Mohon tunggu...
Noviyanti
Noviyanti Mohon Tunggu... -

Seorang mahasiswa Master of Public Health dengan fokus di bidang infectious diseases dan zoonosis di Kansas State University. Dia juga adalah seorang dokter hewan yang selalu ingin berkontribusi bagi lingkungan sekitarnya. Merindukan Palangka Raya, Bogor, dan Manokwari, sebagai kota yang sudah menuliskan banyak sejarah baginya. Menulis adalah kegiatan di sela-sela perkuliahan, terkadang sekedar untuk melepas penat ataupun karena ingin berbagi ilmu yang didapatkan di ruang kuliah. Semoga bermanfaat. Korespondensi langsung di: novi85.yanti@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Healthy Artikel Utama

Untung dan Rugi Vaksinasi pada Anak-anak

16 Juni 2017   04:47 Diperbarui: 18 Juni 2017   02:54 891
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber: www.thevaccinemom.com

Pasti kan setelah liat gambar di atas jadi ngeri-ngeri gimana gitu ya. Akan muncul pertanyaan, "terus kalo anak aku masuk sekolah dan hanya sedikit anak yang divaksin gimana dong?". Atau lebih dini lagi, pas di Tempat Penitipan Anak atau pas anak udah mulai bisa main sama anak tetangga atau pas kumpul sama sepupu-sepupunya. Ini dia hasilnya.

Sumber: www.thevaccinemom.com
Sumber: www.thevaccinemom.com
Gambar 2. Pengaruh vaksinasi di komunitas yang memiliki herd immunity rendah.

Keterangan gambar:

  • Merah: anak yang tidak divaksin dan menular
  • Biru: anak yang tidak divaksin, tetapi masih sehat
  • Kuning: anak yang divaksin dan sehat

Di ilustrasi ini kita bisa lihat kalau lebih banyak anak yang warna biru daripada anak yang warna kuning. Akibatnya, dua 'murid baru' tadi (gambar sebelah kiri, anak yang berwarna merah) dengan 'suksesnya' menularkan penyakit kepada anak-anak yang berwarna biru. Di gambar sebelah kanan kita bisa lihat, hampir seluruh murid di sekolah terjangkit penyakit yang sama dengan anak-anak yang berwarna merah tadi. 

Bukan sekedar ilustrasi gambar, kejadian ini nyata dan pernah terjadi tahun 2016 dan menelan korban jiwa sebanyak 2 orang. Kementerian Kesehatan saat itu mencatat ada 14 kasus Difteri dengan kematian 2 orang pada anak usia 3-14 tahun di beberapa daerah di provinsi Jawa Barat. Dari data yang diperoleh, seluruh penderita tidak diimunisasi karena adanya penolakan dari orangtua. Berita selengkapnya bisa dibaca di sini.

Terus, Apa Hubungannya dengan Masa Depan Indonesia?

Iya, pagi-pagi lamunan aku emang berat banget ya. Aku nggak nyangka aja, kalau ternyata ada beberapa orang yang menolak vaksin untuk anak kandungnya sendiri. Aku ini dokter hewan yang udah pernah keliling dari rumah ke rumah untuk memberikan vaksin rabies gratis kepada hewan peliharaan. Beberapa kali, aku dan teman-teman ditolak untuk memberikan vaksin. Kami sering banget ditolak dengan kata-kata yang kasar. Tapi semangat kami nggak pernah luntur. 

Uang bukan motivasi kami; kenyataannya bayarannya lebih rendah daripada resiko yang harus kami tanggung. Kami masih semangat karena kami tahu setiap tahunnya masih ada orang yang meninggal karena kasus rabies di daerah kami. Masih ada orang-orang yang tergigit, bahkan ada anak yang nyaris kehabisan darah karena 'diserang' habis-habisan oleh anjing yang terinfeksi rabies. Kalau kamu pet-lover, kamu juga pasti ngerti banget sedihnya pas anjing atau kucing kamu divonis rabies dan kamu gak bisa menyentuhnya di hari-hari terakhirnya.

Tadi pagi aku mikir, kalau semakin banyak orang yang menolak vaksin, maka semakin rendah juga herd immunity di komunitas kita. Kalau semakin banyak orang yang menolak vaksin di negara kita dengan berbagai alasannya, maka semakin tinggi resiko anak-anak kita terjangkit dari teman-temannya. Kita ini bangsa terbesar ke-empat di dunia. Kepadatan penduduk adalah salah satu resiko kenapa penyakit menular itu gampang berpindah. Kalau 'tameng' yang sudah diberikan cuma-cuma oleh pemerintah kita nggak mau dipakai, pertanyaan aku yang mau aku bagiin di blog ini cuma satu: "Are we moving backward?"

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun