Mohon tunggu...
novy khayra
novy khayra Mohon Tunggu... Penulis - Aspire to inspire

Novy Khusnul Khotimah, S.I.Kom, M.A, SCL - Pegawai Negeri Sipil - Master Universitas Gadjah Mada - Penulis Buku -SDG Certified Leader

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Ratu Elizabeth II Mangkat, 5 Hal yang Dapat Kita Pelajari dari Perjalanan Hidupnya

11 September 2022   08:23 Diperbarui: 12 September 2022   08:54 746
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Meninggalnya Ratu Elizabeth II tidak hanya memberikan  kedukaan bagi keluarga, rakyat Britania beserta persemakmurannya, namun juga dunia. Mangkat di usia 96 tahun menjadikannya sebagai pemegang kekuasaan terlama sepanjang sejarah Britania Raya yaitu 70 tahun. Sebagai Ratu kerajaan monarki terbesar dunia, apa yang dapat kita pelajari dari perjalanan hidupnya?

Kapasitas Pemimpin Tidak Selalu ditentukan oleh Usia dan Gender

Menjabat sebagai Ratu di usia yang masih muda yaitu 27 tahun, nyatanya Ratu Elizabeth tidak kehilangan pamor di mata pejabat, prajurit, dan rakyatnya. Selain usianya yang masih muda, saat itu dunia cukup kacau dan sedang menata peradaban akibat Perang Dunia I dan Perang Dunia II. Bahkan sebelum dilantik, dirinya sering mewakili ayahnya raja George VI dalam pertemuan diplomatik dan politik.

Menariknya, sesaat setelah naik tahta, dirinya berjanji untuk setia hingga akhir hayatnya melayani Inggris dan persemakmurannya. Hal ini kemudian dibuktikan dengan masih aktifnya di usia yang sudah lansia, dia masih muncul di public bahkan dua hari sebelum kematiannya. Berbeda dengan ayahnya dulu yang sempat mewakilkan urusan kenegaraan pada dirinya saat sedang sakit-sakitan.

Berbeda dengan Monarki di Timur yang cukup bias jender dimana yang diperbolehkan menjadi raja adalah Pria, monarki di Eropa lebih menganggap jender setara dan lebih mengutamakan factor hereditas yaitu anak tertua raja terlepas dia pria atau wanita. 

Hal ini dibuktikan dengan naik tahtanya ratu Inggris yang terkenal yaitu Ratu Victoria dan Ratu Elizabeth. Bahkan saat Indonesia dijajah oleh Belanda, saat itu Belanda juga sedang dikuasai seorang ratu yaitu ratu Wilhelmina.

Meski Monarki Timur kini bias gender, nyatanya Nusantara pernah juga dipimpin banyak Ratu, Misalnya Ratu Kalinyamat, Tribuanatunggadewi, Gayatri Rajapatni, Dyah Tulodhong, Dyah Suhita, Ratu Shima, Empat generasi Sultanah di Aceh mulai dari Ratu Safiatudin, Naqiatudin, Zaqiatudin, dan Zainatudin.

Sultanah terakhir Zainatudin ini dilengserkan oleh lawan politiknya yang berdalih bahwa dalam Islam perempuan dilarang menjadi pemimpin dengan mendatangkan ulama dari Arab. Ulama tersebut melengserkan Sang Ratu atas dasar tafsir Al Qura.  Berikut Salah satu ayat yang sering jadi rujukan adalah ayat ke-34 surat an-Nisa:

"Kaum laki-laki itu adalah pemimpin bagi kaum wanita, oleh karena Allah telah melebihkan sebahagian mereka (laki-laki) atas sebahagian yang lain (wanita), dan karena mereka (laki-laki) telah menafkahkan sebagian dari harta mereka."

Perkataan qowwamun sering diartikan sebagai pemimpin. Konsekuensinya ayat ini memposisikan yang memimpin dengan yang dipimpin. Penafsiran ini tidak salah. Namun sayangnya sering menjadi landasan ketidaksejajaran pria dan wanita.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun