Kondisi situasi (pertempuran) yang tidak dapat diprediksi tentu saja menjadi alasannya. Belum lagi rakyat yang selalu diintai oleh mata-mata Belanda. Sudah cukup untuk memberikan bukti, bahwa berbuka dengan buah-buahan dari hasil ladang dan hutan, sudah cukup untuk disajikan pada satu kompi pasukan pejuang.
Bahkan di Hari Raya Idul Fitri yang berlangsung pada tanggal 18 Agustus 1947, tidak diketahui adanya suatu perayaan akbar. Lantaran kala itu Belanda sudah berhasil menguasai berbagai kota-kota penting di wilayah Indonesia. Perayaan ala kadarnya bagi lingkungan keluarga kala itu sudah dapat memancing mata-mata Belanda untuk melakukan pembubaran.
Apalagi anak-anak, jika kedapatan berkelompok, sudah dapat dipastikan akan ditangkap. Terlebih jika membawa sarung untuk sekedar mainan, karena akan terindikasi sebagai alat angkut logistik bagi para pejuang. Jangan harap akan ada aksi perang sarung, belum ada kiranya dulu. Bahkan ketika sholat Ied pun harus dilakukan dengan pemeriksaan ketat oleh Belanda.
Jadi, jangan sampai kita kalah selama berjuang di bulan Ramadhan. Kiranya kita dapat belajar dari sejarah bangsa di masa lalu. Bukan lantaran hanya dapat menu berbuka alakadarnya, mensyukuri atas nikmat yang diberi oleh Allah SWT, patutnya sudah cukup untuk kita nikmati hari ini. Salam damai, terima kasih.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H