Sebagai orang pejuang asli Papua, nama Silas Papare mungkin telah banyak dikenal publik. Namun, seperti apa kisah perjuangannya, sekiranya dapat dikisahkan sebagai wujud rasa bangga kepada perjuangan para pahlawan bangsa.
Silas Papare merupakan salah satu pejuang yang berkontribusi dalam upaya penyatuan Papua dengan Indonesia. Beliau lahir di Serui, pada 18 Desember 1918, dan pernah menimba studi di sekolah juru rawat pada tahun 1935 disana. Aktivitasnya pada masa pendudukan Belanda di Papua, kemudian membawanya untuk tinggal di Sorong dan bertugas sebagai Kepala Perawat di sebuah perusahaan.
Sejak tahun 1940, tugasnya dikembalikan ke Serui karena disana kekurangan tenaga medis, hingga Jepang datang mengambil alih Papua dari tangan Belanda. Hubungannya dengan Sekutu pun terbangun, lantaran aktivitasnya sangat memadai untuk bertugas sebagai mata-mata terhadap Jepang.
Selama masa pendudukan Jepang, Silas Papare kerap mengadakan kontak dengan pasukan Amerika yang tengah berkonfrontasi dengan Jepang selama Perang Pasifik berkecamuk. Harapannya hanya satu, masa pendudukan Jepang dianggapnya adalah masa tersulit yang dialami oleh rakyat Papua.
Hingga beliau mendengar kabar mengenai kemerdekaan Indonesia melalui seorang nasionalis bernama Corinus Krey. Tekadnya untuk merdeka dari kolonialis Belanda pun semakin menguat, lantaran Marthen Indey kerap berdiskusi dengan dirinya. Dibawah komando Soegoro Atmoprasodjo, perlawanan di Kampung Harapan melawan KNIL-Belanda pun meletus.
Perlawanan yang sejatinya dapat terkoordinir pada bulan Desember 1945, nyatanya tidak dapat berjalan mulus. Perlawanan singkat yang kemudian berakhir dengan aksi penangkapan oleh Belanda. Adanya pengkhianatan menjadikan rencana tidak dapat berjalan dengan baik, konsekuensinya adalah pasukan Soegoro kemudian dihadapkan dengan pasukan KNIL dari Kloofkamp hingga Rabaul.
Tentu saja kalah kuat dan kalah senjata, maka tidak ada jalan lain selain menunda perlawanan. Silas Papare pun ditahan di Serui untuk diberikan hukuman pengasingan dari para pejuang lainnya. Nah, di Serui, pertemuannya dengan Sam Ratulangi semakin meyakinkan dirinya untuk membawa kibar Merah Putih ke tanah Papua.
Tidak ada rasa gentar sedikitpun dari sikapnya selama mengalami masa penahanan. Hingga waktu kebebasanya pun dipergunakan untuk mendirikan Partai Kemerdekaan Indonesia Irian (PKII).
Sebuah aksi yang membuat Belanda geram, dan mengganjarnya dengan penahanan kembali dirinya di Biak. Lantaran dianggap "halu", Silas Papare ditetapkan sebagai orang yang kurang waras.
Tetapi, penetapan tersebut justru yang berhasil membuatnya dapat lepas dari penjara Biak. Beliau lantas pergi menuju Jogjakarta seraya membawa nama Papua untuk bergabung bersama Indonesia. Bung Karno pun mengapresiasinya dengan menunjuk dirinya sebagai perwakilan dari Papua dalam kongres kabinet.
Bukan semata-mata menentang kolonialisme, melainkan bersama mengangkat Papua sebagai wilayah yang merdeka dari berbagai bentuk penjajahan atas tanah dan rakyatnya. Hal yang selalu dialaminya ketika masa pendudukan Belanda hingga Jepang.
Sekiranya, kiprah Silas Papare dan para pejuang Papua lainnya dapat terus kita kenang hingga masa yang akan datang. Tidak lain karena Papua sejak masa kolonial memang telah memilih Indonesia sebagai bagian dari tujuan perjuangan dahulu kala.
Jadi bukan atas dasar kepentingan kelompok atau politis, melainkan dari semangat nasionalisme yang tumbuh seiring proses kemerdekaan Indonesia terjadi. Terima kasih.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H