"Lah iya, makanya kamu sering-sering ke sini."
"Hehehe iya Nek insyaallah."
      Senja perlahan mengilang tergantikan kegelapan dan gemerlap bintang. Benar-benar suasana kampung terasa damai di jiwa. Mungkin hanya jeritan anak-anak yang bermain di halaman rumah mereka sebelum tiba tengah malam.
      Lambat laun jeritan itu berubah menjadi okestra alam. Debur ombak sayup-sayup terdengar yang tak jauh dari sini serta serangga dan burung hantu mengeluarkan suara  berirama.
      Tidak ada televisi di rumah hanya radio. Nenek sudah tertidur pulas ditemani kucing tiga warna di kasur bagian bawah sebelah kaki. Sementara aku masih menikmati okestra alam dan mencatat diary juga to do list yang harus aku lakukan selama liburan di sini.
      Hawa dingin semakin menjadi, kenikmatanku dalam menikmati okestra malam terganggu. Kemudian kuputuskan untuk tidur.
      Benar-benar pagi buta, ku tengok jam dinding pukul setengah empat pagi. Masyarakat kampung sudah beraktifitas entah pukul berapa mereka bangun. Suara motor dinyalakan, suara ayam berkokok, dan suara-suara lain tercipta. Hal yang tidak aku temukan pada orang kompleks di kota sana.
      Nenek mengajakku pergi ke masjid ketika fajar telah datang dengan cahaya remang-remang.
***
      Sesuai kesediaanku menuruti pesan Ayah. Kali ini Nenek akan pergi ke ladang merawat tanaman di sana.
      Banyak variasi tanaman yang Nenek tanam mulai dari kacang tanah dan panjang, ketela, cabai, tomat, pare, dan terung. Sekarang waktunya memanen cabai. Satu karung besar berhasil didapatkan. Satu karung diperkirakan kurang lebih 10 kg. Lima kg untuk dijual dan sekarang memang cabai sedang mahal jadi Nenek benar-benar sedang bahagia. Kemudian lima kg lagi dibagi untuk diri sendiri dan tetangga. Itulah indahnya kehidupan dikampung, saling berbagi dan menjadikan keeratan dalam hubungan bertetangga.