Mohon tunggu...
novy khayra
novy khayra Mohon Tunggu... Penulis - Aspire to inspire

Novy Khusnul Khotimah, S.I.Kom, M.A, SCL - Pegawai Negeri Sipil - Master Universitas Gadjah Mada - Penulis Buku -SDG Certified Leader

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Kecacatan Logika dalam Pemberantasan Korupsi

10 Desember 2021   14:10 Diperbarui: 10 Desember 2021   14:12 297
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Dengan kata lain, "nilai nggak seberapa" itu adalah hal yang relatif tidak sepantasnya dimaafkan kecuali oleh yang dirugikan. Seperti kasus Mbah MInah, pada dasarnya dia tidak perlu menjalani hukuman bilamana si penggugat mencabut laporan. Artinya, jika kepala desa yang korupsi "nggak seberapa" itu bisa tidak diproses bilamana seluruh warga desa yang dirugikan itu memaafkan tindakannya.

Kecacatan Logika yang kedua, diproses sampai ke pengadilan, biayanya lebih gede. Pernyataan ini menunjukkan secara tidak langsung mengatakan bahwa mahalnya keadilan di negara kita, Indonesia. Biaya lebih gede ini mungkin meliputi banyak hal seperti ongkos transportasi bolak-balik kantor, lembaga hukum, sewa pengacara, boros waktu, atau mungkin ada faktor lain yang mungkin jauh lebih mahal. Kebanyakan orang menyebutnya rahasia umum. Karena kalau disebut negosiasi harga pasal mungkin terkesan fulgar.

Namun kenyataan pahit seperti ini akan sampai kapan terjadi? Ketika privilege tidak berpihak pada yang benar namun lemah? Padahal keadilan seharusnya berpihak bukan pada yang kuat atau lemah, melainkan pada yang benar. Siapapun itu atribut dibelakangnya.

Karena yang lemah bisa saja salah dan yang kuat bisa saja benar. Semisal kasus kecelakaan antara pemotor dan pengendara mobil, tidak jarang yang disalahkan adalah pengendara mobil, padahal bisa jadi pengendara motornya yang ugal-ugalan. Kecuali setelah dibuktikan dengan kamera pengawas.

Dengan pernyataan proses peradilan biayanya lebih gede, masyarakat jadi khawatir jika ingin mencari keadilan. Seperti kasus tempo hari yang viral mahasiswa kasus bunuh diri dan aborsi Novia Widyasari ,  Komisioner Komnas HAM (Indozone, 2021)  Beka Ulung Hapsara  mengungkap fakta bahwa laporan Novia sempat ditolak polisi.

"Jajaran kepolisian atau propam yang menolak pengaduan almarhumah Novia terkait tindakan yang dilakukan Randy. Harus didalami mengapa pengaduan almarhumah Novia ditolak," ujar Beka.

Dengan kata lain, tersangka yang diadukan korban mendapat privilege karena memiliki kesamaan profesi dengan pemroses hukum. Padahal hukum seharusnya tidak memandang latar belakang tersebut, melainkan kasus itu sendiri terlepas siapapun orangnya yang benar atau salah. 

Keadaan proses peradilan seperti ini tidak semata-mata salah dari aparat hukum, melainkan juga persepsi kolektif masyarakat yang menganggap jabatan adalah privilege luar biasa diatas kebenaran itu sendiri. Hal ini menjadi kecacatan logika kolektif bahwa biaya peradilan adalah mahal. Lalu pasrah pada keadaan tanpa melakukan usaha perjuangan untuk meraih keadilan tersebut. Sehingga muncul lagi  kecacatan logika kolektif yang lebih salah kaprah bahwa karena mahalnya proses peradilan ini, hukum hanya bisa dibeli oleh orang kaya atau yang banyak duit saja.

Last but not least, mengutip pernyataan yang dibuat oleh Lord Acton, seorang sejarawan Inggris pada akhir abad ke-19 dan awal abad ke-20.

"Power tends to corrupt, and absolute power corrupts absolutely. Great men are almost always bad men, even when they exercise influence and not authority, still more when you superadd the tendency or the certainty of corruption by authority. There is no worse heresy than that the office sanctifies the holder of it."

Kekuasaan cenderung korup, dan kekuasaan absolut pasti korup. Orang besar hampir selalu orang jahat, bahkan ketika mereka menjalankan pengaruh dan bukan otoritas, terlebih lagi jika Anda menambahkan kecenderungan atau kepastian korupsi oleh otoritas. Tidak ada bid'ah yang lebih buruk daripada jabatan yang menguduskan pemiliknya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun