Inilah kiranya yang dapat menghancurkan banyak kekuatan pribumi kala itu. Siapapun yang berani menentang, langsung dihukum dengan berat, tanpa proses peradilan yang selalu dijalankan seperti pada masa Belanda. Jadi, Raffles bukanlah sosok pemimpin yang bersih secara politis, melainkan sosok pemimpin yang memodifikasi kebijakan kolonial sesuai dengan kepentingannya.
Kejeniusan yang tentunya diatas rata-rata. Lantaran berbagai kebijakannya banyak dijelaskan secara posiif di berbagai literasi. Namun, siapa sangka, dibalik kejeniusannya, justru banyak menuai konflik sosial politik dengan penduduk Hindia Belanda. Dimana puncaknya ada pada peristiwa Geger Sepehi pada tahun 1812.
Seluruh harta dan pusaka Keraton Jogjakarta diambil secara paksa oleh pasukan Inggris. Tanpa ada sikap baik untuk mengembalikan harta pusaka dari Kesultanan Jogjakarta hingga kini. Serangan atas Jogjakarta inilah yang membuat Kesultanan diambang masa kehancuran. Karena kas Kesultanan juga dirampas oleh Inggris, dengan nominal 500 ribu gulden.
Maka, melalui kisah ini dapatlah kita simpulkan. Bahwa kepemimpinan Raffles tidak selalu memberi dampak positif bagi rakyat Indonesia kala itu. Bahkan cenderung otoriter dan militeristik dalam menangani segala reaksi yang muncul. Semoga informasi sejarah ini bermanfaat bagi kita semua, salam damai, dan terima kasih.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H