Mohon tunggu...
Rezha Rizqy
Rezha Rizqy Mohon Tunggu... Guru - Guru Biologi

Perempuan introvert yang kadang mengalami distraksi

Selanjutnya

Tutup

Catatan

a Memoar of the Past Time

15 Oktober 2013   00:50 Diperbarui: 24 Juni 2015   06:31 164
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Mengingat tentang Bu Sumini, beliaulah yang memotivasiku pertama kali untuk memiliki buku harian dan menuliskannnya di sana pengalaman berharga kami. Alasannya sederhana, agar kita nanti suatu saat akan punya kesempatan untuk mengenang hidup yang kita lalui lewat tulisan yang kita buat.  Kadang kala kita akan tergelak dengan tulisan konyol kita, kadang kita akan terharu akan perjuangan tertatih kita, kadang kita akan merindukan kawan-kawan yang tertulis pula di buku harian tersebut.

Sungguhpun demikian, hatiku belum tergerak segera untuk melaksanakan ide beliau. Ide ini baru terlaksana manakala aku duduk di bangku SMA. Kedua kalinya aku mendapat motivasi dari Pak Abi, seorang Guru Bahasa Indonesia yang sangat getol menanamkan cinta membca sastra lama dan menulis pengalaman pribadi maupun tulisan fiksi. Jadilah dengan segala tekad aku punya buku harian yang pertama kalinya. Dengan hard cover bermotif hijau lumut dengan efek tiga dimensi. Buku itulah yang menemani masa SMA-ku.

Masuk bangku kuliah, kegiatan menulis mulai terbengkalai. Entah itu menulis di buku harian, iseng-iseng bikin puisi apalgi cerpen. Huh! Kuakui itu kesalahanku karena tak kunjung mampu menyesuaikan diri dengan lingkungan Surabaya dan tinggal serumah dan sekamar dengan Bibi. Tapi di sela-sela kesibukan, ternyata aku juga sempat menulis catatan harian di buku tulis yang aku miliki, kadang jika habis kutulis sembarangan di kertas folio bergaris atau HVS polos. Dua tahun berikutnya, aku mulai pindah tempat tinggal. Aku kos di daerah dekat kampusku. Dan segalanya berubah menjadi lebih indah. Aku mulai membeli buku harian lagi dengan hard cover berwarna biru muda. Dan sejak saat itulah aku mulai rutin menulis kembali. Apalagi aku sudah punya laptop yang bisa kumanfaatkan untuk menulis hingga tengah malam. Lalu, sejak saat itulah aku mulai menyadari bahwa menulis itu bukan kewajiban, melainkan kebutuhan. Satu tak menulis rasanya ada yang kurang. Jika kita ada masalah, jika ada  yang menyumpal otak maka akan cair manakala kita bisa mewujudkannya dalam sebuah tulisan.

Alhamdulillah, kini sudah kubeli buku harian yang ketiga dengan sampul hijau tua. Buku harian yang memang sengaja aku bawa pulang ke Ponorogo. Alhamdulillah sekali lagi, aku mulai menikmati aktivitas menulis yang sekarang adalah kebutuhan bagiku. Beberapa tulisanku memang hanya tersimpan rapi di buku harian, di folder laptop, dan di beberapa blog pribadi. Pernah sekali tulisanku dimuat di media online setelah melalui seleksi. Wuah, betapa senangya hatiku. Ternyata di kesempatan berikutnya ternyata kesempatan itu masih sulit kuraih. Tapi tak mengapa bagiku. Kini aku yang berprofesi sebagai mahasiswa tingkat akhir (yang alhamdulillah molor, he he), guru les privat, co-Assisten praktikum, dan sebagai anggota Humas UKM di kampusku (meskipun sudah nggak sekatif dulu lagi, maklum faktor usia, he he) semakin menyadari bahwa menulis adalah kebutuhan buat jiwa kita. Dan akupun akan sangat berminat untuk mengasah dan berlatih meningkatkan kemampuan menulisku.

Tentu saja, aku sangat berterima kasih pada beliau berdua (Bu Sumini dan Pak Abi) yang membantuku untuk mengenalkan diri ini pada aktivitas menulis yang menyenangkan. Sebenarnya ada pengalaman pahit tentang buku harian yang tak bisa kulupakan. Dulu, aku sempat menuliskan evaluasi dan pendapat pribadiku tentang beberapa adik angkatanku di UKM. Tulisan ini berdasarkan pengamatan dan watak masing-masing. Sumpah! Sungguhpun aku menulis pendapat yang berbeda, mereka adalah tetap adaik-adik yang sangat aku sayangi dengan segala kepribadian masing-masing. Namun malang tak dapat ditolak. Salah satu kawan yang aku tuliskan di dalamnya sempat membuka buku itu, dan tentu saja membaca isinya. Dan tentu saja menanyakannya kepadaku, "Benarkah aku demikian, Mbak?"

Oh, GOD!!!

Aku benar-benar merasa bersalah, dan tak tahu apa yang harus aku lakukan. Kalau misalnya ada lautan tuh, aku berani nyebur dan langsung menghilang dari permukaan bumi. Namun, kata temanku yang lain, aku nggak perlu merasa bersalah dan meminta maaf. Itu adalah kesalahan dia yang dengan lancang membuka-buka buku harianku, privasiku. Justru seharusnya dia yang meminta maaf padaku. Lalu aku tahu kelogisan pernyataannya sehingga akupun lebih tenang.

Kembali ke fb yang hampir aku log out. Ternyata kawanku Riki, mengupload bagian-bagian dalam SMP seperti gerbang masuk, lapangan basket, taman, dan depan perpus. Tentunya dengan keterangan juga, "Di sinilah dulu kita mengukir memori bersama kawan-kawan yang tak kan bisa kita lupakan."

Kali ini mataku berkaca-kaca menahan haru yang menyeruak melihat sudut-sudut sekolah yang menjadi saksi bisu akan perjuanganku sekolah selama tiga tahun. Ada kenangan berlatih berbaris hingga lelah namun terbayar dengan kemenangan sebagai juara umum. Ada kenangan dihukum skotjump gara-gara dulu telat ikut upacara pramuka. Ada kenangan nangis ke temanku, Irma karena tidak dijinkan ortu ikut salah satu ekstrakurikuler. Ada kenangan belajar matematika mati-matian dari nol yang benar-benar bulat hingga akhirnya punya kesempatan untuk ikut olimpiade MIPA tingkat kabupaten dan aku masuk sepuluh besar. Lumayan buat pemula. Ada kenangan ngompol di rok biru gara-gara kebablasan menertawai Norvia yang sepedanya rusak waktu berangkat sekolah. Ada kenangan beli nasi bungkus 3 bungkus gara-gara hati marah nggak karuan kepada ortu yang berangkat sekolah sempat dimarahi dan akhirnya malas sarapan. Dan sejuta kenangan lain tentunya, yang tak akan habis jika ditulis di sini.

Ya, siapa bilang kita tak boleh menoleh pada masa lalu. Kurasa itu kalimat yang salah. Ada kalanya kita butuh beberapa waktu untuk menoleh ke masa lalu untuk menghibur diri dengan kenangan lucu kita. Atau untuk menguatkan langkah kita kala kita dalam suatu proses perjuangan. Bahwa dulu kitapun pernah melalui sebuah proses untuk mencapai mimpi yang kita idamkan. Itulah sumber motivasi terbaru kita.

Hingga kusempatkan untuk menuliskan sedikit komentar di abwah foto bangunan tempatku menuntut ilmu delapan hingga enam tahun silam.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun