Sungguh sebuah ironi melihat tingginya tingkat konsumsi Minuman Berpemanis Dalam Kemasan (MBDK) di Indonesia dari tahun 2010 sampai dengan 2014 mencapai 85,6% dan selalu meningkat setiap tahun, menurut data dari United States Department of Agriculture (USDA) dalam laporannya sugar: World Market and Trade, Indonesia menjadi menjadi negara dengan konsumsi gula global tertinggi ke-6 di dunia mencapai 7,8 juta metrik ton pada tahun 2023
Konsumsi gula penting ditekan karena berpengaruh pada timbulnya Penyakit Tidak Menular (PTM) seperti Diabetes, Obesitas, Gagal Ginjal, dan penyakit lainnya yang ditimbulkan akibat konsumsi gula berlebih. Mengutip hasil data dari The Global Burden of Disease 2019 dan Injuries Collaborators 2020 menemukanm PTM adalah penyebab dari 80% kasus kematian di Indonesia.
Mengincar Usia Muda
Mungkin terfikirkan bahwa kewaspadaan terhadap penyakit yang terjadi akibat gula "seharusnya difikarkan" ketika sudah disaat usia tua saja. Faktanya terjadi tren baru dimana menurut Riset Kesehatan Dasar 2018, jumlah penderita Diabetes Melitus Tipe 2 (DMT2) meningkat 2 kali lipat yang mulanya 7,4% pada tahun 2007 menjadi 14,7% di tahun 2018. Guru Besar Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (FKUI) Dyah Purnamasari Sulistianingsih menyampaikan terjadi peningkatan 56% secara global kasus DMT2 pada usia kurang dari 40 tahun, dan jika terjadi DMT2 pada usia dini (kurang dari 40 tahun) maka seseorang akan lebih mudah terkena komplikasi kronik seperti jantung dll. baca lebih banyak
Trending Nutri-GradeÂ
pajak, dan lain sebagainya yang secara langsung untuk menekan penjualan produk dengan Nutri-Grade yang rendah dan menguntungkan bagi produk dengan Nutri-Grade yang lebih tinggi.
Sempat trending dan menjadi perbincangan hangat di platform media sosial Indonesia terkait label Nutri-Grade dari nilai A-D oleh Pemerintah Singapura, dimana nilai D dikategorikan sebagai minuman dengan gula tertinggi. Dimana labelisasi Nutri-Grade tersebut diiringi dengan aturan ketat terkait dengan pemasaran produk, keterjangkauan,Fruktosa vs GulaÂ
Umumnya minuman berpemanis dalam kemasan menggunakan Fruktosa, dimana ada perbedaan dasar antara fruktosa dan glukosa yang didapat dari gula pasir atau nasi. Glukosa dapat dipakai oleh setiap sel di dalam tubuh, sedangkan Fruktosa hanya dapat dimetabolisme oleh organ hati dalam jumlah tertentu. Konsumsi Frutosa berlebih dalam jangka panjang dapat memicu peradangan pada organ Hati dan mengganggu produksi insulin yang berfungsi mengatur kadar gula dalam darah. Bahkan konsumsi Fruktosa berlebih dalam meningkatkan resistensi insulin yang menyulitkan dalam pengobatan Diabetes atau Kencing Manis.
Kesimpulan
Hemat penulis beberapa langkah perlu diambil pemerintah untuk menekan angka prevalensi yaitu melakukan labelisasi Nutri-Grade pada produk dalam kemasan yang diedarkan di pasar serta perlu melakukan riset lebih pada penerapan cukai MBDK. Bagi masyarakat dan orang tua perlu untuk membatasi dan lebih sadar untuk menjaga konsumsi gula dan minuman berpemanis dalam kemasan bagi anak dan keluarga.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H