Oleh: Novita Ekawati
Pemerintah Provinsi Kalimantan Timur telah menyiapkan kawasan pengembangan pangan secara terintegrasi atau food estate dengan luas lahan sekitar 10 ribu hektare untuk menyambut ribuan orang yang akan bermukim di sekitar Ibu Kota Nusantara ( IKN). Lahan food estate tersebut tersebar di Kabupaten Paser seluas 1.154 hektare, Kutai Kartanegara seluas 8.028 hektare dan Penajam Paser Utara seluas 1.500 hektare.
Pada tahap awal luas wilayah food estate yang disiapkan sekitar 10 ribu hektare dan akan terus diperluas sampai ambang batas cukup untuk pemenuhan pangan masyarakat Kaltim dan IKN.Â
Selain tiga wilayah yakni Penajam Paser Utara, Paser dan Kutai Kartanegara, sejumlah lokasi lainnya di Kaltim masih terbuka lebar untuk pengembangan kawasan food estate seperti Kutai Timur, Kutai Barat dan Berau. Dipersiapkan lahan food estate ini sejak tahun 2019.
Selama ini Kukar telah menjadi lumbung pangan di Kaltim. Hampir sebagian besar komoditas pangan di Kaltim dihasilkan dari sektor pertanian di Kukar. Berdasarkan data BPS Kaltim, Kabupaten Kukar menjadi daerah dengan penopang pangan terbesar di Kaltim. Disusul Kabupaten Penajam dan Penajam Paser Utara. Tiga daerah ini sebagai daerah penghasil padi dan beras terbanyak setiap tahunnya.Â
Adapun skema pembiayaan dari program food estate ini adalah akumulasi dari anggaran pusat, daerah, dan anggaran provinsi. Namun program ini diduga terancam gagal dikerenakan ada dugaan ketidakberesan proyek lumbung pangan nasional di Kementerian Pertanian RI. Â Ditambah dengan fakta sejumlah keganjilan lainnya.Â
Ada potensi dugaan korupsi dari penelusuran laporan perkembangan proyek lumbung pangan, dikarenakan pembangunan food estate yang terkesan dipaksakan hanya menguntungkan pihak kontraktor yang memenangi tender proyek. Kalau dijalankan (food estate) tidak untuk petani, malah menguntungkan kontraktor-kontraktor pembangun proyek ini semata-mata.
Di sisi lain proyek inipun terkesan dipaksakan, sebagaimana kasus yang pernah terjadi pada salah 1 wilayah di Desa Gunung Mulia, Kabupaten Penajam yang juga menjadi wilayah pengembangan food estate.Â
Para petani di desa tersebut banyak mengeluhkan sulitnya menjual hasil panen mereka saat panen raya. Dimana lahan pertanian tanaman padi di Desa Gunung Mulia seluas 816 hektare lanjut dia, rata-rata hasil panen petani mencapai tiga ton per hektare, namun hasil panen yang mampu terjual hanya 100 sampai 200 kilogram, dengan nilai jual hanya Rp8.000 /Kg.
Saat itu pemerintah berdalih bahwa kualitas beras lokal dari wilayah Penajam hanya menembus kelas medium, sehingga akhirnya harus memasok beras dari luar Pulau Kalimantan, yaitu Sulawesi dan Jawa. Tentu saja hal ini membuat terpukul para petani, dimana sudah menjadi kewajiban pemerintah untuk cari solusi agar beras lokal bisa laku terjual dan menjadikan kualitas beras semakin lebih baik lagi.