Mohon tunggu...
Novita Sari
Novita Sari Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Uin Gusdur

Saya adalah mahasiswa aktif Uin Gusdur

Selanjutnya

Tutup

Financial

Kebijakan Fiskal dan Moneter Terhadap Stabilitas Ekonomi Konvensional dan Syariah

18 Desember 2024   10:45 Diperbarui: 18 Desember 2024   10:44 6
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Finansial. Sumber ilustrasi: PEXELS/Stevepb

Stabilitas ekonomi merupakan salah satu faktor kunci yang menentukan kesejahteraan masyarakat dan keberlanjutan pertumbuhan ekonomi dalam jangka panjang (Rizani et al., 203). Dalam mengelola perekonomian, pemerintah menggunakan berbagai instrumen kebijakan untuk mencapai stabilitas tersebut. Dua di antaranya yang paling penting adalah kebijakan fiskal dan kebijakan moneter. Kedua kebijakan ini tidak hanya diterapkan dalam kerangka ekonomi konvensional, tetapi juga relevan dalam sistem ekonomi syariah. Dalam artikel ini, akan dibahas bagaimana kebijakan fiskal dan moneter memengaruhi stabilitas ekonomi dari dua perspektif tersebut serta tantangan yang dihadapi dalam penerapannya.

Kebijakan Fiskal: Pengaturan Anggaran Negara

Kebijakan fiskal merupakan kebijakan yang dilakukan oleh pemerintah dalam mengelola anggaran negara, yang meliputi penerimaan negara, seperti pajak, serta pengeluaran negara untuk membiayai berbagai program dan kebijakan (Oktaviana & Harahap, 2020). Dalam kerangka ekonomi konvensional, kebijakan fiskal digunakan untuk mengatur permintaan agregat di masyarakat agar dapat mencegah inflasi yang berlebihan, pengangguran, serta ketidakseimbangan dalam neraca perdagangan. Misalnya, dalam kondisi resesi, pemerintah bisa melakukan kebijakan fiskal ekspansif dengan meningkatkan belanja publik atau mengurangi pajak untuk mendorong aktivitas ekonomi dan menciptakan lapangan kerja. Sebaliknya, dalam situasi inflasi yang tinggi, pemerintah bisa menerapkan kebijakan fiskal kontraktif dengan mengurangi belanja atau menaikkan pajak untuk menekan permintaan dan menjaga stabilitas harga.

Dalam sistem ekonomi syariah, kebijakan fiskal tidak hanya dilihat sebagai alat untuk mengelola perekonomian, tetapi juga sebagai instrumen untuk menciptakan keadilan sosial dan distribusi yang lebih merata. Di dalam ekonomi syariah, zakat, infak, sedekah, dan wakaf (ZISWAF) memiliki peran penting dalam memperbaiki distribusi pendapatan dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat, terutama bagi golongan yang kurang mampu. Penerapan zakat, misalnya, dapat membantu mengurangi kesenjangan sosial dan meningkatkan akses masyarakat miskin terhadap kebutuhan dasar mereka. Laporan Badan Amil Zakat Nasional (BAZNAS) menunjukkan bahwa zakat di Indonesia memiliki kontribusi yang signifikan dalam mengentaskan kemiskinan dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat, yang menunjukkan bahwa kebijakan fiskal berbasis syariah dapat membantu pemerintah dalam mencapai tujuan distribusi keadilan.

Namun, dalam praktiknya, baik dalam sistem konvensional maupun syariah, kebijakan fiskal sering kali menghadapi berbagai tantangan. Salah satu tantangan utama adalah defisit anggaran yang tinggi. Dalam ekonomi konvensional, defisit sering ditutupi dengan utang yang berbasis bunga, yang menambah beban ekonomi negara dalam jangka panjang. Sebaliknya, dalam sistem ekonomi syariah, utang berbasis bunga atau riba diharamkan, sehingga negara harus mencari cara alternatif untuk membiayai defisit anggaran, seperti melalui penerbitan sukuk atau obligasi syariah. Sukuk, sebagai instrumen keuangan syariah, tidak melibatkan bunga dan dianggap lebih sesuai dengan prinsip-prinsip syariah karena memberikan hasil berdasarkan bagi hasil atau sewa.

Kebijakan Moneter: Pengaturan Jumlah Uang Beredar

Kebijakan moneter adalah kebijakan yang diambil oleh bank sentral untuk mengendalikan jumlah uang yang beredar dalam perekonomian guna mencapai berbagai tujuan makroekonomi, seperti stabilitas harga, pertumbuhan ekonomi, dan pengurangan pengangguran (Sriyono, 2013). Bank sentral mengelola kebijakan moneter dengan menggunakan instrumen-instrumen seperti suku bunga, operasi pasar terbuka, dan rasio cadangan wajib. Dalam ekonomi konvensional, suku bunga menjadi instrumen utama untuk mengontrol likuiditas dan mendorong investasi serta konsumsi. Ketika ekonomi melambat, bank sentral akan menurunkan suku bunga untuk mendorong lebih banyak pinjaman dan investasi, sementara ketika inflasi meningkat, suku bunga akan dinaikkan untuk mengurangi jumlah uang yang beredar dan menstabilkan harga.

Namun, dalam ekonomi syariah, instrumen moneter yang berbasis bunga, seperti suku bunga, tidak dapat digunakan karena riba atau bunga dianggap haram. Oleh karena itu, kebijakan moneter dalam sistem ekonomi syariah harus diterapkan dengan menggunakan instrumen yang sesuai dengan prinsip-prinsip syariah, seperti sukuk atau sertifikat investasi syariah. Bank Indonesia, misalnya, menggunakan Sertifikat Bank Indonesia Syariah (SBIS) untuk mengatur likuiditas di pasar syariah. Dalam kebijakan moneter syariah, selain instrumen investasi syariah, terdapat juga kebijakan bagi hasil yang lebih adil dan sesuai dengan nilai-nilai Islam.

Salah satu kelebihan dari kebijakan moneter syariah adalah lebih stabil karena tidak bergantung pada fluktuasi suku bunga yang dapat menciptakan ketidakpastian di pasar. Sistem syariah lebih terhindar dari ketergantungan pada instrumen berbasis bunga yang seringkali mengarah pada ketidakstabilan ekonomi. Namun, implementasi kebijakan moneter syariah di Indonesia masih menghadapi berbagai tantangan, seperti terbatasnya instrumen yang dapat digunakan dan rendahnya literasi masyarakat terhadap produk-produk keuangan syariah. Oleh karena itu, perlu dilakukan peningkatan edukasi dan literasi keuangan syariah agar masyarakat dapat memanfaatkan instrumen tersebut secara maksimal.

Sinergi Kebijakan Fiskal dan Moneter dalam Stabilitas Ekonomi

Sinergi antara kebijakan fiskal dan kebijakan moneter sangat penting untuk menjaga keseimbangan dan stabilitas ekonomi. Dalam ekonomi konvensional, kedua kebijakan ini harus berjalan saling melengkapi dan mendukung. Misalnya, ketika pemerintah mengimplementasikan kebijakan fiskal ekspansif untuk merangsang perekonomian, kebijakan moneter yang mendukung dengan menurunkan suku bunga akan mempercepat efek dari kebijakan fiskal tersebut. Sebaliknya, ketika inflasi meningkat, kebijakan fiskal yang lebih ketat (seperti pengurangan pengeluaran) dapat dipadukan dengan kebijakan moneter yang kontraktif, seperti kenaikan suku bunga untuk mengurangi permintaan agregat dan menstabilkan harga.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Financial Selengkapnya
Lihat Financial Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun