Sebagai seorang calon ibu, saya sangat was-was sekaligus khawatir saat membaca berita ternyata banyak anak di Indonesia yang mengalami stunting. Meskipun itu bukan hal yang baru terjadi, tetap saja membuat saya khawatir. Bisa dipastikan, tak ada orangtua yang rela apalagi ingin melihat anaknya mengalami stunting.
Setelah membaca beberapa sumber informasi, ternyata stunting tidak hanya terjadi pada masyarakat  kelas ekonomi bawah, namun saat ini sudah menyasar ke masyarakat kelas ekonomi menengah.
Penyebab utamanya adalah kesalahan pemberian asupan gizi kepada anak. Muncul pertanyaan di pikiran saya, apakah kondisi ekonomi serta merta bisa dijadikan alasan penyebab anak stunting ? Atau jangan-jangan faktor kesibukan orangtua yang membuat asupan gizi anak kurang terperhatikan ?
Saya kira, perjuangan seorang ibu tentu tidak hanya sebatas mengandung, melahirkan, dan memenuhi kebutuhan materi anak akan tetapi yang tak kalah penting adalah menjamin pertumbuhan anak agar tumbuh menjadi anak yang sehat. Jangan sampai pertumbuhan anak terhambat karena itu bisa menjadi masalah untuk masa depannya.
Menurut data World Health Organization (WHO), di Indonesia tercatat 7,8 juta dari 23 juta balita atau setara dengan 35,6 persen menderita stunting. Sebanyak 18,5 persen balita masuk dalam kategori sangat pendek dan 17,1 persen masuk kategori pendek.
Berdasar data ini, WHO menetapkan Indonesia di urutan kelima jumlah anak dengan kondisi stunting. Artinya Indonesia tergolong dalam negara yang status gizinya buruk. Dari angka-angka tersebut Indonesia hanya sedikit lebih baik dari negara-negara di kawasan Asia Tenggara seperti Kamboja (41%), Laos (44%), dan Timor Leste (58%).
StuntingÂ
Untuk melakukan pencegahan, tentu penting bagi setiap pasangan suami istri mengenal apa itu stunting, mengapa seorang anak bisa mengalami stunting, dan bagaimana pencegahannya.
Stunting adalah masalah gizi kronis yang disebabkan oleh asupan makan yang tidak sesuai dengan kebutuhan gizi dalam waktu lama. Stunting juga bisa dikaitkan dengan perkembangan otak yang tidak maksimal sehingga menghambat kemampuan mental serta kesulitan belajar.
Anak yang mengalami stunting, saat dewasa juga berisiko menderita diabetes, hipertensi, jantung, serta kematian akibat infeksi.Â
Seorang anak dapat mengalami stunting bila orangtua tidak memberikan gizi yang seimbang sejak masa kehamilan. Bila asupan gizi kurang maka anak akan rentan terkena penyakit infeksi.
Adapun gejala anak mengalami stunting yaitu:
- Berat badan tidak naik bahkan cenderung menurun
- Anak berbadan lebih pendek untuk anak seusianya
- Pertumbuhan tulang tertunda
- Perkembangan tubuh terhambat
- Anak mudah terkena penyakit infeksi.
Menurut Kementerian Kesehatan, penyebab stunting dibedakan atas dua yaitu penyebab langsung dan penyebab tidak langsung. Secara langsung stunting disebabkan oleh kurangnya asupan gizi yang cukup serta ancaman penyakit infeksi yang berulang. Secara tidak langsung stunting disebabkan oleh pola asuh ibu, ketersediaan pangan di tingkat rumah tangga, sanitasi lingkungan, dan pelayanan kesehatan.Â
Seribu Hari Pertama Kehidupan dimulai dari fase kehamilan (270 hari) hingga anak berusia 2 tahun (730 hari). 1000 HPK merupakan fase terpenting dalam kehidupan anak.Â
Kesehatan dan kecerdasan anak di mulai sejak janin di dalam kandungan hingga ulang tahun yang kedua. 1000 HPK sering disebut sebagai periode emas bagi anak. Pencegahan stunting pun paling efektif dilakukan adalah pada periode 1000 HPK.
Fase Kehamilan
Pada fase kehamilan, gizi dan kesehatan ibu hamil harus diperhatikan agar terhindar dari stunting. Ibu hamil harus mendapatkan asupan makanan sehat yang cukup.Â
Status gizi seorang wanita sebelum hamil sangat menentukan awal perkembangan plasenta dan embrio. Berat badan ibu pada saat pembuahan, baik menjadi kurus atau kegemukan dapat mengakibatkan kehamilan beresiko sehingga berdampak kepada kesehatan anak dikemudian hari.Â
Pada fase kehamilan, kebutuhan gizi akan meningkat khususnya energi, protein, vitamin, serta mineral. Oleh sebab itu seorang ibu harus memperhatikan kualitas dan kuantitas makanan yang dikonsumsi serta melakukan pemeriksaan kehamilan secara rutin. Apabila asupan nutrisi kurang, maka janin akan mengurangi sel-sel perkembangan tubuhnya yang bisa berakibat anak mengalami stunting.Â
Fase Bayi Usia 0-2 tahun
Pada periode 730 hari pasca kelahiran, asupan gizi bayi pun harus menjadi perhatian utama. Setiap ibu pasti ingin memberikan yang terbaik bagi anaknya, namun terkadang kurangnya pengetahun tentang gizi dan pola asuh tanpa disadari bsia berdampak kepada kondisi gizi anak.Â
Misalnya saja karena ingin anaknya cepat besar maka seorang ibu menganggap ASI saja tidak cukup sehingga memberikan anak susu formula. Padahal kandungan gizi di dalam ASI sangat dibutuhkan anak dan itu tak bisa tergantikan oleh susu formula.Â
Pemenuhan gizi yang optimal selama periode 1000 HPK memberi kesempatan kepada anak untuk hidup lebih lama, lebih sehat, lebih produktif, serta berisiko lebih rendah terhadap penyakit degeneratif.Â
- Selama hamil, makan makanan beraneka ragam
- Memeriksa kehamilan 4x selama kehamilan
- Minum tablet tambah darah
- Bayi yang baru lahir Inisiasi Menyusui Dini  (IMD)
- Berikan ASI eksklusif selama 6 bulan
- Timbang BB bayi secara rutin setiap bulan
- Berikan imunisasi dasar wajib bagi bayi
- Lanjutkan pemberian ASI hingga usia 2 tahun
- Berikan MP ASI secara bertahap pada usia 6 bulan dan tetap memberikan ASI.
Berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 828/Menkes/SK/IX/2008, pemeriksaan kehamilan dilakukan minimal empat kali selama masa kehamilan. Hal ini dilakukan agar status gizi dan kondisi janin dan ibu dapat dipantau sehingga anak diharapkan terlahir dengan sehat.Â
Pemberian ASI eksklusif juga sangat dianjurkan agar daya tahan tubuh anak lebih kuat. Oleh sebab itu, inisiasi menyusui dini (IMD) pada bayi yang baru dilahirkan harus dilakukan. IMD merupakan kemampuan bayi menyusu sendiri segera setelah lahir, ini akan mendekatkan ibu dan anak sehingga keduanya bisa saling merasakan kasih sayang. Menurut UNICEF, IMD juga dapat mempercepat pemulihan ibu pasca melahirkan.
Pentingnya ASIÂ
Pada periode 1000 HPK, pemberian ASI eksklusif merupakan bagian terpenting. ASI mengandung zat antibodi yang bermanfaat bagi tubuh bayi serta memiliki keunggulan dibandingkan susu formula.Â
Dalam ASI terkandung kolostrum yang berguna untuk meningkatkan imunitas tubuh bayi, ASI juga mudah dicerna, ASI mengandung zat anti infeksi, bersih dan bebas kontaminasi, dan ASI mengandung gizi berkualitas yang dapat meningkatkan kecerdasan anak (Kemenkes).Â
"ASI adalah dasar kehidupan. Anak yang cerdas dimulai dari 1000 hari pertama kehidupan (HPK), tentu salah satu diantaranya diberi ASI", tutur Menteri Kesehatan RI, Nila Farid Moeloek, saat memberikan sambutan pada Puncak Peringatan Pekan ASI Sedunia tahun 2018 di Kementerian Kesehatan, Senin pagi (20/8).Â
Agar setiap anak di Indonesia terjamin pemenuhan haknya mendapatkan ASI eksklusif, maka dikeluarkan Peraturan Pemerintah No 33 tahun 2012 tentang pemberian ASI eksklusif, program Inisiasi Menyusu Dini (IMD), sarana menyusui di tempat kerja dan umum, penggunaan susu formula, serta dukungan masyarakat serta tanggung jawab pemerintah dalam hal pendanaan.Â
Dengan adanya dukungan penuh pemerintah, maka tidak ada alasan lagi bagi setiap ibu untuk tidak memberikan ASI eksklusif kepada buah hati.Â
Pemberian ASI eksklusif juga berguna menghindarkan anak dari stunting. ASI merupakan makanan pokok yang dibutuhkan anak pada periode emas agar kelak anak dapat tumbuh dan berkembang dengan baik.Â
Pada usia 7 hingga 24 bulan, ibu dapat memberikan Makanan Pendamping ASI (MP-ASI). Pemberian MP-ASI dilakukan agar kebutuhan gizi anak dapat terpenuhi. Menurut Kementerian Kesehatan MP-ASI harus mengandung zat gizi berupa karbohidrat, lemak, protein, vitamin, dan mineral.Â
Disamping tanggung jawab memberikan asupan makanan bergizi pada anak, setiap orangtua juga perlu menjaga kebersihan sanitasi dan lingkungan.Â
Harus diingat bahwa penyebab tidak langsung stunting adalah lingkungan serta sanitasi yang kotor. Itu bisa menyebabkan anak terinfeksi bakteri kronis dan membuat gizi sulit diserap oleh tubuh. Oleh sebab itu, kepedulian masyarakat sekitar juga dibutuhkan agar saling menjaga kebersihan tempat tinggal.Â
Bila melihat bagaimana perjuangan setiap pasangan suami istri ingin memiliki anak serta perjuangan ibu mengandung dan melahirkan anaknya, maka tidak ada alasan untuk tidak memberikan anak menikmati masa periode emasnya.Â
Dengan kesadaran memberikan asupan gizi yang dibutuhkan pada periode 1000 Hari Pertama Kehidupan (HPK) pada anak serta terus menjaga kebersihan lingkungan, kita bisa berharap anak-anak Indonesia akan terhindar dari stunting.Â
Orangtua, masyarakat, dan pemerintah harus berkomitmen untuk bersama-sama menyelesaikan permasalahan stunting. Anak merupakan harapan generasi penerus bangsa. Anak yang sehat dan cerdas akan membawa Indonesia menjadi bangsa yang besar. Indonesia sehat adalah Indonesia yang bebas dari stunting.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H