Karena semua sedang heboh bicarakan vaksin -terutama vaksin anak-; waktu bikin sarapan pagi, tiba-tiba aku ngelamun tentang masa depan Indonesia yang ada kaitannya dengan herd immunity. Nah loh, kalimat pertama aku aja udah njelimet ya? Tolong jangan di-skip dulu bacaannya. Ini bakal seru banget deh, aku jamin!
Apa Sih Herd Immunity?
Vaksinasi pada anak itu sebenarnya adalah jalan untuk mencegah penyakit serius dan membahayakan nyawa anak-anak anda. Tapi, tahu nggak, kalau vaksinasi pada anak-anak anda juga sebenarnya berkontribusi untuk menolong anak-anak lainnya yang tidak divaksin?
Keterangan gambar:
- Merah: anak yang tidak divaksin dan menular
- Biru: anak yang tidak divaksin, tetapi masih sehat
- Kuning: anak yang divaksin dan sehat
Gambar ini enaknya kalau kita ngebayangin anak kita mulai masuk sekolah, entah itu PAUD, TK, ataupun SD. Nah di sekolah itu, sebagian besar anak-anaknya udah divaksin dan semuanya sehat-sehat (gambar sebelah kiri, fokus di warna biru dan kuning). Suatu hari, sekolah ini kedatangan dua murid baru yang beberapa minggu kemudian mereka tiba-tiba sakit dan menularkan ke teman-temannya (warna merah).Â
Selama anak-anak warna merah ini gak kontak dengan anak yang warna biru, anak-anak yang warna biru ini akan sehat-sehat aja. Gak pernah kenapa-kenapa. Gak kontak itu artinya: gak pernah satu kelas; gak pernah main sama-sama; bekas (maaf ya) ingus, bersin, ataupun kotoran lain yang sifatnya menular gak pernah kesentuh ataupun kehirup. Jadi tidak boleh ada kontak antara si biru dan si merah (lihat gambar kanan).Â
Ini yang namanya herd immunity atau disebut juga kekebalan dalam sebuah kelompok. Ketika hampir semua anak divaksin, virus atau bakteri yang menular itu gak bisa beredar dalam sebuah komunitas karena hampir semua anggotanya kebal terhadap penyakit tersebut. Anak-anak yang tidak divaksin diuntungkan ketika mereka tinggal dalam komunitas seperti ini. Sekolahan yang seperti ini, bisa dibilang herd immunity-nya cukup tinggi.Â
Dalam facebook resmi milik WHO (Organisasi Kesehatan Dunia), polio ada adalah salah satu penyakit menular yang saat ini hampir berhasil diberantas dari dunia. Bisa dicek di sini. Jadi bukan level satu sekolah, satu RT atau satu kecamatan lagi. Apabila hampir semua anak di seluruh dunia divaksin, maka (coba lihat gambar di atas lagi) efeknya lebih luas atau bahasa kerennya mengglobal!
Apa Akibatnya Kalau Anak Kita Tinggal di Komunitas yang Herd Immunity-nya Rendah?
Pasti kan setelah liat gambar di atas jadi ngeri-ngeri gimana gitu ya. Akan muncul pertanyaan, "terus kalo anak aku masuk sekolah dan hanya sedikit anak yang divaksin gimana dong?". Atau lebih dini lagi, pas di Tempat Penitipan Anak atau pas anak udah mulai bisa main sama anak tetangga atau pas kumpul sama sepupu-sepupunya. Ini dia hasilnya.
Keterangan gambar:
- Merah: anak yang tidak divaksin dan menular
- Biru: anak yang tidak divaksin, tetapi masih sehat
- Kuning: anak yang divaksin dan sehat
Di ilustrasi ini kita bisa lihat kalau lebih banyak anak yang warna biru daripada anak yang warna kuning. Akibatnya, dua 'murid baru' tadi (gambar sebelah kiri, anak yang berwarna merah) dengan 'suksesnya' menularkan penyakit kepada anak-anak yang berwarna biru. Di gambar sebelah kanan kita bisa lihat, hampir seluruh murid di sekolah terjangkit penyakit yang sama dengan anak-anak yang berwarna merah tadi.Â
Bukan sekedar ilustrasi gambar, kejadian ini nyata dan pernah terjadi tahun 2016 dan menelan korban jiwa sebanyak 2 orang. Kementerian Kesehatan saat itu mencatat ada 14 kasus Difteri dengan kematian 2 orang pada anak usia 3-14 tahun di beberapa daerah di provinsi Jawa Barat. Dari data yang diperoleh, seluruh penderita tidak diimunisasi karena adanya penolakan dari orangtua. Berita selengkapnya bisa dibaca di sini.
Terus, Apa Hubungannya dengan Masa Depan Indonesia?
Iya, pagi-pagi lamunan aku emang berat banget ya. Aku nggak nyangka aja, kalau ternyata ada beberapa orang yang menolak vaksin untuk anak kandungnya sendiri. Aku ini dokter hewan yang udah pernah keliling dari rumah ke rumah untuk memberikan vaksin rabies gratis kepada hewan peliharaan. Beberapa kali, aku dan teman-teman ditolak untuk memberikan vaksin. Kami sering banget ditolak dengan kata-kata yang kasar. Tapi semangat kami nggak pernah luntur.Â
Uang bukan motivasi kami; kenyataannya bayarannya lebih rendah daripada resiko yang harus kami tanggung. Kami masih semangat karena kami tahu setiap tahunnya masih ada orang yang meninggal karena kasus rabies di daerah kami. Masih ada orang-orang yang tergigit, bahkan ada anak yang nyaris kehabisan darah karena 'diserang' habis-habisan oleh anjing yang terinfeksi rabies. Kalau kamu pet-lover, kamu juga pasti ngerti banget sedihnya pas anjing atau kucing kamu divonis rabies dan kamu gak bisa menyentuhnya di hari-hari terakhirnya.
Tadi pagi aku mikir, kalau semakin banyak orang yang menolak vaksin, maka semakin rendah juga herd immunity di komunitas kita. Kalau semakin banyak orang yang menolak vaksin di negara kita dengan berbagai alasannya, maka semakin tinggi resiko anak-anak kita terjangkit dari teman-temannya. Kita ini bangsa terbesar ke-empat di dunia. Kepadatan penduduk adalah salah satu resiko kenapa penyakit menular itu gampang berpindah. Kalau 'tameng' yang sudah diberikan cuma-cuma oleh pemerintah kita nggak mau dipakai, pertanyaan aku yang mau aku bagiin di blog ini cuma satu: "Are we moving backward?"
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H