Sejarah pencatatan perkawinan
Masa sejarah hukum pencatatan perkawinan pertama dimulai dengan berlakunya Undang-undang No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan.Univikasi hukum sudah ada sejak undang tersebut mulai berlaku khususnya di bidang perkawinan, yang merupakan harapan masyarakat setelah kemerdekaan Republik Indonesia.
Masa sejarah hukum pencatatan perkawinan kedua adalah sebagai berikut:
Sebelum berlakunya Undang-undang No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan.
Hukum adat di jadikan landasan sebagai satu sistem hukum perkawinan.Â
Sistem hukum perkawinan Islam berdasarkan (1) Fraijer Summa (VOC periode 1750-1765), (2) hukum Islam (Deander periode 1800-1811), dan (3) hukum Islam (TS Raffles periode 1811-1816). (4) RR/Stbl. 1885 Nomor 2, (5) IR/Stbl.1925 Nomor 416. Stbl. Nomor 221 Tahun 1929, (6) RO Perkawinan yang Dicatat, (7) Undang-undang Nomor 22 Tahun 1946 tentang Pencatatan, Perceraian dan Penyelesaian Perkawinan, (8) Undang-undang Nomor 32 Tahun 1954 tentang Pengangkatan Undang-undang Nomor 22 Tahun 1946 .Tentang Pencatatan nikah, perceraian dan penyelesaian perkawinan di seluruh wilayah Jawa dan Madura Sistem Hukum Perkawinan KUHPerdata yang berlandaskan pada Burgelijk Wetboek.
Setelah Undang-undang No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan berlaku yang berlandaskan pada (1) UU No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan, (2) Peraturan Pemerintah No 9 Tahun 1975 tentang Pelaksanaan Undang-undang No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan, dan (3) Kompilasi Hukum Islam.Â
Masa sejarah hukum pencatatan perkawinan ketiga, sebelum berlakunya Undang-undang No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan, Hukum Perkawinan Adat dan Hukum masyarakat islam pada masa sebelum kemerdekaan tidak mengatur tentang ketentuan pencatatan perkawinan. Sebagai bukti dari perkawinan dalam Hukum Perkawinan Adat ada tiga, yaitu ketika dilakukannya upacara/ritual adat , terlaksana rukun perkawinan (adanya wali dan dua orang saksi), dan syarat kawin terpenuhi seperti mahar dan lain-lain.Pada saat itu untuk agama islam sendiri pernikahan dapat dibuktikan dengan adanya saksi nikah.Setelah Indonesia merdeka , untuk agama Islam telah dibuatkan ketentuan Yakni dengan melakukan pencatatan di Kantor Urusan Agama. Untuk agama non telah diatur di pasal BW Yakni dengan melakukan pencatatan di KCS.Â
Masa sejarah hukum pencatatan perkawinan ke-4, terdapat urgensi tentang pencatatan nikah yang selanjutnya akan mendapatkan akta nikah.
pencatatan perkawinan
Mengapa diperlukan adanya pencatatan pernikahan