aku masih terkantuk-kantuk ketika dia datang dan menyatakan diri sebagai nabi, "apa yang mereka katakan salah kaprah!" teriaknya seperti laki-laki gila. dia bilang dia nabi yang diutus kepada penulis-penulis gelap yang arogan, yang tidak mau menampakkan wajah girang di hadapan kebebasan.
"orang-orang itu selalu curiga pada kebebasan" bisiknya padaku yang terkantuk-kantuk. aku habis mimpi ditemui nabi semalam, kataku perlahan. dia besikukuh dialah nabi ang kutemui semalam sambil menunjukkan kebenaran dengan marah-marah dan memaksaku mengakui dia nabi yang semalam.
semalam kamu di mana, tanyaku sambil mengedip. "aku di kepala orang-orang yang bergangguan mental," katanya suram.
kulihat pintu gerbang tak terkunci, berarti semalam dia melarikan diri. untunglah dia pulang, mungkin di jalan tak ada orang yang bisa digoda.
kamu mau menulis, tanyaku. "aku mau menulis, tapi fiksiku tak boleh dikritik, tak boleh dihujat, hanya boleh dipuji. titik," matanya penasaran pada layar komputer yang tak beranjak dari sebuah halaman sejak semalam. aku lupa mematikan, jadi aku tidur disaksikan monitor, jadi monitor menjaga tidurku semalam, jadi nabi tiu mungkin keluar dari monitor.
kamu percaya nabi itu ada, tanyaku. dia berpaling ke jendela, "kamu lupa mengubah nama tempat ibadah ini." di sana masih saja terpampang, Panti Rehabilitasi Sakit Jiwa.
"tolong, bukakan akunku di kompasiana" pintanya seperti memerintahkan.
#ah
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H