Kata ‘Lifestyle’ seringkali kita dengar, dalam bahasa Indonesia disebut Gaya Hidup. Arti kata sebenarnya jika ditilik dari Wikipedia bahasa Indonesia adalah sebagai berikut
Gaya hidup (Bahasa Inggris: lifestyle) adalah bagian dari kebutuhan sekunder manusia yang bisa berubah bergantung zaman atau keinginan seseorang untuk mengubah gaya hidupnya. Istilah gaya hidup pada awalnya dibuat oleh psikolog Austria, Alfred Adler, pada tahun 1929.
Dari pengertian tersebut bisa diterjemahkan bahwa sebetulnya lifestyle bukan atas kebutuhan primer , tapi lebih cenderung untuk memenuhi keinginan.
Gaya Hidup yang akan menentukan bagaimana standar hidup seseorang. Gaya hidup bisa menjadikan standar hidup seseorang meningkat ataupun masih dalam taraf pemenuhan kebutuhan pokok. Salah satu contoh mengenai pakaian, si A cukup dengan baju sederhana yang penting menutup tubuh , sementara si B dikarenakan tingkat sosialnya tinggi maka baju yang dipakai tentunya tidak sekedar menutup tubuh, mungkin ada pertimbangan bahan yang bagus, model yang disesuaikan dengan situasi, begitu juga dengan warna dan lain sebagainya. Hal-hal tersebut yang akan menaikkan kebutuhan hiduo seseorang. Jika si A cukup dengan Rp.100rb untuk sehelai baju, sedangkan si B setidaknya memerlukan dana 10x lipatnya untuk membeli sehelai baju dan bahkan bisa lebih.
Sering kita dengar bahwa gaji tidak pernah cukup untuk memenuhi kebutuhan hidup. Di sini yang hendak dipertanyakan adalah kebutuhan hidup yang seperti apa. Gaya Hidup akan mempunyai pengaruh yang sangat besar terhadap kebutuhan seseorang. Penghasilan 3jt per bulan mungkin cukup saja , tapi bisa juga saat penghasilan naik menjadi 6jt menjadi terasa kurang. Sudah sifat dasar manusia bahwa selalu ingin ‘lebih’. Di sini pentingnya mengontrol agar kebutuhan tidak boleh melampaui penghasilan. Jangan sampai besar pasak daripada tiang. Mengendalikan Gaya Hidup adalah kunci untuk mengontrol seberapa besar kebutuhan kita. Kalau penghasilan masih lebih kecil dibandingkan pengeluaran untuk memenuhi kebutuhan hidup, tentunya hanya ada 2 cara untuk mengatasinya, yaitu :
- Mencari tambahan untuk meningkatkan Penghasilan
- Menekan pengeluaran atau dengan kata lain menurunkan gaya hidup
Untuk poin 1, mungkin harus menambah kerja ekstra, atau memanfaatkan waktu luang dengan berjualan online. Hal lain yang selama ini sebagai hobi, coba untuk dioptimalkan menjadi sesuatu yang bisa menghasilkan uang, misal : yang punya hobi hunting barang discount / sale , bisa ditawarkan ke teman-teman untuk mendapatkan barang-barang tersebut dengan imbalan tertentu, karena banyak juga lho yang tidak sempat untuk belanja. Menjadi Blogger pun sekarang bisa mendatangkan uang. Dan masih banyak cara lainnya.
Selagi belum mampu mendapatkan tambahan income, mau tidak mau kita harus pilih poin 2 yaitu memangkas pengeluaran, misal : menghapus biaya nonton, mengurangi jalan-jalan ke mall dan lain sebagainya. Memang kadang agak susah untuk mengurangi kebiasaan yang sudah menjadi gaya hidup. Tapi ya harus dipaksa agar tidak terjerat pada gaya hidup tinggi yang bakal menyeret pada penumpukan hutang untuk menutup kebutuhan.
Bagaimana mengendalikan Gaya Hidup?
Cara yang paling gampang adalah dengan selalu menentukan apakah sesuatu itu merupakan “KEBUTUHAN atau KEINGINAN – NEED or WANT”. Dimana jika diukur dengan skala prioritas, pastinya Kebutuhan lebih penting daripada Keinginan. Dengan begitu pengeluarann yang dipilih adalah berdasarkan yang terpenting, disesuaikan dengan penghasilan atau budget yang ada.
Menimbang ‘Perlu atau Ingin’ sebetulnya tidaklah susah. Tergantung kepada bagaimana NIAT untuk berani jujur pada diri sendiri. Menyingkirkan GENGSI juga merupakan cara agar kita tidak terjebak pada Gaya Hidup semu.
Cukup atau tidaknya Penghasilan tergantung dari berapa besar Pengeluaran. Karenanya besar Pengeluaran harus dikendalikan, dimana Gaya Hidup sangat menentukan seberapa banyak Pengeluaran. Sehingga dengan begitu jelas bahwa kita harus punya kemampuan untuk menyetel Gaya Hidup agar sesuai dengan Penghasilan yang didapat.