hei, lihat kesini kataku!
eh, tak jua kau perhatikan aku
sedang apa kau disitu?
tak ada rupanya matamu, heh?
lihat diriku, warna bajuku, rambut gagahku, muka busukku
siap tembakmu!!!
hei, siapa kamu?
orang sok tau?
mau ngapain aku? ya, suka-suka aku! enyahkan pistolmu!
"dddduuuuaaaarrrr"
senapan laras panjang itu akhirnya memaksa tubuhku mengeluarkan anyir merah. tembus. ulu hati rasanya seperti terseok keluar. aku rasa aku hampir mati. inilah akhir dari hidupku yang begitu berani berdebat dengan para pemilik seragam 'negara' hingga ego merekalah yang memenangkan akal sehat dan hati nurani. aku tergeletak tak bernyawa. sendiri.
biarlah, tubuh ini mewakili tanah juang negeri tempat tinggal kami. bau anyir ini menjadi sertifikasi yang sah atas tanah kami yang dikuasai. 'seragam-seragam bayaran' pistolmu tak kuat menghancurkan semangat juang rakyat ini. semakin dadamu panas, laras lorong isi timah itu tak akan menggugurkan niat kami.
ini tanahku! milik nenek moyangku, orang tuaku hingga anak cucuku. senjatamu tak kan mampu mengusir semangatku yang mengalir di tubuh mereka lainnya.
(mengenang para pejuang agraria. usaha berdarah ini takkan sia-sia...)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H