Mohon tunggu...
Bahas Sejarah
Bahas Sejarah Mohon Tunggu... Guru - Bangsa Yang Besar Adalah Bangsa Yang Menghargai Sejarah Bangsanya Sendiri

Berbagi kisah sejarah

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Mengenal Soemitro Djojohadikusumo Pencetus Gerakan Benteng

26 Mei 2023   06:19 Diperbarui: 26 Mei 2023   06:19 720
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Soemitro Djojohadikusumo (sumber: kompas/kementerian keuangan)

Gerakan Benteng, dalam sejarah Indonesia dikisahkan sebagai kebijakan ekonomi yang diberlakukan untuk melindungi para pengusaha pribumi ditengah transisi Pemerintah Belanda dengan Indonesia. Tepatnya usai Konferensi Meja Bundar usai, carut marutnya ekonomi bangsa menjadi simbol betapa Indonesia tengah terpuruk akibat perang mempertahankan kemerdekaan.

Pada awal pembentukan kabinet Natsir dalam sistem parlementer, Indonesia dihadapkan dengan krisis ekonomi yang meluas. Dalam berbagai aspek sosial dan politik, yang mempengaruhi stabilitas negara. Kala itu, Natsir menunjuk Soemitro Djojohadikusumo untuk menjabat sebagai Menteri Perdagangan dan Perindustrian. Dengan fokus industrialisasi demi kebangkitan ekonomi bangsa.

Pemahamannya mengenai perekonomian global, menjadi kunci kepercayaan Sutan Syahrir kala itu. Sebelum diberlakukannya sistem parlementer, Soemitro sudah menjabat pada Kementerian Keuangan, dan bertugas sebagai duta ekonomi Indonesia pada Dewan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB). Maka, tidak perlu diragukan lagi pandangan dan proyeksinya mengenai perekonomian bangsa.

Masa transisi de facto Indonesia dengan Belanda kala itu memang ditandai dengan proses perpindahan kekuasaan secara politis. Namun dalam aspek ekonomi, banyak perusahaan Belanda yang ternyata tidak bisa diserahkan begitu saja kepada pihak Indonesia. Khususnya dalam tenaga terampil yang dapat mengoperasikan mesin-mesin produksi.

Proyeksinya mengenai konsep industrialisasi Indonesia akhirnya ia curahkan dalam Rencana Urgensi Perekonomian atau biasa dikenal dengan istilah Soemitro Plan. Program yang tujuannya adalah mengaktivasi kembali pabrik-pabrik rusak pasca perang, sempat terhenti karena persoalan anggaran keuangan negara.

Dijelaskan pula, selama menjabat sebagai Menteri Perdagangan dan Perindustrian, Soemitro kerap melakukan lawatannya ke negara-negara Eropa guna mencari modal ataupun donatur untuk pembangunan ekonomi Indonesia. Nah, pada kesempatan inilah konsep Gerakan Benteng pun digagas oleh beliau, guna membangkitkan semangat perekonomian bangsa.

Gerakan Benteng sendiri sejatinya tidak melepaskan Belanda dalam berbagai kepentingan ekonomi Indonesia. Artinya bahwa, tenaga kerja Belanda masih dibutuhkan oleh Indonesia selama masa transisi. Tentunya tanpa meninggalkan peran serta rakyat Indonesia dalam membangun kembali roda ekonomi secara bersama-sama.

Selain itu, Gerakan Benteng juga mengatur regulasi impor barang yang masuk ke Indonesia. Khususnya bagi importir pribumi, yang diberi peluang besar dalam proses regulasi dan transaksi. Selain itu ada dukungan modal dari pemerintah guna mengembangkan usaha lokal dengan sistem kredit murah. Nah, disini ada skala prioritas dari Pemerintah kepada para pengusaha pribumi.

Namun sayangnya, program tersebut tidak dapat berjalan lama. Karena banyak pihak yang justru memanfaatkan pengusaha pribumi sebagai "batu loncatan" mendapatkan modal dari Pemerintah. Tentunya dari para pengusaha non-pribumi, yang memanipulasi data dari para calon penerima modal.

Total ada 700 perusahaan yang telah mendapatkan modal dari progam Gerakan Benteng. Tepatnya pada tahun 1957, ketika Kabinet Juanda memimpin, program tersebut secara resmi dihentikan. Padahal jika dilihat dari progresifitasnya, kebijakan tersebut sangat menguntungkan bagi pengusaha pribumi.

Walau sempat direvisi guna memberi keuntungan juga pada pengusaha Tionghoa kala Burhanuddin Harahap menjabat sebagai Perdana Menteri. Kala itu Soemitro didaulat sebagai Menteri Keuangan, yang artinya dapat mengeluarkan berbagai kebijakan bagi upaya pertumbuhan ekonomi bangsa Indonesia.

Tidak hanya itu, Soemitro yang memiliki kebijakan dalam regulasi keuangan, memiliki prioritas lebih pada golongan ekonomi lemah. Seperti para pelaku pasar yang tidak memiliki modal cukup dalam pengembangan usahanya. Ada sisi humanitas yang diberlakukan olehnya kala menjabat sebagai aparatur negara.

