Jakarta terkenal dengan kemacetannya. Tiada hari tanpa macet, demikian istilah teman-teman yang tinggal di Jakarta. Sebelum menginjakkan kaki di Jakarta, penulis tidak begitu meresponi pendapat mereka. Akan tetapi berbeda ketika penulis merasakan sendiri tinggal dan bekerja di Jakarta.
Harapan tidak sesuai dengan kenyataan itulah yang penulis rasakan ketika pertama kali menginjakkan kaki di Jakarta. Untuk urusan pekerjaan penulis tinggal di Jakarta selama 1 bulan. Awalnya ada rasa senang bisa pergi ke Jakarta dan jujur saja ini merupakan cita-cita penulis sejak lulus kuliah. Dengan persiapan yang matang dan bersemangat penulis pergi ke Jakarta.
Kesan pertama yang penulis rasakan adalah Jakarta ternyata benar-benar kota yang sangat macet. Baru beberapa hari tinggal di Jakarta, penulis sudah mulai merasakan stress akibat kemacetan. Jumlah kendaraan yang sangat banyak kemudian ditambah para pengemudi yang tidak mengikuti tata tertib berlalu lintas menjadi faktor utama penyebab kemacetan di Jakarta. Itu menjadi pemandangan wajib sehari-hari dan bisa mengganggu psikologis pribadi dan gampang memantik emosi. Â
Kemacetan memberikan dampak negatif bagi warga Jakarta. Menurut penulis banyak waktu yang terbuang sia-sia akibat kemacetan. Kemacetan di Jakarta juga mengakibatkan kesehatan menjadi terganggu, tingkat stress semakin tinggi. Polusi dari asap kendaraan bermotor dapat merusak paru-paru dan merusak kesehatan otak yang kemudian dapat mempengaruhi mental, intelegensi, dan emosi. Bagi anak-anak di Jakarta, polusi dari asap kendaraan bermotor dapat menyebabkan tingkat konsentrasi anak menjadi rendah.
Selain hal di atas dampak yang menurut penulis cukup buruk adalah kemacetan di Jakarta dapat merusak kuantitas dan kualitas interaksi diantara keluarga. Di Jakarta selama satu minggu penulis tinggal bersama sebuah keluarga yang memiliki dua orang  anak yang duduk di bangku Sekolah Dasar. Kedua teman saya bekerja pada salah satu bank swasta di Jakarta. Pagi hari pukul 5.30 pagi kedua teman saya berangkat ke tempat pekerjaan mereka. Mereka harus berangkat sepagi itu agar tidak terjebak macet. Padahal kedua anaknya belum bangun tidur.Â
Kemudian agar terhindar dari kemacetan kedua teman saya memilih pulang dari kantor pukul 7 malam dan sampai di rumah pukul 8 malam. Mereka tidak memiliki waktu melihat perkembangan anak. Karena di pagi hari mereka berangkat bekerja kedua anaknya masih terlelap dan pada saat pulang mereka sudah kelelahan. Sepanjang hari kedua anak ditemani oleh pengasuh. Kemacetan di Ibukota mengakibatkan momen kebersamaan bersama keluarga hilang begitu saja.
Kemacetan Jakarta memang menghadirkan dilema. Sementara warga harus berjuang untuk hidupnya, namun di saat yang sama ia juga harus "mengorbankan" waktu bersama keluarga menjadi terbuang percuma karena harus menghabiskan banyak waktu di jalan menghadapi ruwetnya kemacetan. Ini adalah fakta sekaligus dilema yang dihadapi oleh warga Jakarta. Â Â Â
Melihat kondisi tersebut penulis berpendapat bahwa kemacetan di Jakarta harus segera diselesaikan karena akan berdampak buruk terhadap perkembangan anak. Akan banyak anak-anak di Jakarta yang kehilangan waktu bermain dengan orang tua mereka. Bahkan dampak yang lebih besar adalah akan banyak orang tua yang tidak mengetahui perkembangan anak mereka. Padahal anak adalah generasi bangsa.
Salah satu faktor yang menyebabkan kemacetan adalah banyaknya jumlah kendaraan. Berbagai program yang sudah dan akan dilakukan pemerintah pusat maupun daerah takkan pernah mampu mengimbangi laju pertambahan jumlah kendaraan bermotor di Jakarta dari waktu ke waktu. Fakta ini sudah tersaji di depan mata. Â Â
Sehingga munculnya konsep berkendara bersama (ride sharing) bisa menjadi salah satu alternatif dan diyakini mampu mengurangi dampak kemacetan di Jakarta. Warga Jakarta haruslah legowo mau berkendara bersama (ride sharing).
Dengan melakukan ride sharing maka warga Jakarta bisa menghemat waktu sehingga warga Jakarta bisa lebih produktif. Selain itu bila jumlah kendaraan berkurang tentu saja membuat udara di Jakarta semakin bersih dan ini akan membuat warga Jakarta menjadi lebih sehat. Ride sharing dapat memberikan para orang tua memiliki waktu melihat perkembangan anak sehingga anak-anak di Jakarta menjadi anak-anak yang tumbuh dengan baik.
Selain itu ride sharing juga dapat berpengaruh terhadap interaksi sosial diantara warga. Dengan seringnya berinteraksi maka akan menciptakan dan meningkatkan kepedulian diantara sesama warga Jakarta.
Akhirnya, solusi kemacetan di Jakarta ada pada warga Jakarta sendiri yaitu dengan berkendara bersama (ride sharing). Menunggu atau bergantung sepenuhnya pada kebijakan atau program pemerintah terbukti tak pernah mampu memberikan manfaat yang maksimal. Saatnya warga peduli dan menjadikan Jakarta menjadi kota metropolitan yang ramah pada setiap warganya. Jangan menunggu hingga Jakarta benar-benar mengalami kemacetan total seperti tergambarkan pada video berikut ini: Â
Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H