Bukankah jika melakukan demikian kita mencemari esensi dari ibadah puasa, antara lain Pertama, meninggalkan solat yaitu amalan yang tingkatnya lebih tinggi bila berdasarkan rukun Islam. Kedua gagal mengendalikan diri dari berbuat buruk yaitu menggunjing saudar yang lain. Kemudia ketidakmampuan menakar makanan yang muat ke dalam perut kita. Ketiga, membiarkan kemubaziran/ pemborosan terhadap makanan.
Ramadhan tahun lalu benar-benar kita dilarang untuk berbuka bahkan bertarawih bersama karena harus physical distancing. Setidaknya dari itu kita belajar bahwa esensi ramadhan adalah beribadah, bukan kumpul-kumpul. Mengendalikan diri dari rasa lapar, haus, dan perbuatan buruk bukan sekedar pemuasan nafsu makan dan menggunjung teman.
3. Terisolasi Menjadikan Kita Menghargai Alam dan Mendekatkan Diri pada Allah
Sebelum ada pandemi manusia disibukkan dengan rutinitas pada urusan yang menurutnya dapat member manfaat baginya. Manusia melakukan bekerja, belajar, bertamasya, dan sebagainya sesuai dengan keyakinannya dalam rangka mencapai kebahagiaan. Namun semua itu sirna jika harus dibentrokkan dengan pilihan untuk bertahan hidup. Orang-orang harus bersedia untuk mengisolasi diri jika masih ingin hidup lebih lama lagi.
Maka sejak itu, langit Jakarta jernih tampak awan bukan asap knalpot kendaraan dan  pembuangan sampah berkurang drastis. Sekalinya kita keluar dari rumah lalu bertamasya kealam terbuka, merupakan syukur yang luar biasa. Ternyata berkurangnya mobilitas berdampak signifikan bagi keberlangsungan alam yang dapat dinikmati juga oleh manusia.
Dengan mencintai alam membawa kita pada syukur atas ciptaan Allah. Dari sini pula kita kembali menemukan Allah. Tidak hanya dari ibadah ritual atau kesunyian, melainkan dari keindahan alam yang merupakan ciptaanNya.Tentu kita tidak ingin kehilangan keindahan ini karena kecerobohan kita dengan melakukan kerusakan, kan? Â Â
4. Mulai Mempertimbangkan Gaya Hidup Minimalis dan Sederhana
Pandemi bagi kita mungkin mencengangkan karena kita adalah makhluk kemarin sore. Tapi tidak bagi bumi, yang dalam sejarah manusia setiap 100 tahun selalu terjadi pandemi. Bagi bumi, pandemic hanyalah masa detoksifikasi agar alam kembali seimbang. Sama halnya dengan puasa yang kita jalani adalah bantuk detoksifikasi selama 11 buat pencernaan kita harus terus bekerja, kemudian diistirahatkan dengan puasa.
Hikmah yang perlu kita pahami dari peristiwa ini adalah hidup harmonis dengan bumi. Dalam arti tidak melawannya dengan melakukan kerusakan alam yang akhirnya menyebabkan perubahan iklim. Perubahan iklim ini tentu saja merugikan manusia seperti naiknya permukaan air laut, angin tornado, banjir besar, tidak terkecuali pandemi.
Mengapa tidak kita hidup minimalis dan sederhana untuk  berharmonisasi dengan bumi ? Bukankah yang terpenting bertahan hidup lebih lama dan bahagia sewajarnya? Tanpa menunggu nanti atau lusa namun hari ini. Bahagia dari hati bukan dari luar diri. Mari pandai-pandailah kita menyikapi hati di masa pandemi.
Breathe in, breathe out.