Jika dilihat, kiprah Soemitro dalam membangun ekonomi bangsa tidak lepas dari kedekatannya dengan Sutan Syahrir. Pandangannya terkait masa depan ekonomi bangsa dalam proyeksi pemerataan baik desa ataupun kota, akhirnya melibatkan dirinya dalam PRRI. Soemitro melihat, bahwa kala itu tidak ada pemerataan ekonomi antara desa dengan kota.

Inilah yang kiranya menjadi dasar munculnya pemberontakan PRRI di Sumatera Barat. Selain itu, tuduhan terhadapnya dalam kasus korupsi membuat dirinya semakin tidak cocok dengan Pemerintah kala itu. Kiranya dari persoalan ini, yang menjadi alasan mengapa Soemitro kemudian lebih memilih untuk tinggal di luar negeri. Selama beberapa waktu, ia tinggal dari negara satu ke negara lainnya.

Dituduh memberontak dan melakukan korupsi, inilah yang membuatnya kecewa. Padahal sumbangsih pikirannya telah berhasil membebaskan negara dari persoalan ekonomi. Walau tidak sepenuhnya dilakukan olehnya. Apalagi dalam urusan diplomasi dunia, Soemitro adalah salah satu dari sekian banyak tokoh Indonesia yang diakui dunia.

Transisi pemerintahan yang terjadi pada tahun 1967, akhirnya membuat dirinya memilih kembali ke Indonesia. Kala itu memang, peristiwa 1965 (pemberontakan PKI) telah membuat suasana politik dan ekonomi menjadi berbalik total. Dari pemerintahan Orde Lama ke Orde Baru, dengan proyeksi pembangunan dalam berbagai bidang (Repelita).

Pada Kabinet Pembangunan I, Soemitro langsung didaulat sebagai Menteri Perdagangan dan Industri pada tahun 1968. Pemerintah kala itu memahaminya sebagai ekonom terkemuka, yang memiliki visi terbaik bagi pembangunan ekonomi Indonesia. Seperti halnya kebijakan menekan impor pada produk tertentu dan lebih memprioritaskan ekspor dengan kualitas baik.

Namun, programnya tidak seterusnya berjalan dengan baik dalam pemerintahan Orde Baru. Soemitro pun dialihtugaskan sebagai Menteri Riset pada Kabinet Pembangunan II pada tahun 1973. Nah, selama menjabat dalam Menteri Riset inilah orientasinya dalam membangun ekonomi dikembangkan melalui kalangan intelektual.

Yakni dengan melibatkan fakultas-fakultas ekonomi dari seluruh universitas di Indonesia. Khususnya dalam memberi berbagai alternatif dan solusi bagi pengembangan ekonomi Indonesia. Walau ini tidak "disukai" oleh pemerintah kala itu. Dengan pergantian jabatan Menteri dari Soemitro ke B.J. Habibie dalam Kabinet Pembangunan III.

Dimana seluruh program yang digagas olehnya akhirnya dihentikan oleh Pemerintah. Satu sisi karena disebutkan bahwa Soemitro merupakan teman diskusi Mochtar Lubis. Seorang wartawan yang kerap melakukan kritiknya terhadap Pemerintah. Bahkan, ia pun pernah mengungkapkan, bahwa kebijakan ekonomi proteksionis Orde Baru justru akan merugikan bangsa.

Konsepsi idealnya dalam memandang tujuan ekonomi memang tidak dapat dilepaskan dari kebijakan Benteng terdahulu. Orientasi lebih terhadap kepentingan rakyat memang selalu menempatkan dirinya sebagai sosok yang "tidak disukai" namun dirindukan oleh penguasa. Baik pada masa Orde Lama hingga Orde Baru. Namun, Indonesia membutuhkan ide dan pemikiran cemerlangnya.

Seakan sepemahaman dengan Moh. Hatta, yang berjuang dalam konsep koperasi bagi kemandirian bangsa. Pun demikian oleh Soemitro, yang memberikan dukungan pada program koperasi Moh. Hatta sejak era transisi Proklamasi. Kepentingan rakyat adalah tujuan utama dari Pemerintah. Jika bukan kepada rakyat, lantas kepada siapa lagi perjuangan dan gagasannya dapat disampaikan.

Inilah sekelumit kisah dari ayah Prabowo Subianto dalam kiprahnya membangun bangsa. Seorang tokoh dan pahlawan yang namanya mungkin tidak tercatat dalam panggung sejarah Indonesia. Soemitro meninggal dunia pada bulan Maret 2001 di Jakarta, dalam usia 84 tahun. Dimana ia melihat sendiri transisi Orde Baru ke masa Reformasi, karena telah terjadi krisis moneter (ekonomi). Sebuah kekhawatiran yang terbukti di kemudian hari.

Kiranya demikian, salam damai dan terima kasih.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun