bergerak dengan sendirinya. Yang menakutkan, arwah-arwah itu merespons, mengungkapkan kisah tragis mereka tentang pengkhianatan, keputusasaan, dendam dan urusan yang belum selesai.
Saat roh-roh itu berkomunikasi, kelompok yang tadinya berani itu mendapati rasa takut mereka semakin meningkat. Menjadi sangat jelas bahwa jiwa-jiwa yang tersiksa ini tidak tertarik pada kebersamaan semata mereka ingin membalas dendam dan terbebas dari siksaan abadi mereka. Suasana menjadi jahat, dan niat para roh berubah menjadi jahat.
Satu per satu, para remaja itu disiksa oleh penampakan-penampakan spektakuler, ketakutan tergelap mereka menjadi nyata. Mereka dikejar-kejar di lorong-lorong rumah yang penuh bayangan, terperangkap dalam lingkaran horor yang terasa tidak pernah berakhir, dan dipaksa untuk menghadapi penyesalan mereka yang paling dalam. Batas antara yang hidup dan yang mati menjadi kabur dan mereka menyadari bahwa tidak ada jalan keluar dari kemurkaan roh-roh pendendam.
Sepanjang malam, arwah-arwah yang penuh dengan amarah itu semakin banyak, merenggut kewarasan dan nyawa beberapa anggota kelompok. Mereka yang selamat, dengan kegelisahan yang melanda bersumpah untuk pergi saat fajar menyingsing. Namun, kejahatan Puri Samura masih jauh dari selesai dengan mereka.
Saat fajar menjelang, kegelapan tampak semakin pekat. Rumah besar itu menjadi labirin ketakutan, memutar dan mengubah tata letaknya untuk membuat para remaja yang ketakutan terperangkap dalam cengkeramannya. Mereka menemukan diri mereka terpisah, tidak dapat menemukan satu sama lain atau pintu keluar.
Pada akhirnya, hanya satu dari mereka yang berhasil melarikan diri dari cengkeraman Puri Samura. Dengan jantung berdebar dan pikiran yang hancur, dia keluar dari hutan, suaranya parau karena berteriak tanpa henti. Dia mencoba memperingatkan orang lain, menceritakan kengerian yang mereka saksikan, tetapi pengalamannya dianggap tidak lebih dari khayalan atau ocehan dari pikiran yang mengalami trauma kegilaan.
Puri Samura tetap tidak terganggu, kejahatannya terus memberi isyarat kepada mereka yang cukup berani untuk menguji keberanian mereka. Namun, mereka yang berani memasuki aula terkutuknya tidak pernah kembali, selamanya bergabung dengan roh-roh tersiksa yang terperangkap di dalamnya, mengabadikan hantu tersebut selama beberapa generasi yang akan datang.
Legenda mengatakan bahwa pada malam-malam tertentu di bawah sinar bulan, tangisan dan erangan arwah-arwah yang gelisah masih dapat didengar di seluruh hutan, sebuah pengingat mengerikan akan kengerian yang ada di dalam Puri Samura. Maka, rumah besar terkutuk itu tetap ada, menunggu dengan sabar korban berikutnya yang jatuh ke dalam cengkeramannya yang menyeramkan dan ikut bergabung menjadi penghuni abadi Puri Samura.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H