Mohon tunggu...
Novita Ekawati
Novita Ekawati Mohon Tunggu... Guru - Pengajar
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Pengajar dan aktivis muslimah

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Kesempurnaan Politik Islam Memberikan Kebaikan

29 November 2023   06:59 Diperbarui: 29 November 2023   07:07 79
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Oleh: Novita Ekawati 

Sistem politik Islam berbeda jauh dengan politik sekuler demokrasi kapitalisme neoliberal. Islam menolak paham kebebasan dan penjauhan agama dari urusan kehidupan. Islam tegak di atas keimanan yang menghubungkan urusan keduniaan dengan pertanggungjawaban di keabadian, termasuk dalam hal kepemimpinan.

Islam begitu memperhatikan aturan halal haram. Terlebih, tidak ada urusan yang luput dari pengaturan Islam, mulai dari urusan ibadah ritual hingga urusan politik pemerintahan. Salah satunya adalah upaya mewujudkan kepemimpinan di tengah masyarakat yang menjadi kewajiban seluruh umat Islam.

Dalam Islam, pemimpin setidaknya harus memenuhi tujuh syarat sah pengangkatan (in'iqad), yakni muslim, laki-laki, balig dan berakal, adil (siap menerapkan hukum-hukum Islam alias terikat halal-haram), merdeka (tidak di bawah tekanan atau disetir pihak ketiga), juga tentu harus memiliki kapabilitas. 

Semua syarat ini mutlak ada pada penguasa karena akad pengangkatan (baiat) terkait tugas kepemimpinan, yakni mengurus dan menjaga rakyat berdasarkan hukum-hukum syariat.

Oleh karenanya, para pemimpin Islam benar-benar akan mendedikasikan dirinya demi kepentingan rakyat berdasar tuntunan syariat. Sementara itu, rakyat siap menyerahkan ketaatan mereka juga berdasarkan tuntunan syariat. Syariat inilah yang akan mendatangkan rahmat, karena setiap permasalahan kehidupan terpecahkan dengan pemecahan yang berasal dari pembuat syariat, yakni Allah Taala, Zat Pencipta Alam Semesta.

Kekuasaan atau kepemimpinan dalam Islam bukan prestise, apalagi alat mengumpulkan kekayaan. Pertanggungjawabannya berat, bahkan bisa menjadi sesalan berkepanjangan. Alih-alih jadi ajang saling rebutan, mereka yang dipilih oleh rakyat pun justru menerimanya dengan tangisan.

Simaklah perkataan Khalifah Umar bin Khaththab ra., amirulmukminin yang tidak diragukan keadilannya, bahkan sudah dijamin surga. Sering kali Aslam---pembantunya---melihat Umar sedang menangis sesenggukan. Saat ditanya, beliau ra. menjawab, "Sebagai pemimpin, di akhirat nanti aku akan ditanya tentang kepemimpinanku. Bagaimana seandainya masih ada rakyat yang tidak mendapat pembelaan, lalu di akhirat kelak mereka menuntut keadilan di hadapan Allah Swt.?"

Itulah sebab Khalifah Umar ra. bekerja sedemikian keras untuk memastikan rakyatnya terurus dan terjaga. Keadilan ditegakkan, baik di dalam maupun ke luar negara Islam. Tidak heran juga jika dakwah dan fatah (futuhat) selalu sukses luar biasa. Sampai-sampai keagungannya menarik warga nonmuslim di mancanegara untuk sukarela meminta berlindung di bawah kepemimpinannya, termasuk penyerahan gerbang Al-Quds oleh pemimpin Kristen Palestina.

Kondisi ini berlangsung dari masa ke masa sejarah peradaban Islam. Meski ada fase-fase ketidaksempurnaan akibat penyimpangan penerapan syariat Islam, tetapi para sejarawan dan banyak tokoh dunia yang mengakui bahwa sistem Islam merupakan sistem ideal yang tidak ada tandingan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun