Seperti kita ketahui, mundurnya Belanda dari Indonesia pada tahun 1942 melalui kapitulasi Kalijati, membuat Jepang menjadi satu-satunya penguasa di kawasan Asia Tenggara. Usai menaklukkan Inggris di Malaya, dan mengalahkan armada Amerika di Filiphina dengan satu pukulan dari Laksamana Takeo Kurita. Begitulah kiranya sejarah Indonesia mencatatnya.
Strategi Takeo Kurita dengan gerakan octopus secara serempak, menjadikan wilayah-wilayah penting dapat dengan segera diduduki oleh Jepang. Khususnya yang memiliki sumber daya alam berupa minyak, di Tarakan. Tetapi tidak selamanya Jepang mampu menguasai seluruh wilayahnya yang luas.
Sekutu secara bertahap mampu melancarkan serangan balik dari peristiwa di Laut Coral dan Guadalcanal. Maka, Perang Pasifi pun mempengaruhi kampanye Jepang di Asia Timur Raya. Jepang mulai membutuhkan tenaga sukarela dari setiap wilayah jajahannya. Khususnya untuk tenaga militer cadangan.
Tetapi tidak serta merta membentuk tenaga militer tanpa organisasi lain yang bersifat sosial maupun politik. Hal ini dikarenakan Jepang sangat memahami budaya politik yang terjadi sejak masa Belanda di Indonesia. Semua kegiatan politik, sangat mempengaruhi kehidupan sosial dalam bermasyarakat.
Jepang melihat ini sebagai peluang untuk mendapatkan dukungan. Nah, sejak awal memang kampanye Jepang untuk memikat hati rakyat Indonesia tidak sebatar parade militer saja. Melainkan memberi ruang kepada para tokoh nasional untuk bekerjasama dengan dalih balas jasa.
1. Gerakan 3 A
Adalah organisasi pertama yang dibentuk oleh Jepang dalam kampanyenya di Indonesia. Gerakan ini dimulai pada tanggal 29 April 1942, sesaat setelah Belanda menyatakan kalah terhadap Jepang. Ketua dari gerakan ini adalah Mr. Syamsuddin, dengan tujuan mengkampanyekan; "Jepang Pemimpin Asia, Jepang Pelindung Asia, dan Jepang Cahaya Asia".
Namun, aksi dari gerakan ini pada akhirnya dihentikan oleh Jepang. Lantaran dianggap tidak menguntungkan bagi Jepang, karena rakyat Indonesia mulai bereaksi terhadap tentara pendudukan Jepang yang mulai bersikap sewenang-wenang. Dengan persoalan yang tidak diharapkan bagi dukungan terhadap pasukan Jepand di Indonesia.
Tepatnya pada bulan September 1942, gerakan propaganda ini dihentikan secara resmi. Dengan mengalihkan kekuatan propaganda melalui organisasi lainnya, seperti, Sendenbu.
2. Sendenbu