Pertumbuhan ekonomi tahun 2015-2016 mengalami pelambatan yang cukup signifikan sejak adanya krisis keuangan global. Langkah yang di ambil Tiongkok untuk memeperbaiki perekonomiannya dengan cara melakukan devaluasi mata uangnya yaitu yuan. Di sisi lain, Tiongkok tidak melihat bahwa hal yang dilakukan tersebut dapat berakibat atau berdampak besar juga oleh negara lain. Salah satu yang merasakan dampak besarnya yaitu Indonesia, maka studi kasus tersebut sangat berkaitan dengan teori neo-liberalisme dengan adanya negara Tiongkok memberikan pengeluaran untuk devaluasi yuan yang sangat penting namun sangat memberikan keuntungan yang cukup besar untuk negaranya. Dampak yang terjadi ini dapat berakibat mengenai transnasional yang membawa berbagai isu yang saling tumpeng tindih.
Dalam kasus tersebut, China mengalami proses pertumbuhan ekonomi yang dinamis karena berbagai sebab, terutama kendala yang dihadapi oleh faktor perkembangan ekonomi global. Maka, hal ini menyebabkan terjadinya pasar saham runtuh, lembaga keuangan runtuh dan ekonomi global jatuh ke dalam resesi. Hal ini juga adanya keterlibatan mengenai organisasi internasional yaitu IMF (International Monetary Fund) yang membantu negara Tiongkok dalam memperbaiki pertumbuhan perekonomiannya yang melemah akhir-akhir tahun ini. Namun, Langkah tersebut hanyalah semata-mata untuk menguntungkan negara nya sendiri guna mencapai sesuatu yang diinginkannya.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI