Mohon tunggu...
novita mustikaningrum
novita mustikaningrum Mohon Tunggu... Guru - Guru SMA

Ilmu Sosial dan Humaniora

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Menulis Penelitan Ilmiah sebagai Pengganti UN?

10 Desember 2019   18:16 Diperbarui: 10 Desember 2019   18:40 67
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

-Sebuah ide    

Wacana soal  penghapusan ujian nasional  memang menuai pro dan kontra, merupakan hal lumrah sebagai reaksi atas setiap adanya  suatu ide "Baru" yang muncul. Seperti yang kita ketahui, ide tentang penghapusan ujian nasional memang bukan sekali ini saja, namun, hal ini jadi ramai kembali dibicarakan setelah  Mendikbud Nadiem Makarim melontarkan kembali pernyataan tersebut baru-baru ini.

Baiklah, Saya pribadi jadi ingin ikut menyampaikan opini terkait dengan hal tersebut. Bagi saya pribadi terus terang sebenarnya tidak ada yang salah dengan sistem ujian nasional, karena terus terang ujian nasional juga bisa menjadi salah satu cara untuk menentukan standar pemetaan kualitas pendidikan di Indonesia, walaupun memang bukan satu-satunya.

Yang perlu dikaji ulang sebenarnya adalah tujuan diadakannya ujian nasional itu sendiri, apa hasil yang diharapkan dengan diadakannya ujian nasinal tersebut? apabila untuk menentukan meratanya kualitas pendidikan di Indonesia.

Sekali lagi memang unas ini juga bisa menjadi salah satu standar, karena bila sekolah mengadakan ujian sendiri-sendiri untuk menguji kelulusan siswanya tentu hasilnya kurang dapat menggambarkan merata atau tidaknya kualitas pendidikan di berbagai wilayah di Indonesia.

Sebab setiap sekolah di tempat yang berbeda memiliki kondisi dan mutu yang tentu berbeda. Sehingga hasil ujian yang diselenggarakan lokal oleh sekolah tersebut untuk menentukan kelulusan siswanya, tentu akan menghasilkan hasil yang beragam, standar yang beragam, yang tentu sulit dijadikan tolak ukur bagus atau tidaknya kualitas pendidikan di sekolah tersebut.

Bila adanya suatu standar yang sama, seperti ujian nasional, dimana soal yang dibuat untuk ujian nasional tentu memenuhi syarat sesuai dengan standar kurikulum yang ingin dicapai pemerintah, maka hal tersebut memang lebih mudah dijadikan patokan, setidaknya bila dalam wilayah tersebut banyak yang memperoleh nilai bagus dalam unas, tentu menunjukkan hasil kualitas sekolah tersebut sudah memenuhi standar nasional.

Sebaliknya juga bila banyak yang tidak mencapai nilai memuaskan, tentu dapat menunjukkan belum sesuainya standar pendidikan di wilayah tersebut dengan standar yang diinginkan pemerintah. Karenanya unas cocok diadakan bila bertujuan untuk menilai standar kualitas sistem pendidikan.

Namun bila unas adalah untuk menguji kemampuan siswa, sah-sah saja asal bukan sebagai instrumen yang dijadikan satu-satunya patokan kelulusan. Karena kalau dijadikan satu-satunya penentu kelulusan, hal itu dirasa kurang adil, mengingat setiap siswa memiliki kemampuan, minat yang berbeda, bersekolah di tempat yang berbeda, yang tentu kualitas juga berbeda.

Dan lagi, bila sekolah selama bertahun-tahun dalam satu tingkatan, misalkan SD 6 tahun, SMP 3 tahun, SMA  3 tahun, tentu akan lebih adil melihat perkembangan prestasi belajar siswa secara keseluruhan selama bertahun-tahun bersekolah disekolah  tersebut daripada hanya melihat dari 3 atau 4 hari pada ujian terakhirnya.

