Fortis Fortuna Adiuvat. Keberuntungan Hanya Milik Mereka yang Berani.Â
Tidak ada yang pernah menyangka bahwa seekor anjing dan satu unit mobil bisa membuat seorang pria rela mengulang kelamnya masa lalu. Â Namun di tangan Chad Stahelski premis unik itu berhasil diolah dan berbuah manis. Film pertama John Wick mendulang banyak pujian.Â
Sembilan tahun kemudian, Chapter 4, film keempat dari saga John Wick, dirilis. Chad Stahelski masih duduk di bangku sutradara seperti di tiga film sebelumnya. Karenanya dari sisi tone, Chapter 4 masih terasa sama. Namun dari sisi narasi cerita, Chapter 4 hampir membuat saya menyesal telah menontonnya.Â
John Wick: Chapter 4 di bintangi oleh Keanu Reeves (John Wick), Ian McShane (Winston), Laurence Fishburne (Bowery King), Bill Skarsgard (Marquis), Donny Yen (Caine), Hiroyuki Sanada (Koji), Lance Reddick (Charon), dan Shamier Anderson (Tracker).Â
Menyoal tone di John Wick: Chapter 4, Chad Stahelski masih setia dengan pakem neo-noir nya. Warna-warni neon dan gradasinya masih bisa dilihat dimana-mana, dan lumayan menohok mata. Kecuali duel pamungkas John Wick yang digelar pagi-pagi, temaram juga masih mendominasi latar belakang gambar-gambar di film ini. Â
Selain itu persahabatan Stahelski dengan kaca dan siraman air hujan, belum usai. Mungkin tidak akan pernah usai. Persahabatan yang sudah terjalin semenjak film pertama. Di dalam ruangan, duel penting John Wick hampir selalu digelar di area yang penuh benda pecah belah dan partisi kaca. Di luar bangunan, duel penting John Wick hampir pasti dilakukan dibawah siraman air hujan. Bahkan duelnya dengan Killa dilakukan dibawah siraman air, meskipun sedang tidak hujan.Â
Meski banyak yang senada, ada beberapa hal baru disuguhkan Stahelski di Chapter 4. Di film ini penonton bisa menyaksikan dua tokoh penting beradu nyawa; tapi John Wick bukan salah satunya, dan durasinya cukup lama. Selain itu di District 8, Stahelski menyuguhkan tampilan video role play game dengan menempatkan kamera di langit-langit, sambil mengikuti John Wick yang memuntahkan peluru ke arah musuhnya dibawah sana; berpindah dari satu ruangan ke ruangan lainnya.Â
Di sisi lain, Stahelski menyegarkan ingatan penonton akan film pertama dan ketiga. Keberadaan seekor anjing (sebagai teman terbaik manusia), kembali disuguhkan. Tapi kali ini nyawanya disamakan harganya dengan nyawa manusia. Mobil Mustang yang ringsek di Chapter 2 juga di reinkarnasi; meskipun sekarang kedua pintunya dijadikan hilang entah kemana. Stahelski menjadikan ikon film John Wick itu berputar mengitari Arc de Triomphe, ikon kota Paris.Â
Sentuhan lain dibubuhkan pula di penghujung durasi. Setelah empat chapter lamanya mempertontonkan beragam ilmu beladiri yang akarnya ada di Asia, Stahelski menyuguhkan duel ala western sebagai penutup. Selain jadi hal yang baru, duel itu juga menjadi penentu cerita film ini. Walhasil, saya tidak punya complaint di sisi tone dan gimmick. Meski demikian, narasi Chapter 4 mengecewakan saya diawalnya.Â
Padat dan semua terjadi terlalu cepat. Itu kesan pertama saya setelah menuntaskan paruh pertama Chapter 4. Chad  Stahelski memperkenalkan begitu banyak tokoh baru disaat alur ceritanya belum lagi berkembang sempurna. Akira, Koji, Caine, Marquis, dan Killa, plus anggota keluarga Ruska Roma. Di paruh pertama film berdurasi 2 jam 45 menit ini, John Wick juga berkeliling di empat negara yang berbeda (sebelum mengakhiri perjalanannya di Paris); Maroko, Amerika (New York), Jepang (Osaka), dan Jerman (Berlin).Â