¤
Â
Jero Wacik pemilik nama ini pernah menjadi Menteri Kebudayaan & Pariwisata di Kabinet Indonesia Bersatu Jilid I (2004-2009) dan Menteri Energi Sumber Daya Mineral Jilid II (2009-2014) pada era Presiden SBY. Selama menjadi menteri, berkisar 1016 Trilyun lebih telah digiring Wacik menjadi tambahan pemasukan negara melalui berbagai sektor yang berkaitan dengan tugas dan tanggung jawab yang pernah diembannya (baca klik disini). Untuk hal ini Wacik berkata dalam eksepsinya yang dibacakan di tengah persidangan, " Selama saya bekerja keras sebagai menteri selama 10 tahun, mengabdi bagi negeri, saya cukup bangga atas pengabdian saya. Seperti yang sudah saya tulis pada eksepsi saya, Indonesia menerima pendapatan paling tidak Rp 1000 trilyun selama saya menjabat. Saya harap kontribusi itu membantu untuk Indonesia lebih maju lagi." Kedua Kementerian yang pernah dipimpin Wacik mencatat rekor WTP (Wajar Tanpa Pengecualian) dari BPK RI. Meski dengan segudang prestasi, Wacik tidaklah setenar nama menteri-menteri yang lain. Tetapi, angin puting beliung telah melambungkan nama Wacik jauh tinggi menjulang langit ketika Panglima KPK (Komisi Pembrantasan Korupsi) Abraham Samad menyematkan status tersangka KORUPTOR kepadanya.
Jero Wacik Olo (cilik) Ketoro (Sa'Gede Segoro) Becik (gede) Ketitik (Sa'Cilik Bintik) demikian nasib telah menggariskan anak dari keluarga sangat miskin asli Bali kelahiran Singaraja yang berhasil lulus ITB ini. Garis tangannya sesuai benar dengan pepatah adi luhung tanah jawa, Olo (setitik) ketoro (sa'gede segoro) yang berarti kejelekan kecil tampak sebesar samudera dan becik (gede) ketitik (sa'cilik bintik) yang bermakna kebaikan yang besar terlihat sekecil titik.
Kemalangan mulai menerpa Wacik ketika, ada kasus-kasus yang menerpa banyak petinggi Partai Demokrat atau anggota kabinet, sebut saja SRM, AMG, ALS, BCS, YIM, AUR juga NZD. Terlebih ketika Rubi Rubiandini (Kepala SKK Migas mantan Wamen ESDM) tersandung kasus pula. Otomatis, anak panah KPK akhirnya diluncurkan dari busur mengincar orang yang paling bertanggung jawab di sektor ini, Wacik sang Menteri. Mungkin bagi KPK, ada satu kesalahan terungkap berarti ada seribu kesalahan lain dipuncak bukit yang masih tersembunyi. Meringkus Wacik, bisa jadi point penting dan konsumsi publik yang dahsyat. Memboyong Wacik ke tahanan KPK, bisa bermakna membongkar puncaknya gunung es di Kementerian ESDM!
Segala berkas ESDM disita, segala aktivitas yang bertahun-tahun telah berlalu di teliti dan segala kegiatan harian Wacik mulai dipantau. Adakah hubungan Wacik dengan kasus Rubi Rubiandini? Ketika KPK tidak menemukan sangkut paut, publik seolah tak percaya. Sayang beribu sayang, sanksi sosial telah lebih dulu dijatuhkan sebelum adanya vonis peradilan. Demi kepuasan publik, suka atau tidak, KPK mau tidak mau sepertinya harus bisa menyeret Wacik menjadi pesakitan.
Terpaan kasus-kasus kolega yang berputar kencang telah membuat kursi Wacik menjadi panas dan terlontar ke angkasa. Bersama tornado kursi Wacik melayang di udara, tiada lagi tempat bepijak! Opini telah tercipta, KPK tinggal melontar jerat tali laso ke leher Wacik dan membantingnya keras ke atas tanah maka, publik yang tengah haus akan berita-berita negatif khususnya, bila ada pejabat yang berasal dari Partai Demokrat ataupun kabinet akan bersorak sorai. Bila tidak, publik akan menuding KPK takut atau pilih bulu dalam memberantas korupsi! Boleh jadi, kasus Wacik bagi KPK seperti simalakama, dimakan bapak mati tidak dimakan ibu mati. Tapi KPK harus memutuskan pilihan, membiarkan Wacik melenggang atau bersama publik yang saat itu telah banyak kehilangan kepercayaan terhadap Partai Demokrat! Sangat manusiawi dan lumrah rasanya, bila akhirnya KPK terpaksa menutup nurani, memilih membumi hanguskan karakter Wacik demi memenuhi tuntutan publik.Â
- lebih baik membebaskan orang bersalah daripada menghukum yang tak bersalah
Bak harimau lapar, sedikit kekurangan yang ada pada seseorang yang terekspose akan segera dilahap tandas tak bersisa. Dan yang bersangkutan akan panen hujatan, cemoohan dan makian di dunia maya. Contoh gampangnya, ketika menjabat Menteri, tugas dan tanggung jawab mengharuskannya keliling dunia dan kepelosok seluruh Indonesia, sebuah negeri yang membentang seluas 5 juta km persegi dengan jumlah pulaunya yang berkisar 17.500san. Baik destinasi wisata ataupun pertambangan yang berada di puncak gunung ataupun di tengah kedalaman laut bahkan, jika memang ada aset nasional di atas udara Indonesia, kalau perlu didikunjungi seorang Menteri.
Dan Wacik melakukan kunjungan-kunjungan itu! Karena usia sudah diatas kepala 6 sangatlah wajar bagi Wacik memerlukan jasa pijat sebagai alternatif pemeliharaan kesehatan sebagai mana kebiasaan banyak orang Indonesia. Walhasil, 2 juta rupiah uang negara dari Dana Operasional Menteri terpakai untuk pijat. Sesungguhnya bagi Wacik, 2 juta rupiah itu bukanlah 2 juta rupiah biasa, tapi 2 juta rupiah yang luar biasa! Wacik telah memanen jutaan olok-olok hanya karena orang seusianya dengan aktivitas tinggi namun dituntut oleh tugas, haruslah tetap cermat dan fokus, membutuhkan pijat untuk tetap sehat dan tangkas!
Wacik sadar, negeri ini tak terlalu butuh orang seperti dia. Jasa-jasanya pada negara hanya seperti debu dan anai-anai yang diterbangkan angin bila, dibandingkan dan disandingkan dengan tokoh-tokoh lain. Banyak orang yang lebih besar, lebih cakap dan lebih bagus perangainya daripada dirinya. Sebaliknya Wacik juga menyadari, ia memiliki kekurangan yang sangat besar. Ia telah dipaksa oleh keadaan untuk gagal mengukir namanya dengan tinta emas buat menjadi kebanggaan dan teladan bagi anak cucu dan juga bagi, orang sekampung halamannya, Bali! Jero Wacik Mengabdi Negara Berbuah Penjara!
¤
Â
Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H