Sudah lebih dari satu tahun Indonesia berjudi di Kasino Bauksit pasca terbitnya Peraturan Menteri ESDM No. 1 Th. 2014 (12/1/14) tentang pengolahan dan pemurnian mineral yang sekaligus melarang eksport Mineral mentah barang tambang. Alhasil, nasib produksi Bauksit berkisar 45 Juta Ton/tahun (Data KADIN 2013) dipertaruhkan, tak bisa lagi dijual.
¤
Eksport dilarang, sedangkan pasar dalam negeri hanya mampu menyerap kurang dari 1 juta Ton Bauksit/tahun. Sementara, hasil pertambangan Bauksit telah menginjak 45 Juta Ton/tahun. Lalu, mau dikemanakan puluhan Juta Ton hasil produksi Bauksit itu bila tak boleh dieksport? Diputar di meja roullete!?
¤
Demikian hal yang terungkap dari diskusi “Kondisi Terkini, Harapan, dan Tantangan di Masa Depan Industri Pertambangan Bauksit dan Smelter Alumina Indonesia”, di Jakarta (25/5/15). Narasumber dalam diskusi itu adalah Ketua Asosiasi Pengusaha Bauksit & Bijih Besi Indonesia Erry Sofyan, mantan Direktur Jenderal Mineral & Batubara Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Simon Sembiring, Pakar Metalurgi Universitas Indonesia Prof. Bambang Suharno, Ekonom Faisal Basri, serta KaSub Pengawasan Produksi Direktorat Jenderal Mineral dan Batubara, Andri Budiman.
¤
Mengamati jalannya Seminar dan dengan berbekal kecintaan akan Indonesia, Penulis (setelah sebelumnya berdiskusi dengan seorang Pakar Metalurgi Senior, Rosfian A Dahar) menurunkan tulisan sebagai berikut___
¤
Apa latar belakangnya sehingga Indonesia seolah berani mempertaruhkan 45 Juta Ton kapasitas produksi Bauksit di meja judi? Indonesia punya keinginan mulia, Sebelum Bauksit dieksport terlebih dahulu harus dimurnikan untuk menjadi Alumina dalam rangka meningkatkan nilai tambah dan memperkuat basis industri dasar nasional!
Tahun 2013 (Satu tahun sebelum berjudi)
¤