Karena kondisi siswa pada saat ujian terakhir tentu berbeda, bisa jadi selama ini dia tergolong pandai disekolah selama ini, namun karena kondisi fisik atau psikologis yang tidak bagus, misalnya tegang, gugup, dan sebagainya, saat menghadapi ujian akhir tentu bisa mempengaruhi hasil ujiannya, sehngga hal tersebut tidak adil bila untuk dijadikan satu-satunya "fakta" bahwa siswa tersebut tidak mampu secara akademis.

Untunglah, saat ini memang saat ini unas sudah bukan lagi sebagai instrumen penentu kelulusan siswa, hanya digunakan untuk memetakan kualitas pendidikan, sehingga berapapun nilai unas yang didapat siswa, sudah termasuk kategori lulus.

Untuk itu, memang pengadaan unas ini perlu dikaji ulang, mengingat dari banyak hal, seperti dari segi anggaran yang dikeluarkan pemerintah dapat dihemat untuk dialokasikan pada pos anggaran pendidikan yang lain misalnya memperbaiki sarana dan prasarana untuk sekolah-sekolah yang memang perlu diperbaiki, beasiswa bagi siswa kurang mampu atau untuk pos yang lain.

Bila unas tadi tujuannya untuk menilai pemetaan kualitas pendidikan bisa dilakukan dengan cara lain misalnya dengan survey terhadap sarana prasarana pendidikan di berbagai wilayah, kualitas SDM tenaga pengajar, dan sebagainya.

Namun untuk kelulusan siswa perlu diadakan suatu "ujian" sebagai penggantinya. Mengingat digalakkannya budaya literasi disekolah-sekolah, belum mampu mendongkrak minat baca orang Indonesia, termasuk para pelajar yang masih cukup rendah, perlu juga dipertimbangkan membuat penelitian ilmiah bagi ujian akhir siswa. 

saya, hal ini banyak manfaatnya, setidaknya dalam penelitian ilmiah, siswa dituntut banyak membaca literatur yang terkait dengan materi yang ditelitinya. Selain itu, dalam mempresentasikan hasil penelitian ilmiah, dapat memacu kemampuan berani berpendapat, mempertahankan argumen, melontarkan ide, pemikiran, karena selama ini keberanian berpendapat, melontarkan ide bagi sebagian siswa cenderung masih rendah, karena masih banyak juga siswa yang cenderung lebih suka menerima apa yang disampaikan gurunya.

Selain itu, hasil penulisan  karya ilmiah juga dapat menunjukkan keluasan wawasan, intelektualitas, serta meningkatkan rangsangan akan kreativitas siswa, dengan membebaskan mereka berkreasi meneliti atau membuat proyek yang suai dengan minatnya.

Setidaknya dari hasil penelitian ilmiah tersebut, siswa diharapkan dapat memberikan, mengaplikasikan penelitian tersebut agar bermanfaat bagi sekolah, lingkungan dan masyarakatnya, sebagai tugas dan tanggung jawab seorang intelektual bagi masyarakat.

Dari hasil penelitaian ini juga setidaknya dapat menggambarkan penguasaan ilmu yang mereka dapat selama ini disekolah, walau memang bukan satu-satunya indikator, mengingat untuk melihat perkembangan pendidikannya adalah selama masa pendidikan yang ditempuh siswa tersebut, sedangkan hasil penelitian ilmiah adalah membahas pada bidang tertentu saja sesuai dengan topik yang dipilih siswa tersebut untuk diteliti.

Tidak menjadi masalah, bukan? toh yang dujikan dalam ujian nasional juga bukan keseluruhan mata pelajaran yang didapat siswa selama masa sekolah, mengingat ruang lingkup mata pelajarn unas hanya sebatas matematika, bahasa, pengetahuan alam atau sosial (Bila SMA) itu pun hanya dipilih satu pilihan mata pelajaran jurusan untuk IPA dan IPS nya, lalu bila siswa yang kemampuan dan minatnya tidak dibidang itu bagaimana? misalnya seni, olahraga, bahasa asing lain atau ilmu lain lain, bagaimana, apakah berarti tidak mampu secara akademis?  jadi bila melakukan penulisan karya ilmiah yang menitik beratkan pada bidang yang sesuai dengan minat dan kemampuan siswa  tentu tidak menjadi masalah. 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun