Secara logis, yang memahami medan Jawa Tengah hingga Jawa Timur adalah pasukan GRR. Maka support dari Siliwangi dalam aksi penumpasan kaum pemberontak memiliki daya gempur dengan persenjataan yang lebih modern. Usai huru-hara Surakarta menjalar hingga Madiun, dengan pendirian Negara Soviet oleh Musso, maka tidak ada cara lain selain penumpasan.
Pasukan BBRI memainkan peran yang sempurna dalam membuka serangan di setiap kota sekitar Madiun. Seperti di Magetan, Ngawi, hingga melalui front selatan di Ponorogo. Serangan pembuka dari BBRI selalu dapat memberi celah bagi masuknya Siliwangi sebagai kekuatan penggempur utamanya.
Maka tak lama, pasukan FDR-PKI dapat dikepung dari berbagai penjuru. Terlebih adanya dukungan kekuatan dari pasukan TNI di Kediri. Pun dengan para pemimpin pemberontakan, seperti Musso yang kemudian diketahui tewas terbunuh, serta Amir Syarifuddin yang tertangkap bersama pasukan FDR yang tersisa.
Sedangkan BBRI yang kala itu kehilangan pemimpinnya, serta merta terpecah menjadi kelompok perjuangan kecil. Hal ini karena Tan Malaka yang awalnya dianggap sebagai "panutan", juga diketahui dibunuh dalam sebuah peristiwa di sekitar Kediri. Maka dapat disimpulkan, bahwa para pejuang BBRI lambat laun meleburkan diri bersama satuan perjuangan lainnya.
Kiranya demikian, kisah sejarah mengenai BBRI dapat dikisahkan. Jika kala itu Siliwangi tidak mendapatkan bantuan dari pasukan BBRI, tentu dalam menghadapi Pemberontakan PKI Madiun akan memakan waktu yang lama. Kiprah yang sedianya dapat disajikan lebih komprehensif lagi tatkala membahas mengenai pasukan GRR ataupun Persatuan Perjuangan.
Semoga bermanfaat. Terima kasih.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H