Mohon tunggu...
noviyanto aji
noviyanto aji Mohon Tunggu... karyawan swasta -

biasa ajalah...

Selanjutnya

Tutup

Filsafat

Pemimpin Bangsa Berkiblat Pada Lolo Ferarri

26 Mei 2010   03:11 Diperbarui: 26 Juni 2015   15:58 923
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Obrolan berubah lagi. Kata-kata serius tidak lagi terdengar. Menurut mereka seorang pemimpin sejati harus dapat menghibur rakyatnya. Selama ini kehidupan rakyat Indonesia selalu serius. “Ya sekali-kali pemimpin kita adalah pelawak, sehingga setiap hari kita bisa dijejali guyonan-guyonan melulu,” jawab si I, J, K...dan seterusnya.

"Atau barangkali Lolo Ferrari, si montok itu cocok menjadi pemimpin bangsa. Sebab dia memiliki daya tarik tersendiri. Dia merupakan perwujudutan tunggal dari pemimpin. Maksudnya saat dia memainkan peranannya sebagai pemain film bokep, dia melakukannya dengan total, terbuka, jujur, tidak ditutup-tutupi alias tranparan, akuntable, bersih walaupun banyak caci maki dan fitnah, sabar dan dapat ngemong," imbuh si K.

"Sontoloyo, semakin ngawur saja kau. Mana bisa pemimpin kita disamakan seperti Lolo Ferari atau pemain bokep. Mereka (pemain bokep) itu berdosa, sedang pemimpin kita itu umaroh yang dipilih oleh rakyat. Dan kata orang, pemimpin kita itu dipilih karena mereka suci," sanggah si B tidak terima.

"Pemimpin yang bersih dan suci itu adanya hanya di jaman Rasulullah, di jaman para khalifah. Di jaman sekarang, khususnya Indonesia, pemimpin mayoritas tertutup, selalu mengedepankan kepentingan pribadi dan golongan, dan akhirnya dosa paling besar adalah MENGORBANKAN RAKYAT!" komentar si Z.

Hari semakin larut. Suasana diskusi mulai surut. Satu persatu anggota Surabaya Motor Club pergi dengan urusan masing-masing. “Maaf semuanya, saya ada urusan,” demikian dan seterusnya. Taman Bungkul yang tadinya ramai, kini hanya tinggal puntung-puntung rokok berserakan. Dalam sekejab orang-orang tadi sudah menghilang.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun