Obrolan berubah lagi. Kata-kata serius tidak lagi terdengar. Menurut mereka seorang pemimpin sejati harus dapat menghibur rakyatnya. Selama ini kehidupan rakyat Indonesia selalu serius. “Ya sekali-kali pemimpin kita adalah pelawak, sehingga setiap hari kita bisa dijejali guyonan-guyonan melulu,” jawab si I, J, K...dan seterusnya.
"Atau barangkali Lolo Ferrari, si montok itu cocok menjadi pemimpin bangsa. Sebab dia memiliki daya tarik tersendiri. Dia merupakan perwujudutan tunggal dari pemimpin. Maksudnya saat dia memainkan peranannya sebagai pemain film bokep, dia melakukannya dengan total, terbuka, jujur, tidak ditutup-tutupi alias tranparan, akuntable, bersih walaupun banyak caci maki dan fitnah, sabar dan dapat ngemong," imbuh si K.
"Sontoloyo, semakin ngawur saja kau. Mana bisa pemimpin kita disamakan seperti Lolo Ferari atau pemain bokep. Mereka (pemain bokep) itu berdosa, sedang pemimpin kita itu umaroh yang dipilih oleh rakyat. Dan kata orang, pemimpin kita itu dipilih karena mereka suci," sanggah si B tidak terima.
"Pemimpin yang bersih dan suci itu adanya hanya di jaman Rasulullah, di jaman para khalifah. Di jaman sekarang, khususnya Indonesia, pemimpin mayoritas tertutup, selalu mengedepankan kepentingan pribadi dan golongan, dan akhirnya dosa paling besar adalah MENGORBANKAN RAKYAT!" komentar si Z.
Hari semakin larut. Suasana diskusi mulai surut. Satu persatu anggota Surabaya Motor Club pergi dengan urusan masing-masing. “Maaf semuanya, saya ada urusan,” demikian dan seterusnya. Taman Bungkul yang tadinya ramai, kini hanya tinggal puntung-puntung rokok berserakan. Dalam sekejab orang-orang tadi sudah menghilang.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H