Pertempuran Laut Aru, sebuah pertempuran ikonik yang pernah terjadi usai kedaulatan Indonesia diakui Belanda. Ikonik ini berarti memiliki keunikan dengan kisah heroik pada setiap peristiwanya. Tak lain dengan Yos Sudarso, yang kala itu menjadi korban bersama seluruh awak kapal boat patrolinya. Angkatan Laut Indonesia memang memiliki semangat tempur diatas rata-rata kala itu.
Disebutkan memang, Belanda akhirnya memilih untuk menguasai Irian usai Perundingan KMB. Namun, pendudukan Belanda atas Irian, justru dianggap sebagai pelanggaran terhadap hasil perundingan yang telah disepakati. Inilah cikal bakal konflik Indonesia dengan Belanda atas bumi Irian. Melalui Tri Komando Rakyat (Trikora), Indonesia pun menuntut pembebasan Irian dari Belanda.
Yakni dengan melakukan infiltrasi militer melalui jalur laut dan udara. Semuanya dilakukan secara rahasia, khususnya bagi Angkatan Laut Republik Indonesia. Dengan mengirimkan beberapa kapal pengintai ke wilayah Irian, dengan tujuan yang tidak dapat dijelaskan. Tentunya untuk suksesi kampanye Trikora, yang jadi bahan tawar Indonesia terhadap dunia.
Walau Belanda didukung oleh Sekutu dengan peralatan militernya, Indonesia tidak habis cara. Yakni dengan melakukan kerjasama dengan Soviet, yang kala itu berdiri sebagai negara oposisi Sekutu. Hal ini memang lumrah terjadi di era Perang Dingin, dua negara adidaya saling memberi dukungan militer bagi negara-negara yang membutuhkan peralatan perang.
Disinilah kemungkinan, bagaimana Indonesia akhirnya mendapatkan kapal serang cepat tipe Jaguar, buatan Jerman Barat. Walau secara poltis, pembelian Motor Torpedo Boat (MTB) tersebut didapatkan dari Amerika. Seperti kita ketahui, bahwa Amerika kala itu pun pernah melakukan hubungan diplomatik dengan Indonesia.
Bahkan kala John F. Kennedy berkuasa, jalinan kerjasama dengan Indonesia sangat terasa terjadi. Ada dukungan tidak langsung yang diberikan oleh Amerika terhadap Indonesia. Walau secara tidak langsung kerjasama militer dengan Soviet tetap dilaksanakan. Inilah yang membuat dilain waktu, Amerika geram dengan sikap Indonesia. Terlebih kala PKI merajai politik pada tahun 60an.
Kembali kepada kisah MTB yang dikirim Indonesia ke wilayah Belanda di Irian. Sekiranya ada tiga kapal perang berjenis Jaguar yang dikirim menuju Laut Arafuru dari Pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta. Secara spesifik, tipe Jaguar ini memiliki persenjataan yang mumpuni, dengan 4 buah torpedo pada setiap sisinya. Ditambah dengan sebuah meriam bofors kaliber 40 mm di haluannya.
Kapal jenis MTB Republik ada KRI Macan Tutul, KRI Macan Kumbang, dan KRI Harimau. Semua dibawah komando Kol. Sudomo, yang berada di KRI Harimau. Sedangkan Komodor Yos Sudarso ada di KRI Macan Tutul bersama Kapten Winarno. Pada waktu yang telah ditentukan, ketiga kapal tempur Republik pun berangkat menuju lokasi patrolinya.
Setibanya di Laut Arafuru pada tanggal 15 Januari 1962, posisi ketiga kapal perang tersebut diketahui posisinya oleh dua pesawat intai Belanda. Dengan cepat Hr. Ms. Eversten tipe fregat, Hr. Ms. Kortenaer tipe korvet, dan perusak Utrecht pun melakukan penghadangan. Apalagi dua kapal Belanda tersebut adalah hasil regenerasi dari kapal tipe destroyer, dengan kemampuan diatas kapal MTB.
Berbekal 4 meriam utama kaliber 120 mm, sepasang meriam bofors kaliber 40 mm, dan 4 pasang meriam orlikon kaliber 20 mm, Hr. Ms. Eversten dengan segera menembaki posisi kapal-kapal Republik. Target utamanya adalah KRI Macan Tutul, yang dianggap telah melakukan serangan pendahulu terhadap kapal-kapal Belanda.