Saya menduga Stahelski memadatkan semuanya demi  keberhasilan saga ini di edisi spin-off atau prekuelnya nanti (kalau ada). Namun tetap saja hal itu membuat saya kecewa. Kekecewaan saya makin bertambah karena setiap kali ada tokoh baru diperkenalkan, adegan laga hampir selalu menyertainya. Apalagi level adegan laganya cukup kolosal, seperti yang disajikan di menit-menit awal. Hal seperti itu tidak saya temukan di chapter-chapter sebelumnya, dimana duel John Wick selalu punya aura personal dan private.Â
Padatnya narasi yang seperti itu membuat saya penat. Pengembangan narasi jadi tidak sempurna karena kesannya dipaksa. Hilang sudah kekuatan premis yang ditawarkan oleh film kedua dan ketiganya, apalagi film pertama.Â
Pun demikian, pasca gigi emas Killa terpungut dari mulutnya, kesan saya pada film ini mulai berubah. Chad Stahelski kembali ke jalan yang benar. Bukan hanya mengulik lagi narasi utama film ini, Stahelski juga melanjutkan evolusinya. Seperti yang kita tahu, di film pertamanya John Wick dituturkan sebagai pria pencari ketenangan. Sedangkan di Chapter 2 dan 3, John Wick ternyata juga harus berburu kebebasan (dari konsekuensi dan aturan High Table). Di Chapter 4 ini, misi John Wick bertambah. Ia harus mengemban keselamatan dan keberlangsungan hidup teman-temannya (dan anggota keluarga mereka).Â
Secara cermat Stahelski juga menguatkan narasi dengan mempertemukan dan menyatukan Winston dan Bowery King. Dengan begini John Wick jadi tahu bahwa ia tidak berjuang sendiri. Mr. Wick juga mendapatkan simpati dari salah satu member High Table yang tadinya mengincar nyawanya.Â
Sayangnya, meski masih berani, tenaga Mr. Wick sudah habis. Sampai-sampai anak tangga Sacre-Coeur Basilica beberapa kali menghempaskan niatnya kebawah. Sang Baba Yaga sudah lelah.Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H